Share

Part 4 - Malam Pertama

Penulis: Zia Cherry
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-09 09:30:06

Laki-laki itu benar-benar br*ngsek!

Aku yakin, kalau ada kejuaraan pria paling br*ngsek di dunia, ia pasti mendapat juara utama!

Bisa-bisanya ia pergi setelah memasang cincin pada jari manisnya sendiri, meninggalkanku di hadapan para tamu yang siap memangsa!

Setelah kejadian yang mengejutkan di pelaminan tadi, di tengah kekacauan yang ditinggalkan pria itu, semuanya terasa sangat ramai.

Bisikkan-bisikkan sinis mulai terdengar. Tawa-tawa mencemooh, tatapan-tatapan menjatuhkan, dengusan-dengusan menjijikan, semuanya membaur menjadi satu bersama udara di dalam ballroom.

Kalau gadis normal, pasti akan menangis dan meminta pembatalan pernikahan saat itu juga. Tapi tentu saja aku berbeda. Apa peduliku dengan apa yang pria itu lakukan?

Justru, dengan santai aku tersenyum di depan fotografer, mengikuti arahan pose darinya.

Hari ini aku sangat cantik dengan gaun pengantinku yang luar biasa menakjubkan. Untuk apa aku memikirkan ia yang pergi. Aku justru harus mengabadikan keindahan yang mungkin hanya bisa kurasakan sekali dalam seumur hidupku!

Aku juga mendapat banyak ucapan selamat dari orang-orang yang tadi mencemoohku secara terang-terangan, tapi kumaafkan karena mereka membawa buket bunga yang sangat cantik.

Lalu, keluarga suamiku, yang menatap sinis seakan ini adalah salahku, sama sekali tak kuhiraukan.

Makanan di acara pernikahan ini luar biasa lezat! Aku perlu pengerahkan seluruh inderaku untuk menikmati setiap suapan lezatnya!

Ibu, yang datang dengan kekhawatiran yang terlihat jelas, berbicara serius kepadaku. “Dengar, Minna, kamu harus mempertahankan pernikahan ini bagaimana pun caranya!” desis Ibu di telingaku.

“Tentu, Ibu,” jawabku sungguh-sunggu. Tentu saja aku akan melakukan apapun untuk mempertahankan pernikahan ini dari pada harus kembali tinggal dengan mereka!

Dan ternyata, bagian terbaiknya adalah malam pengantin!

Padahal aku sudah khawatir tentang malam pengantin yang harus kulewati dengan pria itu. Namun ternyata itu kekhawatiran yang sia-sia.

Di dalam kamar yang mewah, yang dipenuhi kelopak mawar indah, aku menari dalam gaun malam berbahan sutera yang sangat lembut sambil sesekali menyesap sampanye yang mereka persiapkan.

Rasanya seperti mimpi yang menjadi nyata.

Andai ada Ralla, pasti malam ini menjadi sempurna.

Aku tidak percaya jika aku akhirnya bisa menikmati hari di mana aku bisa merasakan kenyamanan seperti itu.

Mulai sekarang, ini akan menjadi kamarku.

Kamar mewah yang luas, dengan lusinan pakaian bermerek, sepatu, tas, aksesoris, bahkan perhiasan!

Ini benar-benar gambaran surga yang sempurna.

Dan yang terpenting, tidak ada keluarga tiriku di sini! Tidak akan ada yang merebut milikku lagi sekarang. Tidak ada Ibu, Kak Jasmine, atau bahkan Lilly!

Aku bisa melakukan apa pun yang aku inginkan tanpa interupsi dari mereka semua!

Ya, asalkan aku bisa bertahan di rumah ini.

Tarianku terhenti seketika saat menyadari kenyataan itu. Benar, aku harus bisa bertahan di rumah ini, bagaimana pun caranya!

Aku tidak akan melakukan kesalahan seperti mantan-mantan istri pria itu, dan kembali ke rumah Ibu tiriku.

Seiring dengan lagu yang terganti di earphone yang kukenakan, langkahku kembali terayun dalam sebuah tarian asal yang menurutku sempurna.

Kuharap, pria itu akan selalu sibuk dan tidak pernah muncul. Jadi aku bisa menikmati kehidupan sebagai Nyonya rumah dengan damai.

“Pak Killian belum pulang?”

Tarianku mendadak terhenti saat mendengar suara seseorang di depan pintu.

Aku mematikan musik di ponsel, melepaskan earphone. Sambil berjinjit, aku mendekati pintu, menempelkan telingaku di daun pintu sedekat mungkin.

Kalau ada informasi yang paling terpercaya, maka itu adalah mata dan mulut orang-orang di mansion besar ini.

“Mungkin nggak akan pulang malam ini,” jawab suara yang lain.

“Kasihan Nona.”

Apa mereka merujuk kepadaku?

“Iya, padahal Nona masih muda.”

“Kira-kira kali ini akan bertahan berapa lama?”

“Mungkin dua minggu, atau kurang.”

Wah, mereka meragukan kemampuan bertahanku sepertinya.

“Hm… semoga dia nggak seperti istri ketiga Pak Killian.”

Ehh? Apa mereka pikir aku akan memilih mati? Mereka pasti bercanda. Setelah susah payah keluar dari rumah itu, aku tidak akan mati bergitu saja!

“Iya, wajar sih. Kali ini Pak Killian memang sedikit keterlaluan. Masa Pak Killian sampai memakai cincin pernikahannya sendiri? Lalu pergi dari altar sebelum acara pernikahannya selesai. Dan sekarang, Pak Killian juga nggak pulang.”

“Iya, kasihan Nona Minna, dia pasti sedih sekarang. Ayo kita temani.”

Deg. S*al.

Aku langsung melompat ke atas kasur. Mereka tidak boleh melihatku yang baik-baik saja kan? Aku harus terlihat nelangsa sealami mungkin!

Aku mengacak rambutku, lalu menyipratkan sisa sampanye ke wajahku, dan menggosoknya dengan keras hingga mataku perih.

Tidak. Mereka tidak boleh melihat kebahagiaanku di malam pertama ini! Aku harus terlihat sekacau mungkin!

***

“Selamat pagi, Nona Minna.”

Keesokan paginya, aku disambut seperti seorang putri.

Seseorang membukakan tirai kamarku, membiarkan cahaya mentari pagi menyelinap masuk. Aku menguap, mengeliat dengan cantik seperti putri-putri kerajaan. Padahal sesungguhnya aku sudah bangun sejak tadi.

Ternyata menghilangkan kebiasaan itu sangat sulit.

Di rumah, biasanya aku sudah sibuk di dapur menyiapkan sarapan dan menyiapkan keperluan ibu dan saudari tiriku sejak dini hari. Tapi mulai sekarang, aku akan membiasakan diri untuk bangun sesiang mungkin.

Itu akan menjadi misi pertamaku.

“Nona, saya akan membantu Nona bersiap untuk sarapan, setelah itu Bu Helga akan menemani Nona untuk berkeliling mansion.”

Aku bertepuk tangan diam-diam.

Wah, kehidupan orang kaya memang berbeda. Dan rumah ini, benar-benar di luar nalar.

Di balik pintu gerbangnya yang terkesan megah dan misterius, ternyata terdapat sebuah rumah luar biasa besar dengan halaman yang lebih besar dari lapangan bola.

Pohon-pohon ditanam mengitari dinding pagar. Menyembunyikan rumah megah itu dengan sempurna.

Saat gadis bernama Windi itu mendekatiku yang sedang melamun, aku langsung tersentak. Apa yang akan ia lakukan?

“Air hangatnya sudah disiapkan, Nona. Saya akan membantu Nona untuk mandi.”

Kedua mataku terbelalak lebar, sambil berangsur menjauhi uluran tangannya. “Maaf, aku terbiasa melakukannya sendiri,” jawabku panik. Mana mungkin aku membiarkan orang lain memandikanku. Aku kan bukan mayat. “To… tolong biarkan aku sendiri.”

“Tapi, Nona…”

“Tolong,” pintaku sungguh-sungguh.

“Baiklah.” Windi tersenyum sopan. “Saya akan berada di depan kalau Nona butuh bantuan.”

Aku tersenyum semanis mungkin sampai ia menghilang di balik pintu. Lalu menarik kembali selimut paling lembut yang pernah kurasakan.

Ah! Ini sangat nyaman. Aku ingin seperti ini selamanya!

Meski tentu saja itu tidak mungkin.

Karena ternyata keluarga ini memiliki rutinitas sarapan bersama antara seluruh keluarga, yang mana itu terasa sangat merepotkan bagiku.

Berhubung keluarga suamiku masih ada di rumah ini setelah menghadiri pernikahan kami kemarin, jadi kami harus sarapan bersama.

Dan sialnya, begitu pula dengan keluargaku.

Ketika aku keluar kamar, mereka sudah menungguku untuk pergi ke ruang makan bersama.

“Kak Minna!” Lilly tersenyum saat melihatku muncul bersama Windi.

Ia terlihat sangat lega karena aku masih hidup. Sedangkan Kak Jasmine menatap sinis sosok Windi yang mengekoriku.

Pasti ia iri karena melihatku memiliki pelayan pribadi sekarang.

“Jadi si pembantu punya pembantu sekarang,” desisnya sinis di telingaku.

Nah, kan.

Sudahlah, aku tidak ingin menghabiskan energiku untuk mereka. Toh siang ini mereka akan pergi dari mansion. Jadi, aku hanya perlu bertahan sedikit lagi saja.

“Jaga sikapmu, Minna,” tegur Ibu, seakan aku sedang melakukan akrobat di langit-langit atau apalah.

Padahal aku kan diam saja sejak tadi!

“Silakan lewat sini.” Windi membawa kami melewati lorong panjang dipenuhi lukisan.

“Rumahnya seperti museum!” pekik Lilly takjub.

Mau tidak mau, aku setuju dengannya.

Rumah itu memang dipenuhi barang-barang antik yang terlihat berharga. Bahkan lukisan-lukisannya juga terlihat sangat mewah seperti lukisan-lukisan di museum kerajaan eropa.

Jika salah satu lukisan itu dijual, mungkin aku bisa hidup tanpa bekerja selama beberapa tahun.

Bahkan kabarnya, di salah satu bagian rumah ini terdapat area fitness yang luar biasa mewah. Ya itu wajar, mengingat Killian Ravimore adalah pemilik perusahaan yang bergerak di bidang kesehatan dan olahraga.

Itu mungkin cukup menjelaskan postur tubuhnya yang tinggi tegap di altar kemarin.

“Cih!” Kak Jasmine mendengus di belakang kami. Ia bersidekap angkuh sambil mencibir kepadaku, “Tapi sayangnya, si bodoh ini nggak paham seni sama sekali.”

Aku melirik kesal. Apa sih masalahnya? Apa dia akan gatal-gatal kalau sekali saja tidak mengatakan hal buruk tentangku?!

Terserahlah. Aku malas meladeni.

Lagi pula di sini ada Windi, bagaimana kalau ia melaporkan apa yang ia dengar kepada keluarga Ravimore? Aku tidak mau ditendang dari rumah itu hanya karena bertengkar dengan Kak Jasmine.

“Silakan.” Windi menghentikan langkahnya di depan pintu besar berwarna hitam yang sedikit terbuka. Ia sedikit membungkuk, mempersilakan kami masuk.

“Ini semua salah Kak Marian! Kenapa Kakak pilih dia?!”

Langkahku sontak berhenti. Apakah mereka sedang membicarakanku lagi?

“Apa maksudmu, Naomi?

“Sekarang Kak Killian pasti marah besar! Kenapa Kakak pilih calon pengantin seburuk itu?!”

“Jaga bicaramu, Naomi. Ini perintah Kakek.”

“Tapi ini nggak masuk akal! Kakak lupa siapa saja mantan istri Kak Killian? Eleanora, Astrid Lula, Rinjani Erish, bahkan yang terakhir, Roane Emerald Tharif, putri dari keluarga Tharif Saeddan, mereka semua bukan perempuan sembarangan, Kak! Mereka putri-putri berbakat dari keluarga terbaik! Tapi bagaimana mungkin sekarang Kakak menjatuhkan standar istri Kak Killian?!”

“Aku rasa, apa yang dikatakan Naomi masuk akal,” ujar suara yang lain.

“Aku hanya melakukan apa yang diperintahkan Kakek, Paman.”

“Sh*t. Demi Tuhan, Kak Marian! Di keluarga itu ada 3 anak perempuan! Kenapa Kakak harus memilih yang paling jelek?! Padahal anak ketiga dari keluarga itu adalah yang paling cantik dan berbakat! Dia jauh lebih pantas menjadi istri Kak Killian dibanding anak kurus yang aneh itu!”

 “Iya, aku setuju. Anak bungsu di keluarga itu sangat cantik. Dia pasti akan menjadi istri sempurna untuk Killian.”

Aku menelan ludah susah payah. Ibu melirik tajam ke arahku, sedangkan Kak Jasmine langsung mendengus puas.

“Kak Marian, aku punya ide. Apa sebaiknya kita tukar saja pengantin untuk Kak Killian? Kak Killian juga pasti berharap mempunyai pengantin secantik anak itu.”

Tidak. Mereka pasti bercanda, kan?

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menjadi Istri Kelima Penguasa Kejam   Part 0 - The Eternal Lies (END SEASON 1)

    1 bulan sebelumnya.“Stockholm syndrome.”Kata-kata Laura kembali terngiang.“Apa?”“Itu adalah gangguan psikologis pada korban penculikan. Di mana korban justru mengembangkan perasaan simpati, bahkan kasih sayang terhadap pelakunya.”“Saya tau! Tapi itu tidak mungkin! Mana mungkin ada orang yang memiliki perasaan seperti itu kepada orang yang sudah menyakitinya?” Joachim, dengan seluruh upayanya menyangkal keras.Aku sedikit khawatir menempatkan mereka di satu ruang yang sama. Namun, wanita itu menepati janjinya. Ia mengabaikan Joachim seakan obsesinya tidak pernah ada sama sekali. “Kamu pikir apa alasan gadis berusia 22 tahun tetap berada di tempat yang menyakitkan seperti itu?!”“Karena dia dikurung!”“Jangan membuatku tertawa, Joachim. Dia tidak dipasung. Dia bebas. Dia memiliki akses luas. Terlepas dari seluruh perlakuan keluarga tirinya, dia dibiarkan bebas di dalam rumah. Dia bukan lagi gadis kecil berusia 6 tahun! Dia gadis dewasa berusia 22 tahun. Dia bisa meminta bantuan ke

  • Menjadi Istri Kelima Penguasa Kejam   Bab 52 - Drift Away

    Apa arti luka?Apakah itu ketika kau pecah, tergores, bersimbah darah, hingga kau berpikir itu akan menjadi sambutan kematianmu?Aku sudah berkali-kali berada di ambang rasa sakit itu.Kupikir aku sudah merasakan semuanya, tapi ternyata, itu hanyalah sebagian kecil dari potongan rasa sakit yang diciptakan segores luka.Klik.Pintu terbuka perlahan. Mengusik keheningan yang memenuhi jiwaku.“Kak Minna? Ke-kenapa Kakak bisa ada di sini?!”Aku selalu bertanya-tanya, mengapa dulu aku tidak memepertahankan apa yang Ibu tinggalkan? Mengapa aku membiarkan mereka membakar seluruh potret Ibu? Mengapa aku tidak menyembunyikan salah satunya di antara celah yang hanya aku sendiri yang mengetahuinya?Mengapa aku membiarkan mereka menghilangkan seluruh jejak Ibu?Mengapa aku membiarkan mereka membuatku melupakan Ibu?“Kak Minna! Apa yang Kakak lakukan di sini?! Pergi!”Aku bergeming. Menatap hampa ruang kelas yang kosong. Kesempatan yang tak pernah kudapatkan. Kesempatan yang mereka rebut dengan kej

  • Menjadi Istri Kelima Penguasa Kejam   Part 51 - Matahari yang Meredup (2)

    Laskala.Nama itu terasa asing dan familiar secara bersamaan.Aku melewati malam tanpa terpejam hanya untuk mencari jejak di mana aku pernah mendengar nama Laskala sebelumnya.Dua malam yang lalu, setelah mendengar nama itu, aku bisa merasakan perubahan drastis pada sorot matanya.Ia menurunkanku dengan hati-hati dari dekapan, mengambil ponsel yang tersimpan di atas meja, lalu pergi setelah mengecup singkat keningku.Dalam hitungan detik, semua orang yang kupikir menghilang, tiba-tiba saja kembali memenuhi apartment, meskipun pada akhirnya mereka kembali pergi mengikuti langkah pria itu.“Jaga tempat ini sampai aku kembali.”Hanya pesan itu yang tinggalkan. Lalu ia pergi begitu saja, tanpa penjelasan, tanpa kabar. “Nona?” Windi muncul dengan senyuman cerah seperti biasa. Ia meletakkan sepiring stroberi segar yang sudah dipotong rapi ke atas meja. “Nona, Pak Gerad akan berbelanja bahan makanan. Apa ada makanan tertentu yang Nona inginkan untuk makan malam nanti?”Aku menurunkan cangk

  • Menjadi Istri Kelima Penguasa Kejam   Part 50 - Matahari yang Meredup

    “Kemana semua orang?”Dari celah pintu kamar yang sedikit terbuka, aku mengintip diam-diam.“Sedang apa kau?” tanya pria itu, berdiri di belakang punggungku.“Di luar… tidak ada siapa pun.”Tangan panjangnya mendorong pintu hingga terbuka, lalu ia melangkah keluar kamar begitu saja, tanpa memperdulikan keberatanku.Ia berjalan santai ke dapur yang kosong. Bahkan meja makan yang tadi amat ramai, kini hanya menyisakan makanan-makanan lezat tanpa sisa piring yang tertinggal.Aku menatap ke sekeliling apartment. Di mana semua orang? Mengapa mereka bisa lenyap seperti ini?“Makanlah yang banyak.” Pria itu mengelilingi meja dapur, mengambil sebuah apel, menggigitnya sambil menarik kursi meja makan. “Minna? Kau bilang kau lapar.”Mataku mengerjap cepat. Aku memang lapar, tapi ini sangat aneh.“Kemana semua orang?”Aku hampir tidak pernah melewati waktu tanpa Windi dan Arlo. Mereka tidak pernah meninggalkanku sendiri.“Apa terjadi sesuatu?” tanyaku cemas.“Tidak terjadi apapun. Sekarang duduk

  • Menjadi Istri Kelima Penguasa Kejam   Bab 49 - Gadis Ceroboh dan Pria Aneh (2)

    Tidak seperti saat menggendong, setidaknya saat ia mendudukanku di sisi ranjang, gerakannya jauh lebih manusiawi, walaupun tidak bisa dikatakan lembut sama sekali.“Aww.” Aku meringis pelan saat ia membuka serbet yang sekarang sudah dipenuhi darah dari tanganku.Sebenarnya lukanya tidak terlalu dalam, darahnya juga sudah berhenti menetes, tapi karena cukup panjang, darahnya hampir memenuhi salah satu sisi serbet, bahkan sampai merembes ke kemeja hitam pria itu.Ketukan di pintu mengiringi kedatangan Dokter Fabian yang membawa kotak P3K.“Maaf, ternyata tidak ada first aid kit di apartment.”Itu menjelaskan keringat yang memenuhi keningnya. Ia pasti harus mengambil kotak itu di mobil.Pria itu menudingku dengan tatapan sengitnya, seakan ketidakberadaan kotak P3K di apartment adalah sebuah kejahatan yang fatal dan sengaja kulakukan. Dokter Fabian menarik kursi di depan meja rias, lalu duduk di hadapanku, memeriksa lukaku dengan seksama.“Apa perlu dijahit?”Pria itu bersidekap, menatap

  • Menjadi Istri Kelima Penguasa Kejam   Bab 48 - Gadis Ceroboh dan Pria Aneh

    “Pak Kenan sudah mengirimkan email, Pak. Saya juga sudah meminta tim finance untuk melengkapi data sales periode pertama. Haruskah saya menghubungi bagian operator?”“Tidak perlu. Persiapkan saja datanya, kita akan meeting 15 menit lagi.”“15 menit? Tapi itu…”Ia menoleh, membuat sekretarisnya menelan keberatan apa pun yang tadi sempat tergantung di lidahnya.“Ya, 15 menit lagi. Saya akan siapkan link meetingnya, dan mengirim undangan.”“Bagus. Dan minta juga bagian marketing mengirimkan bahan marketing yang sudah direvisi. Pastikan manager pengembang hadir. Poin yang perlu direvisi dari MoU sudah kusertakan, bereskan itu sekarang, dan segera email kembali.”Dari balik counter dapur, aku tidak bisa berhenti menatap ruang keluarga yang kini sudah diubah menjadi ruang kerja sementara pria itu. Sebenarnya, apartment ini memiliki ruang khusus yang bisa digunakan sebagai ruang kerja, tapi pria itu memilih ruang keluarga.Sekarang, melihat berkas-berkas yang tersebar, aku jadi mengerti.Tap

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status