Wanita itu berhenti dan menatap Adnan dengan waspada.Lalu, ia memandang Agatha. “Kami tidak makan, terlalu mahal. Bisa tidak… kamu beri kami uang saja?”Agatha mengangguk. “Aku akan mengajak kalian makan malam dulu, lalu memberimu uang.”Tatapan wanita itu beralih ke Adnan, tampak ragu.Adnan memahami keraguannya. “Kalau kau tidak ingin kembali ke kampung atau menerima bantuan pemerintah, aku tidak akan memaksamu. Tapi istriku ini tak tahan melihat anak-anak menderita. Dia hanya ingin mengajak kalian makan—jadi tenang saja, ikutlah dengannya.”Orang-orang yang menonton mulai ikut membujuk.“Mereka berbaik hati mengajak kalian makan, ajak saja anakmu. Lihat itu, kurus sekali anakmu.”“Iya, ayo cepat pergi.”“Jarang-jarang ada polisi yang mau peduli seperti ini. Siapa lagi yang bakal memperlakukan kalian sebaik ini?”Satu demi satu orang bersuara, dan akhirnya wanita itu terlihat sedikit tergugah.Ia menatap Agatha dengan lebih serius. “Kamu serius? Kamu benar-benar ingin mengajak kami
Agatha memukul pantat Adnan sambil tersenyum geli. “Kamu ini sangat bucin padaku, kerja bagus!”Adnan langsung refleks menoleh ke sekeliling. Setelah memastikan tak ada yang memperhatikan, ia berbisik, “Ini kompleks militer, Kalau orang lihat kamu nepuk pantatku, bisa jadi bahan gosip.”Agatha juga ikut menoleh waspada. Ia sudah terbiasa dengan kebebasan saat tinggal di daerah gunung Heihu Ridge, dan kadang lupa kalau sekarang ia tinggal di kota. Orang-orang di sini tidak seberapa terbuka. Kalau ada yang melihat dan menyebarkannya, itu bisa merusak reputasinya—dan lebih parah lagi, mencoreng nama baik keluarga Zhou.Walaupun ia berasal dari kota kecil, ia tidak mau mempermalukan keluarga suaminya.“Yakin nggak ada yang lihat?” tanya Agatha, mulai khawatir.Adnan menggeleng. “Nggak yakin juga sih. Tapi tadi aku nggak lihat ada yang memperhatikan.”“Untung saja…” Agatha menghela napas lega. “Aku nggak mau jadi bahan omongan orang-orang begitu pulang nanti.”Adnan tersenyum, lalu membela
Adnan membungkuk sambil tersenyum dan berkata lembut, “Babi pemalas kecil, bangunlah. Ayah membawakan bebek panggang kesukaanmu.”Begitu mendengar kata bebek panggang, mata Agatha langsung berbinar. “Hah? Bagaimana Ayah tahu aku ingin makan bebek panggang? Jangan-jangan kamu diam-diam menelepon dan memberitahunya, ya?”Adnan tertawa pelan. “Enggak kok. Ayah cuma ingat kamu suka. Ayo bangun, semua orang sudah menunggu kita.”Agatha pun menggeliat, meregangkan tubuhnya. Rasa kantuknya seketika hilang.Adnan membantunya turun dari tempat tidur. Karena perutnya sudah membesar, ia kesulitan membungkuk untuk memakai sepatu.Adnan pun berjongkok dan dengan sabar membantunya mengenakan sepatu, lalu menggandengnya keluar kamar.Di ruang makan, Kakek Abian dan Arham sudah duduk di meja. Hidangan telah tersaji rapi.Begitu mereka datang, kakek Abian menunjuk kursi di sampingnya. “Ayo, kalian berdua duduk di sini.”Adnan duduk di samping kakeknya, sementara Agatha duduk di sebelahnya. Meja makan
Fahira terlihat sangat senang saat mendengar bahwa Yolan dan keluarganya akan datang ke Beijing untuk merayakan Tahun Baru.“Kalau ayah dan kakekmu tahu kabar baik ini, mereka pasti senang sekali,” ujarnya riang. “Yolan sudah menikah lebih dari setengah tahun, tapi belum juga ada tanda-tanda kehamilan. Saat dia pulang nanti, ibu mau ajak dia periksa ke rumah sakit.”Adnan tampak bingung. “Kenapa? Yolan memang masih ingin punya anak lagi?”“Ya, tentu saja,” jawab Sun Fahira mantap. “Dia dan Cakra sudah membentuk keluarga baru. Mereka berdua ingin punya anak kandung sendiri. Itu penting untuk memperkuat hubungan mereka.”Adnan mengernyit, tak sepenuhnya setuju. “Tapi hubungan mereka sudah cukup baik, Ma. Lagipula, kedua anak itu juga sangat penurut dan menggemaskan. Bukankah akan lebih baik jika mereka fokus membesarkan anak-anak yang ada? Punya anak lagi itu kan berat, apalagi menghidupi tiga anak hanya dari satu pekerjaan.”Fahira menghela napas ringan. “Nak, hidup ini panjang. Kadang
“Kalia berdua sangat akur sekali. Kamu tahu cara menjaga adikmu. Kamu benar-benar kakak yang baik,” ujar Agatha sambil mengelus lembut bagian belakang kepala Carel.Carel langsung menimpali dengan penuh semangat, “Bibi, kalau Bibi nanti melahirkan adik laki-laki, aku pasti akan merawatnya seperti aku menjaga Yaya!”Yaya yang mendengarnya pun ikut menimpali, “Bibi, aku juga ingin punya adik laki-laki! Ayah membelikanku banyak mainan kecil, dan semuanya akan kuberikan untuk adik laki-lakiku nanti.”Agatha tersenyum dan mengelus kepala Yaya, “Yaya hebat, Bibi akan ingat janjimu. Nanti kamu harus berbagi semua mainan itu dengan adikmu, ya.”Yaya mengangguk serius, “Yaya selalu menepati janji.”Setelah itu, semua orang masuk ke dalam rumah. Yolan menyerahkan tiket kereta kepada Adnan dan berkata, “Ini tiket kereta tidur besok pagi pukul sepuluh. Simpan baik-baik.”Adnan menerima tiket itu dan langsung menyelipkannya bersama kartu identitasnya.“Cakra akhir-akhir ini sangat sibuk, jadi dia
Agatha bermain-main dengannya, dan Adnan dengan senang hati menanggapi. Ia bahkan sengaja membungkuk dan mencium istrinya.“Bagaimana? Tidak bau, kan?”Adnan mengangguk puas. “Ya, baunya sudah hilang. Tapi kamu benar-benar tidak ingin ikut denganku ke rumah sakit?”“Tidak perlu. Untuk apa pergi kalau aku merasa sehat-sehat saja?”“Baiklah. Kalau begitu, jangan dipaksakan. Tapi kalau kamu merasa tidak nyaman, ka6u harus bilang padaku, ya?”“Aku tahu. Sekarang cepat pergi ke markas, nanti kamu terlambat.”Setelah Adnan pergi, Agatha menutup gerbang halaman, lalu kembali ke kamar.Memikirkan kembali kejadian semalam—saat dirinya masuk ke dalam ilusi—rasanya seperti mimpi. Tapi ia ingin memastikannya.Ia duduk di tepi tempat tidur, memejamkan mata, dan dalam hati berkata: “Aku ingin masuk ke dalam ilusi.”Tiga detik berlalu. Ketika ia membuka matanya lagi, dunia di sekelilingnya telah berubah.Langit biru terang dengan awan putih mengambang lembut. Burung-burung berkicau ceria. Aroma bung