Share

Menikah Atau Mati

Author: Ayu Haryanti
last update Last Updated: 2023-09-25 12:57:41

Suasana rumah menjadi kacau. Darah yang keluar dari  tubuh Aron mulai merembes ke lantai. Tangan Lily bahkan sudah berubah warna merah karena tak henti mengguncang tubuh ayahnya.

"Apa yang terjadi? Kenapa... Oh Tuhan apa yang kalian lakukan pada Ayah kalian?" tanya Hera dengan wajah syok. Menjatuhkan tas jinjingnya yang berisi belanjaan dapur dengan spontan.

Tak ada jawaban dari kedua putrinya. Keduanya memperlihatkan ekspresi bertolak belakang. Zea lebih seperti patung hidup yang tak henti memperlihatkan rasa bersalahnya.

Meski syok Hera berusaha cepat mengendalikan diri. Secepat mungkin menekuk kedua lututnya ke hadapan tubuh suaminya yang tergeletak tak berdaya. 

Hera tidak tahu harus senang atau sedih melihat kondisi suaminya itu. Ada rasa yang aneh yang membuatnya tidak menggila seperti saat kehilangan suami pertamanya. 

Tidak ingin membuang waktu lebih lama. Hera cepat meraih telapak tangan kanan Aron untuk mencari detak nadinya.

"Ibu apa Ayah baik-baik saja? Apa dia mati?" tanya Lily polos. Menahan isak tangisnya yang mereda sebentar.

Raut wajah Hera berubah pasrah. Tidak bisa menyembunyikan kegugupannya. Meski terkadang membenci Aron, bukan akhir seperti ini yang sebenarnya ia inginkan.

"Ayahmu masih hidup. Lukanya tidak terlalu dalam, kamu tidak perlu cemas. Bisakah kamu menghubungi mobil medis? Kita harus tetap membawanya ke rumah sakit sekarang," terang Hera menghela nafas lega.

"Baik Bu," jawab Lily cepat. Cekatan berlari ke ruang tengah untuk menghubungi mobil medis.

Zea yang mendengar penjelasan ibunya seketika lemas. Tubuhnya yang sejak tadi tegang langsung ambruk terduduk di lantai. Tak henti berucap syukur. Sempat mengira jika Ayah tirinya itu telah mati karena tindakannya.

~~~~

Seharian Zea dan Lily mengurung diri di kamar masing-masing. Menunggu kepulangan Hera yang belum memberi kabar apapun sejak pagi.

Meski lega Aron masih hidup, bukan berarti masalah selesai begitu saja. Ancaman dan teror lebih gila, bisa saja dilakukan oleh ayah tirinya lagi setelah pulih. Membuat gadis itu merasa semakin tak aman meski berada di rumahnya sendiri.

Tok tok tok! 

"Kamu baik-baik saja, Zea?" tanya Lily dari balik pintu kamar dengan suara lemah, "Ibu sudah kembali. Dia ingin berbicara dengan kita di ruang tengah."

Zea cepat bangun dari kursi belajarnya. Membuka pintu kamar perlahan. 

Senyum pucat Lily menyambutnya di depan pintu. Entah kenapa itu justru membuat hati Zea terluka. Bukankah seharusnya dia membenciku? Bagaimana mungkin dia masih bersikap baik, sementara aku hampir saja melenyapkan nyawa Ayah kandungnya? Pekik Zea dalam hati merasa bersalah.

"Aku tahu kamu melakukannya semata untuk melindungiku. Ini bukan sepenuhnya salahmu, Zea," ucap Lily seolah bisa membaca hati Zea yang sudah berkaca-kaca. Menggenggam punggung tangan kiri saudaranya, lalu menggandengnya menuju ruang tengah.

Di ruang tengah, Hera duduk dengan tegang. Berusaha menyambut kedua putrinya dengan senyum yang terlihat palsu.

Beberapa luka lebam bahkan masih terlihat jelas di wajah dan tulang leher yang terbalut sweater tipis berwarna abu miliknya. Bekas siksaan dari Aron yang mengaku menyiksanya semalam. Dan itu hanya yang terlihat. Zea dan Lily yakin masih banyak lagi lebam yang tidak terlihat dari tubuh ibunya yang coba perempuan itu sembunyikan dari umum.

"Kalian baik-baik saja? Apa kalian terluka? Kalian perlu ke rumah sakit?" tanya Hera memborong pertanyaan. Menatap lekat dua gadis di depannya yang menggeleng cepat.

"Bagaimana keadaan Ayah, Bu? Apa... ."

"Dia baik-baik saja. Lukanya tidak sampai mengenai organ vitalnya, tapi... ." Menghentikan kalimatnya dengan wajah cemas.

Zea dan Lily saling menatap. Wajah keduanya ikut tegang mendengar kalimat Hera yang terhenti.

"Kenapa Bu, apa ada masalah lain?" tanya Lily lagi. Mewakili Zea yang masih gugup untuk membuka mulutnya.

Hera kembali menatap kedua putrinya bergantian. Ada keraguan yang coba ia sembunyikan dari mereka. Memikirkan hari buruk yang mungkin saja terjadi setelah kembalinya Aron dari rumah sakit, sudah cukup membuatnya ketakutan setengah mati. 

"Aku yakin Aron tidak akan membiarkan kita semua baik-baik saja saat kembali. Terutama kau, Zea." Menatap lekat ke Zea yang menjadi target utama ayah tirinya sendiri.

Lily menggigit bibir bawahnya. Ikut memikirkan nasib kakak perempuannya yang kini beralih terancam. Dia tahu segila apa ayahnya saat sudah mengucapkan sumpah serapah.

"Lalu apa yang harus kita lakukan, Bu?" tanya Zea yang akhirnya buka suara.

Hera menelan ludah. Hatinya berat untuk memberi tahu isi kepalanya, tapi demi keselamatan putrinya dia harus mengatakannya.

"Semalam Ibu mendatangi rumah rekan Ayah kandungmu. Ibu meminta pertolongan kepadanya dan dia..., " Mencari-cari suatu benda lalu meletakkannya di atas meja.

Zea dan Lily terlihat kebingungan. Ibunya malah meletakkan selembar foto dengan wajah pria yang bahkan tidak mereka kenal rimbanya.

"Siapa dia, Bu? Apa dia rekan Ayah, Zea?" tanya Lily penasaran. Menatap lekat ke foto pria yang usianya terlihat cukup matang itu.

"Dia adalah calon suamimu. Dia yang akan melindungimu, Zie," ucap Hera yakin.

Sontak ucapan Hera membuat Zie terperangah kaget. Dia bahkan tak pernah membayangkan untuk menikah muda selama ini, lalu bagaimana mungkin dia menikah dengan seorang pria yang usianya terlihat setara dengan usia orang tuanya.

"Ibu tidak sedang bercanda kan? Aku masih sekolah Bu. Mana mungkin...." Berdiri tegap dihadapan Hera yang memilih membuang wajah darinya.

"Ini demi keselamatanmu, Zea. Aron tidak akan tinggal diam. Dia bisa saja membunuhmu, menjebloskanmu ke penjara dengan dalih percobaan pembunuhan yang kau lakukan pagi tadi," terang Hera mengutarakan alasannya.

"Tapi dia yang mencoba memperkosaku lebih dulu, Bu. Akulah korban sebenarnya," sahut Zea mulai berurai air mata. Tidak sanggup membayangkan bagaimana hidupnya kedepannya nanti. 

Hera mendekat ke hadapan Zea. Air matanya ikut tumpah ruah. Dia tidak memiliki cara lain untuk melindungi Zea dari kegilaan Aron.

"Percayalah Nak, ini yang terbaik untukmu. Tuan Wilson orang yang sangat baik. Hanya dia yang mampu menjagamu dalam keadaan apapun." Berusaha memeluk Zea.

"Maaf Bu, kali ini aku tidak bisa menuruti keinginanmu itu. Lebih baik aku mati dari pada harus menikah dengan orang yang tidak aku cintai." Menepis pelukan Ibunya dan berjalan meninggalkan Ibu dan adiknya yang sejak tadi diam tidak tahu harus berbuat apa.

"Bagaimana jika aku yang menggantikan Zie, Bu?" tanya Lily tiba-tiba. Menghentikan langkah Zie yang langsung kembali memutar tubuh ke arah adiknya itu.

"Jangan bodoh kamu Ly! Usiamu bahkan masih lima belas tahun, dan kau juga bukan target Aron!" sentak Zie kesal.

"Benar Ly, kondisimu juga tidak memungkinkan untuk menggantikan kakakmu. Sekalipun kau menjadikan dirimu tameng untuk melindungi kami. Ayahmu akan tetap mengincar Zie," imbuh Hera.

Suasana hati ketiga wanita itu benar-benar dalam keadaan kacau. Terutama raut wajah Zie yang terlihat kebingungan. Sungguh pilihan hidup yang sama sekali tidak terbesit dipikirannya sebelumnya. Menikahi pria tua atau mati!

Brak brak brak!

Pintu depan digebrak dengan kasar. Membuat ketiga wanita itu terperangah kaget. Menatap jam dinding yang menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Sosok tamu seperti apa yang datang dengan sangat tidak sopan di waktu sepagi itu.

Baru Hera mengangkat kakinya selangkah, tangan Lily sudah memegangi lengan kirinya. Menggelengkan kepala agar tidak membukakan pintu.

"Tidak apa sayang. Mungkin saja itu tetangga atau polisi yang ingin mengetahui apa yang terjadi," tutur Hera meyakinkan Lily. Berusaha menguatkan langkah menuju pintu, meski jantungnya ikut berdetak kuat.

Belum juga Hera sampai, pintu sudah lebih dulu didobrak dari luar. Membuat engsel dan gagang pintu terlepas dari tempatnya dengan kasar. 

Tangan besar mendorong pintu itu hingga terbuka sempurna. Memperlihatkan sosok pria gila yang seharusnya masih terbaring di rumah sakit, berdiri kokoh mengenakan pakaian pasien rumah sakit sambil menyeringai ke arah ketiganya.

Tanpa menunggu lama pria kekar itu pun melangkah masuk ke dalam rumah. Berjalan mendekat ke Hera yang jelas memasang wajah panik.

"A-Ron."

Slap.

Tangan besar itu cekatan meraih leher istrinya. Mencekiknya dengan satu tangan sambil tertawa kecil. Membiarkan Hera gelagapan karena kesulitan bernafas.

"Kenapa? 

Kalian sedih karena aku tidak jadi mati?" Menatap tajam ke arah Zie dan Lily yang saling merangkul ketakutan.

~~~~

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Arogan   Gosip Palsu

    "Aaaaasaaa!" jerit Zea sekeras mungkin. Memperlihatkan wajah syok saat bertemu penampakkan yang tak biasa itu.Tanpa Zea sadari, suara jeritan Zea yang melengking kencang itu menggema hingga ke setiap sudut sekolah. Membuat seisi penghuni sekolah ikut panik dan penasaran dengan apa terjadi.Beberapa murid yang berada dekat dengan ruang perpustakaan bahkan tanpa ragu berlari masuk ke ruangan itu. Meninggalkan pelajaran yang masih berlangsung tentunya.Tak berselang lama, sosok yang ada tepat di hadapan Zea itu mendadak tertawa terkekeh. Zea yang sebelumnya sudah siap berlari untuk kabur, malah menjadi ragu dengan suara tawa sosok yang dia kira hantu itu."Kau han-tu kan?" tanya Zea polos. Memperhatikan detail ujung kaki, hingga kepala pria di depannya itu. Membaca papan name tag milik si pria yang kelihatan asli. "Alan.""Hahaha mana ada hantu yang doyan salak. Dasar gadis bodoh," ucap pria itu sambil tertawa terpingkal-pingkal. Menertawai Zea yang langsung menelan ludah seketika.Akib

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Arogan   Mendadak Horor!

    Wajah Zea sudah sangat memerah. Ingin rasanya ia menjerit sekencang mungkin, tapi semua itu terasa sia-sia. Lumatan ganas pria di depannya benar-benar membuatnya tak bisa menghindar. Bahkan untuk sekedar menghindar pun, rasanya itu seperti mustahil.Hanya air mata yang akhirnya mampu menyelamatkannya. Mengalir membasahi pipinya yang bersentuhan langsung dengan wajah seorang Leon.Pria yang masih bertindak brutal itu perlahan membuka matanya. Merasakan tetesan air yang mendadak melenyapkan nafsunya. Memundurkan wajahnya perlahan sembari melepaskan cengkraman tangannya yang sebelumnya mengekang kuat tangan Zea.Leon tidak tahu kenapa dia bisa senekat itu. Seolah menjilat ludahnya sendiri yang selama ini selalu menyebut Zea sebagai seorang gadis rendahan yang tak akan mungkin ia sentuh, bahkan seujung kukunya sekalipun."Maafkan aku, aku...." ujar Leon tak mampu melanjutkan ucapannya sendiri. Menatap Zea yang memilih membuang muka sambil menangis sedih.Sebagai seorang wanita Zea meras

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Arogan   Serangan Awal Leon

    Alis Zea mengerut kencang. Menatap pantulan wajahnya yang sedang kesal di depan cermin toilet. Bisa-bisanya dia mengakui sebagai calon istri si brengsek Leon. Mengingat wajahnya saja rasanya Zea mual."Arghh! Jika bukan karena Ayahnya, aku juga tidak sudi berada disini bertemu dengannya. Dia pikir dia bisa merendahkan orang lain dengan uangnya. Dasar manusia angkuh!" Gerutu Zea acuh. Tak mempedulikan orang-orang lalu lalang di sekitarnya yang mungkin menganggapnya aneh.Tangan Zea cepat memutar kepala kran. Membasuh wajahnya dengan air yang langsung mendinginkan amarahnya. Paling tidak air itu bisa membuat mulutnya berhenti mengomel barang sejenak.Tanpa Zea sadari seorang wanita yang sejak tadi mengamati tingkahnya, perlahan berdiri di sebelah Zea. Menyodorkan sapu tangan berwarna merah muda ke hadapan Zea."Pakailah ini untuk mengeringkan wajahmu yang basah," ujar wanita itu dengan suara lembut. Tersenyum ramah pada Zea yang sedikit ragu untuk menerima pemberiannya.Mata Zea seperti

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Arogan   Pembalasan Kecil Zea

    Mata Leon jelas terbelalak mendengar permintaan putranya yang menurutnya tidak masuk akal. Bagaimana mungkin dirinya mencari ibu baru untuk Louis, sedangkan hatinya masih terpaku pada mantan istrinya.Louis yang biasanya selalu bersikap mandiri, bahkan tak segan merengek di depan ayahnya sendiri. Menarik-narik tangan Leon, agar mau mewujudkan keinginannya untuk memiliki ibu baru."Ayolah Ayah, aku ingin Ibu baru. Kenapa Ayah tidak mau mewujudkan keinginanku!" Renggek Louis layaknya anak kecil yang tengah menginginkan mainan baru.Tentu saja Leon bingung untuk memenuhi keinginan anaknya itu. Wajahnya bahkan mulai terlihat panik seketika. Pusing bagaimana harus menjelaskan pada Louis tentang sulitnya mencari ibu baru untuknya.Jangankan mencari istri, untuk dekat dengan Leon sebagai seorang kekasih saja pria itu kesulitan setengah mati. Apalagi harus mencari istri di waktu yang sesingkat ini.' Mustahil.' Ucap Leon dalam hati. Menatap lekat putranya sambil menghela nafas panjang."Louis

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Arogan   Syarat Konyol Louis

    Tak ada jawaban pasti dari mulut Tuan Wilson. Sekali lagi pria tua itu, seperti memberi teka-teki baru pada Zea.Entah berapa banyak rahasia yang ada di keluarga itu. Terutama tentang hidup Leon yang mau tidak mau akan Zea tahu cepat atau lambat seiring berjalannya waktu.Kondisi Tuan Wilson yang kian memucat, tidak memungkinkan untuk berbicara lebih banyak pada Zea. Beruntung mobil medis yang beberapa saat lalu dihubungi oleh salah satu pelayan Tuan Wilson sigap datang ke rumah itu. Dua orang perawat pria yang datang pun, cekatan melakukan pertolongan pertama pada Tuan Wilson. Zea dan para pelayan yang sama sekali tidak mengerti tentang pekerjaan medis hanya bisa pasrah melihat kondisi Tuan Wilson yang memprihatinkan.Ada rasa kesal yang mendadak memenuhi kepala Zea, saat melihat kondisi Tuan Wilson. Terutama saat perawat mulai memakaikan selang infus dan juga alat bantu pernafasan pada pria tua yang seperti tidak berdaya itu.Di usia Tuan Wilson yang sekarang sudah memasuki masa pe

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Arogan   Rahasia yg Belum Tuntas

    "Aku cacat. Tidak akan ada wanita manapun yang mau menerima orang sepertiku."Ucapan Leon itu seperti tamparan keras untuk Zea. Dia tidak pernah tahu jika pria yang super angkuh seperti Leon, bisa memiliki ketidak percayaan diri. Merendahkan diri karena memiliki kekurangan yang bahkan selama ini tidak Zea singgung sedikit pun.Wajah Leon bahkan terlihat sangat kesal menatap Zea. Memperlihatkan satu matanya yang memerah marah dan satu lagi putih pucat dengan garis jahitan di tengah bola matanya yang menciut.Entah apa yang pernah terjadi pada mata itu. Zea yakin ada insiden yang membuat mata Leon menjadi seperti itu."Kenapa hanya diam? Kau jijik bukan melihat kondisi mataku yang seperti ini? Jika sudah tidak ada yang ingin dibicarakan lagi, lebih baik kau pergi dari sini sekarang juga." Usir Leon cepat. Mengakhiri kemarahannya yang meledak tanpa sebab itu.Leon sama sekali tidak peduli pandangan Zea tentang dirinya. Dia hanya ingin segera mengakhiri drama yang menurutnya hanya akan me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status