Share

Part 5 - Pohon Apel

Author: Zia Cherry
last update Last Updated: 2024-01-09 09:30:45

“Kak Marian, aku punya ide. Apa sebaiknya kita tukar saja pengantin untuk Kak Killian? Kak Killian juga pasti berharap mempunyai pengantin secantik anak itu.”

Di belakang telingaku, Kak Jasmine terkekeh sinis. “Apa kubilang, kamu memang sampah, Minna. Kamu sama sekali nggak cocok dengan pakaian semewah ini.”

Aku bersidekap, lalu balas menatap matanya. “Terus apa masalahnya? Kalau aku nggak cocok, memangnya Kakak cocok?”

“Apa? Dasar sampah!”

Wajah Kak Jasmine memerah marah.

Aku yakin, jika bukan karena dehaman Windi, Kak Jasmine pasti langsung melayangkan tamparan kepadaku. 

“Lilly, Minna, Jasmine, cepat masuk!” desak Ibu, menghentikan perseteruanku dengan Kak Jasmine.

“Awas saja kamu!” desis Kak Jasmine penuh dendam saat aku melenggang anggun ke ruang makan.

Sebenarnya, bukan sikap Kak Jasmine yang kukhawatirkan. Namun, ekspresi aneh Lilly yang membuatku sangat tidak nyaman. 

***

Sudah seminggu aku tinggal di mansion itu, tapi aku masih belum bisa melupakan sikap aneh Lilly. Seakan ada sesuatu yang mengganjal dari ekspresinya.

Ia menangis sedih saat mereka harus kembali ke rumah, seakan sangat tidak rela meninggalkanku di mansion itu. Ia bahkan menawarkan diri untuk menemaniku tinggal di sana, yang tentu saja langsung kutolak tanpa berpikir.

Kalau ada orang yang kubutuhkan untuk tinggal bersamaku, itu adalah Ralla.

Untuk apa aku membawa sumber masalah-masalahku ke rumah yang baru?

“Nona Minna?”

Deg.

Hampir saja jantungku melompat saat mendengar suara Bu Helga. Mungkin karena terlalu asyik melamuni sikap aneh Lilly, aku sampai tidak menyadari kedatangannya ke kamarku.

“Apakah Nona sedang sibuk?”

Ia tidak sedang menyindirku, kan? Aku sama sekali tidak melakukan apapun kecuali melamun sejak tadi. 

“Bolehkah saya bicara sebentar dengan Nona?”

“Ya, Bu Helga,” jawabku sesopan mungkin.

“Tolong panggil saya Helga saja, Nona.”

Aku mengerjap ragu, tapi tidak berani membantahnya.

“Siang ini, saya akan memandu Nona keliling mansion lagi.”

Ah, ya, mansion ini terlalu luas untuk dijelajahi hanya dalam beberapa sesi.  

Apalagi Helga juga memberikan penjelasan sangat lengkap di setiap ruangan seperti seorang pemandu wisata yang menunjukkan hal menakjubkan kepada turis asing. Secara otomatis, itu menghabiskan waktu cukup banyak.   

“Ini dari Pak Killian.” Helga meletakan sebuah kartu dan kunci di atas meja. “Ini kunci mobil untuk Nona.”

Aku meringis, aku bahkan tidak bisa mengendarai mobil.

“Sedangkan kartu ini, bisa Nona gunakan untuk membeli apa pun.” Kartu itu berwarna hitam mewah, dengan namaku tertulis di atasnya.

Wah. Kak Jasmine pasti akan menangis histeris kalau melihat ini. Ia pasti akan langsung menguras seluruh isi kartu itu dalam waktu kurang dari 24 jam.

“Dan Pak Killian berkata, Nona bisa melakukan apa pun yang Nona inginkan.”

Sebelah alisku naik tanpa sadar. “Apa pun?” tanyaku tak percaya.

Wanita itu mengangguk. “Ya, apa pun.”

Wajahku langsung berubah cerah. Syukurlah! Sebenarnya ada hal yang ingin kulakukan sejak pertama kali datang ke rumah ini!

***

“Nona Minna, tolong turun!” Windi berteriak histeris saat melihatku ada di atas pohon.

Sial. Padahal aku sudah berusaha untuk tidak menarik perhatian siapa pun, tapi gadis itu terus mengekoriku tak kenal lelah.

“Nona Minna! Itu berbahaya! Tolong turun sekarang juga!”

“Sebentar lagi, Windi. Aku akan petik beberapa buat yang lain juga!” teriakku dari atas pohon.

Inilah yang ingin kulakukan sejak pertama kali menginjakkan kaki di mansion mewah miliknya. Buah-buahan ranum mematang sempurna di atas pohon, seakan memanggilku untuk memetik mereka.

Kalau aku menjadi pekerja di sini, aku pasti sudah memetik buah-buahan ini dan diam-diam menjualnya ke pasar.

“Nona, itu tidak perlu! Tolong cepat turun saja!”

“Ya, sebentar lagi, Wind!”

“Kalau Nona mau, nanti saya akan meminta koki untuk menyediakannya saat makan siang.”

Aku menggapai apel lain yang berwarna merah, lalu mengigitnya setelah meniupnya beberapa kali. “Itu berbeda, Windi. Buah yang dipetik langsung dari pohonnya itu jauh lebih nikmat!” teriakku saat merasakan asam dan manis yang menyebar di mulutku.

Rasanya sangat segar dan lezat.

“Tapi ini berbahaya, Nona. Kalau Pak Killian tau, beliau pasti marah besar!”

“Pak Killian sudah mengizinkan aku melakukan apa pun yang aku mau kok,” dalihku sungguh-sungguh.

“Tapi bukan hal yang berbahaya, Nona Minna!”

Semakin di dengar, suara Windi semakin frustasi.

“Windi, ini sama sekali nggak berbahaya.”

Andai saja ia tau kalau aku sudah terbiasa menaiki atap untuk membetulkan genting bocor di hari berhujan, mengecat rumah, atau melakukan pekerjaan-pekerjaan kasar lainnya, Windi pasti akan diam.

Naik ke atas pohon hanyalah masalah kecil untukku. Aku bahkan bisa memanjat sambil menutup mata. Ini bukan masalah besar yang harus ia khawatirkan.

“Aku baik-baik aja, Windi. Lihat in—” Belum selesai kata-kata itu terucap, tubuhku sudah melayang di udara diiringi teriakan Windi.

“NONA MINNA!!”

Astaga. Memang, penyakit yang paling berbahaya adalah kesombongan. Sialan.

BRUK!

“NONA MINNA!!”

***

Apa pun yang saya maksud adalah berbelanja, pergi jalan-jalan, ke salon, atau bertemu dengan teman-teman Nona. Bukan masak di dapur, membersihkan rumah, apalagi sampai naik ke atas pohon.”

Sudah jatuh tertimpa tangga.

Mungkin itu adalah pribahasa yang paling cocok untuk menggambarkan situasiku saat ini.

Sudah lebih dari 10 menit Helga mencercaku dengan omelannya yang terus berputar-putar.

Padahal tanganku yang terkilir saja sudah cukup nyeri, sekarang aku juga harus mendengarkan omelannya yang entah kapan akan berhenti. 

“Kamu harusnya bisa mengawasi Nona Minna dengan baik. Bagaimana mungkin kamu membiarkan Nona Minna memanjat ke atas pohon? Lihat sekarang akibat dari kelalaianmu!”

Sekarang Windi ikut menjadi sasaran amarah Helga. Padahal gadis itu sudah melakukan tugasnya dengan sangat baik.

“Sa… saya minta maaf, Bu Helga.”

“Ini bukan salah Windi, Helga! Ini salahku sendiri.”

“Tidak Nona, ini jelas kesalahan pelayan Nona. Kalau dia bekerja dengan baik, dia pasti mengerti apa yang Nona inginkan.”

Astaga. Windi kan bukan cenayang! Memangnya ia bisa membaca pikiran?! Yang benar saja!

“Saya akan mengganti pelayan pribadi Nona dengan pelayan lain yang lebih kompeten.”

“Eh, jangan! Aku sudah terbiasa dengan Windi!” teriakku panik.

Windi tidak boleh diganti. Ia pasti akan sangat cocok dengan Ralla, aku tidak ingin membiarkannya pergi sebelum mereka berdua bertemu!

Windi memberikanku tatapan haru penuh terima kasih yang terasa semakin membebaniku. Ia harusnya marah, bukannya berterima kasih seperti itu.

“Bagaimana keadaannya?”

Deg.

 Mataku membulat kaget saat mendengar suara berat pria itu. Bisa-bisa aku mati karena serangan jantung kalau begini terus.

Tanpa pikir panjang, aku langsung memejamkan mata. Aku harus berpura-pura pingsan atau apalah agar bisa menghindarinya!

Padahal aku sudah berusaha mati-matian untuk menghindarinya, tapi sekarang aku malah membuatnya datang sendiri ke kamarku. Sialan.

“Tangan Nona Minna sedikit terkilir, dan ada beberapa luka kecil di lututnya.” Helga yang menjawab.

Bahkan sosok setegas Helga saja bisa terdengar gugup di hadapan binatang buas sepertinya, apalagi gadis lemah sepertiku?

Lagi pula kenapa ia harus ada di sini sih? Bukankah ia selalu sibuk?

“Kenapa tidak ke rumah sakit?”

Wah, gila. Suaranya sangat menyeramkan.

“Nona Minna bersikeras tidak mau ke rumah sakit, Pak. Tadi Dokter Fabian juga sudah memeriksanya, dan mengatakan kalau Nona Minna cukup dirawat di rumah.”

“Kamu pelayannya, bukan?” Pria itu pasti bertanya kepada Windi.

“I… iya, Pak.”

Kasihan, gadis itu pasti sangat ketakutan sekarang.

“Bagaimana dia bisa jatuh?”

“I… itu, Nona Minna naik ke pohon untuk memetik apel.” Windi menjawab dengan suara mencicit.

“Pohon? Apel?”

Padahal kedua mataku tertutup rapat, tapi rasanya aku bisa merasakan tatapan kejam pria itu.

“Joachim. Singkirkan semua pohon di rumah ini.”

Eh?

“Baik, Pak Killian.”

“Pecat semua tukang kebun dan pelayan ini.”

Ehhhh?! Dia pasti bercanda, kan?!

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menjadi Istri Kelima Penguasa Kejam   Part 0 - The Eternal Lies (END SEASON 1)

    1 bulan sebelumnya.“Stockholm syndrome.”Kata-kata Laura kembali terngiang.“Apa?”“Itu adalah gangguan psikologis pada korban penculikan. Di mana korban justru mengembangkan perasaan simpati, bahkan kasih sayang terhadap pelakunya.”“Saya tau! Tapi itu tidak mungkin! Mana mungkin ada orang yang memiliki perasaan seperti itu kepada orang yang sudah menyakitinya?” Joachim, dengan seluruh upayanya menyangkal keras.Aku sedikit khawatir menempatkan mereka di satu ruang yang sama. Namun, wanita itu menepati janjinya. Ia mengabaikan Joachim seakan obsesinya tidak pernah ada sama sekali. “Kamu pikir apa alasan gadis berusia 22 tahun tetap berada di tempat yang menyakitkan seperti itu?!”“Karena dia dikurung!”“Jangan membuatku tertawa, Joachim. Dia tidak dipasung. Dia bebas. Dia memiliki akses luas. Terlepas dari seluruh perlakuan keluarga tirinya, dia dibiarkan bebas di dalam rumah. Dia bukan lagi gadis kecil berusia 6 tahun! Dia gadis dewasa berusia 22 tahun. Dia bisa meminta bantuan ke

  • Menjadi Istri Kelima Penguasa Kejam   Bab 52 - Drift Away

    Apa arti luka?Apakah itu ketika kau pecah, tergores, bersimbah darah, hingga kau berpikir itu akan menjadi sambutan kematianmu?Aku sudah berkali-kali berada di ambang rasa sakit itu.Kupikir aku sudah merasakan semuanya, tapi ternyata, itu hanyalah sebagian kecil dari potongan rasa sakit yang diciptakan segores luka.Klik.Pintu terbuka perlahan. Mengusik keheningan yang memenuhi jiwaku.“Kak Minna? Ke-kenapa Kakak bisa ada di sini?!”Aku selalu bertanya-tanya, mengapa dulu aku tidak memepertahankan apa yang Ibu tinggalkan? Mengapa aku membiarkan mereka membakar seluruh potret Ibu? Mengapa aku tidak menyembunyikan salah satunya di antara celah yang hanya aku sendiri yang mengetahuinya?Mengapa aku membiarkan mereka menghilangkan seluruh jejak Ibu?Mengapa aku membiarkan mereka membuatku melupakan Ibu?“Kak Minna! Apa yang Kakak lakukan di sini?! Pergi!”Aku bergeming. Menatap hampa ruang kelas yang kosong. Kesempatan yang tak pernah kudapatkan. Kesempatan yang mereka rebut dengan kej

  • Menjadi Istri Kelima Penguasa Kejam   Part 51 - Matahari yang Meredup (2)

    Laskala.Nama itu terasa asing dan familiar secara bersamaan.Aku melewati malam tanpa terpejam hanya untuk mencari jejak di mana aku pernah mendengar nama Laskala sebelumnya.Dua malam yang lalu, setelah mendengar nama itu, aku bisa merasakan perubahan drastis pada sorot matanya.Ia menurunkanku dengan hati-hati dari dekapan, mengambil ponsel yang tersimpan di atas meja, lalu pergi setelah mengecup singkat keningku.Dalam hitungan detik, semua orang yang kupikir menghilang, tiba-tiba saja kembali memenuhi apartment, meskipun pada akhirnya mereka kembali pergi mengikuti langkah pria itu.“Jaga tempat ini sampai aku kembali.”Hanya pesan itu yang tinggalkan. Lalu ia pergi begitu saja, tanpa penjelasan, tanpa kabar. “Nona?” Windi muncul dengan senyuman cerah seperti biasa. Ia meletakkan sepiring stroberi segar yang sudah dipotong rapi ke atas meja. “Nona, Pak Gerad akan berbelanja bahan makanan. Apa ada makanan tertentu yang Nona inginkan untuk makan malam nanti?”Aku menurunkan cangk

  • Menjadi Istri Kelima Penguasa Kejam   Part 50 - Matahari yang Meredup

    “Kemana semua orang?”Dari celah pintu kamar yang sedikit terbuka, aku mengintip diam-diam.“Sedang apa kau?” tanya pria itu, berdiri di belakang punggungku.“Di luar… tidak ada siapa pun.”Tangan panjangnya mendorong pintu hingga terbuka, lalu ia melangkah keluar kamar begitu saja, tanpa memperdulikan keberatanku.Ia berjalan santai ke dapur yang kosong. Bahkan meja makan yang tadi amat ramai, kini hanya menyisakan makanan-makanan lezat tanpa sisa piring yang tertinggal.Aku menatap ke sekeliling apartment. Di mana semua orang? Mengapa mereka bisa lenyap seperti ini?“Makanlah yang banyak.” Pria itu mengelilingi meja dapur, mengambil sebuah apel, menggigitnya sambil menarik kursi meja makan. “Minna? Kau bilang kau lapar.”Mataku mengerjap cepat. Aku memang lapar, tapi ini sangat aneh.“Kemana semua orang?”Aku hampir tidak pernah melewati waktu tanpa Windi dan Arlo. Mereka tidak pernah meninggalkanku sendiri.“Apa terjadi sesuatu?” tanyaku cemas.“Tidak terjadi apapun. Sekarang duduk

  • Menjadi Istri Kelima Penguasa Kejam   Bab 49 - Gadis Ceroboh dan Pria Aneh (2)

    Tidak seperti saat menggendong, setidaknya saat ia mendudukanku di sisi ranjang, gerakannya jauh lebih manusiawi, walaupun tidak bisa dikatakan lembut sama sekali.“Aww.” Aku meringis pelan saat ia membuka serbet yang sekarang sudah dipenuhi darah dari tanganku.Sebenarnya lukanya tidak terlalu dalam, darahnya juga sudah berhenti menetes, tapi karena cukup panjang, darahnya hampir memenuhi salah satu sisi serbet, bahkan sampai merembes ke kemeja hitam pria itu.Ketukan di pintu mengiringi kedatangan Dokter Fabian yang membawa kotak P3K.“Maaf, ternyata tidak ada first aid kit di apartment.”Itu menjelaskan keringat yang memenuhi keningnya. Ia pasti harus mengambil kotak itu di mobil.Pria itu menudingku dengan tatapan sengitnya, seakan ketidakberadaan kotak P3K di apartment adalah sebuah kejahatan yang fatal dan sengaja kulakukan. Dokter Fabian menarik kursi di depan meja rias, lalu duduk di hadapanku, memeriksa lukaku dengan seksama.“Apa perlu dijahit?”Pria itu bersidekap, menatap

  • Menjadi Istri Kelima Penguasa Kejam   Bab 48 - Gadis Ceroboh dan Pria Aneh

    “Pak Kenan sudah mengirimkan email, Pak. Saya juga sudah meminta tim finance untuk melengkapi data sales periode pertama. Haruskah saya menghubungi bagian operator?”“Tidak perlu. Persiapkan saja datanya, kita akan meeting 15 menit lagi.”“15 menit? Tapi itu…”Ia menoleh, membuat sekretarisnya menelan keberatan apa pun yang tadi sempat tergantung di lidahnya.“Ya, 15 menit lagi. Saya akan siapkan link meetingnya, dan mengirim undangan.”“Bagus. Dan minta juga bagian marketing mengirimkan bahan marketing yang sudah direvisi. Pastikan manager pengembang hadir. Poin yang perlu direvisi dari MoU sudah kusertakan, bereskan itu sekarang, dan segera email kembali.”Dari balik counter dapur, aku tidak bisa berhenti menatap ruang keluarga yang kini sudah diubah menjadi ruang kerja sementara pria itu. Sebenarnya, apartment ini memiliki ruang khusus yang bisa digunakan sebagai ruang kerja, tapi pria itu memilih ruang keluarga.Sekarang, melihat berkas-berkas yang tersebar, aku jadi mengerti.Tap

  • Menjadi Istri Kelima Penguasa Kejam   Bab 47 - Pertengkaran Sepasang Suami Istri

    Part 47“Nona Minna?” Windi berbisik gelisah di sampingku. Sesekali ia melirik ke lantai dua, sebelum kembali menundukkan wajah sambil menelan ludah susah payah.Aku melirik pintu The Oak Tree yang tertutup. Di kejauhan, aku bisa melihat beberapa mobil terparkir di depan toko. Salah satu mobil itu berisi Dokter Fabian, Hugo, dan Jeremy yang diusir oleh pria itu.“Nona yakin ini tidak apa-apa?”Apanya yang tidak apa-apa, semuanya benar-benar kacau sekarang.Meksi aku sudah menempatkan pria itu di meja yang paling jauh dari pengunjung lain karena kondisi gynophobianya, tapi entah bagaimana hanya dengan keberadaannya sendiri saja, perhatian semua orang sangat mudah tertuju kepadanya.Entah karena kemeja hitam yang lebih cocok digunakan ke pemakaman itu, atau karena ekspresi wajahnya ayng menyebalkan, atau entah apa pun itu, tapi rasanya semua wanita di tempat itu terus melirik ke meja mereka.Beberapa gadis muda bahkan secara terang-terangan memotret dengan ponsel.Ah. Aku bisa gila rasan

  • Menjadi Istri Kelima Penguasa Kejam   Bab 46 - Pertemuan Dua Harimau

    “Cara menaburkan bubuk cabai diam-diam ke mulut atasan.”Deg.Aku langsung memasukkan ponsel Windi yang tertinggal di ruang staf. Setelah memastikan tidak ada siapa pun di sana, buru-buru aku menghapus riwayat pencarian yang baru saja kubaca dari ponselnya.Atasan siapa yang dia maksud? Apakah itu Kak Ronan? Atau…Astaga, membayangkannya saja sudah membuatku merinding.“Minna, bisa bantu serve table 3?”“Ya!” jawabku dari ruang staf sebelum berlari menuju area kasir. Salah satu rekan seniorku sudah menanti dengan baki berisi dua burger, tiga gelas kopi, dan sepiring kentang goreng.“Table 3,” katanya, sekali lagi. Padahal aku juga bisa melihatnya dari nota pesanan yang tersemat di bawah salah satu gelas kopi. “Trims, Minna.”Aku tersenyum dan mengangguk sebelum membawa pesanan itu ke lantai dua.Di kejauhan, aku bisa melihat Windi yang tengah berbicara dengan seorang gadis kecil di depan rak buku anak-anak, sedangkan Arlo sibuk meracik kopi untuk sepasang kekasih yang mengenakan pakai

  • Menjadi Istri Kelima Penguasa Kejam   Bab 45 - Trouble Couple

    “Ehm.” Dokter Fabian berdeham beberapa kali di hadapanku. “Mohon maaf, Nona Minna, tapi… yang tadi itu… cukup… mm… berbahaya…” katanya, sambil mengusap tengkuk dengan kikuk.Tanganku terlipat di dada, wajahku berpaling ke sembarang arah, tapi aku bisa merasakan semburat panas menjalar di kedua pipiku.“Sa… saya mengerti kalau Nona marah, tapi tolong… jangan pukul bagian… i…itu.”Argh, gila!Apa tidak bisa dia berhenti bicara saja?! Kepalaku benar-benar terasa akan meledak karena malu!“Itu pasti sangat menyakitkan.” Jeremy bergumam serius.“Pukulannya keras.” Arlo menjawab, dengan wajah yang jauh lebih serius lagi.Entah sadar atau tidak, ia merapatkan kakinya, meletakkan tangan di depan celana, seakan melindungi sesuatu yang berharga.Aku ternganga tak percaya. Aku benar-benar ingin melemparkan mereka keluar apartment sekarang juga!Dan lagi pula, andai ia tidak mengejutkanku, aku tidak mungkin refleks memukul pria itu di sana! Harusnya ia ikut bertanggung jawab menanggung malu!“Ka…

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status