“Tenanglah, Na. Aku akan selalu menjagamu!” seru Samuel pada Dayana.Kalimat sederhana dan singkat itu nyatanya mampu membuat Dayana diam tak bergeming di balik punggung Samuel. Pria itu masih saja melindungi Dayana dengan tubuhnya dan berusaha untuk memancing amarah Marcel. Dia tidak tahu nama pria yang menyelamatkannya saat ini, tapi dia merasa seperti panggilan itu tidak asing bagi Dayana.Tidak banyak orang yang memanggil dirinya dengan sebutan ‘Na’ seperti tadi, bahkan bisa dikatakan nyaris tidak ada. Dayana tidak mengerti mengapa saat ini jantungnya berdebar tidak karuan karena mengingat panggilan Samuel tadi.Dor! Dor! Dor!Tiga kali suara tembakan terdengar di udara dan yang ketiga seiring dengan berbaliknya tubuh Samuel untuk menutupi tubuh Dayana. Dayana masih terkejut dan tidak tahu harus berbuat apa saat ini. Yang jelas, dia merasa pria itu memeluknya dengan sangat erat. Dari balik punggung Samuel, Dayana bisa melihat Marcel yang masih berdiri dengan menyeringai seraya pis
“Di mana aku sekarang?” tanya Samuel saat baru saja berhasil membuka matanya.Kebetulan, hanya ada seorang suster yang menjaganya saat ini. Baru tiga jam setelah operasi itu berhasil dilakukan. Dayana sedang pergi sebentar karena Gerald dan Zahra sedang bertengkar hebat di parkiran rumah sakit.“Anda di rumah sakit, Tuan. Anda baru saja menjalani operasi pengangkatan peluru dari dalam sela jantung dan hati Anda,” jawab perawat itu dan langsung memeriksa keadaan Samuel secara menyeluruh.“Di mana gadis itu?” tanya Samuel lagi karena dia yakin, Dayana lah yang membawanya ke rumah sakit. Terakhir kali dia terkena tembakan dari Marcel dengan memeluk tubuh wanita yang selalu mengisi relung hatinya itu.“Dia sedang ada urusan sebentar. Katanya tidak akan lama dan nona muda akan segera kembali lagi. Dia memintaku untuk mengawasi dan menjaga Anda di sini dan memberitahunya jika terjadi sesuatu,” jawab perawat dan mengeluarkan ponsel dari saku baju dinasnya.“Apa yang akan kau lakukan?”“Aku a
“Jangan sampai ada yang mengikuti kita!” titah Samuel pada sopirnya.Sopir itu bernama Erik dan dia adalah orang kepercyaan Samuel, tapi jarang terlihat. Kecuali saat Samuel benar-benar membutuhkannya, baru lah pria itu akan muncul tanpa perlu membuat Samuel menunggu lama.Samuel berbaring di kursi belakang dan membuka jas putih yang di dalamnya juga memakai baju kaos oblong khas rumah sakit. Pria itu merobek paksa baju itu dan tampak lah dada yang tadi sudah diperban oleh dokter sudah merah oleh darah.“Kau terluka parah, Tuan Muda.”“Jangan hiraukan aku. Terus lah menyetir, Erik!” seru Samuel dengan suara serak menahan rasa sakit di bagian dadanya.Itu bukan luka baru baginya, karena Samuel sudah berulang kali kembali dari kematian. Tuhan masih sayang padanya sehingga sampai saat ini Samuel masih tetap bernafas dan hidup dengan baik. Atau terkadang, Samuel berpikir semua itu karena Tuhan belum mengabulkan keinginannya yang terakhir. Yang membuat Tuhan enggan mencabut nyawanya dan be
“Nona, ini dia data yang Anda minta.” Seorang perawat sudah mengirimkan salinan data pasien yang diminta oleh Dayana dan mengirimkannya melalaui email.“Baik. Terima kasih sudah membantuku,” ucap Dayana tulus dan tersenyum.Sejujurnya, dia adalah gadis yang bersahaja seperti Zahra. Tidak sombong dan tidak pernah membedakan orang lain dengan dirinya. Tentu saja itu mungkin, karena Dayana tumbuh dalam pengasuhan Zahra.Dayana kembali ke rumah dan mendapati rumah dalam keadaan kosong. Ya, tentu saja rumah kosong karena Gerald dan Zahra mungkin saja masih berada di kamar hotel itu sekarang. Sebenarnya, Dayana dan Gerald sudah merencanakan semua itu sejak awal. Hal itu karena hari ini adalah hari ulang tahun Zahra.Mereka berdua ingin memberikan sebuah kejutan spesial di hari ulang tahun Zahra. Akan tetapi, sebelum hadiah itu diberikan tentu saja harus ada sedikit drama yang akan membuat Zahra marah dan kesal. Bahkan, semua itu sudah di luar prediksi Gerald dan Dayana karena Zahra ternyata
“Aku hanya bertanya, Bibi. Kenapa kau tampak cemas?” tanya Brian justru membuat Merlyn kembali tegang dan gugup.“Ah ... ti-tidak. Aku pikir kau sedang mencurigai aku dalam sesuatu hal,” jawab Merlyn dan kemudian membuka sepatu Brian. Menggantinya dengan sendal rumah yang tampak lucu dan membuat kening pria itu mengernyit heran.“Mencurigai apa? Dan ... siapa yang mengganti sendal rumah menjadi seperti ini?” tanya Brian dengan suara tegas.“Itu ... Nyonya Muda yang sudah mengganti semuanya.”“Maksudmu Naomi?”“Benar, Tuan Muda. Kemarin dia pergi berbelanja dengan Nona Muda dan pulang dengan banyak barang belanjaan. Aku pikir dia sudah menghabiskan cukup banyak uangmu, Tuan.”“Aku tahu karena itu masuk ke dalam ponselku. Biarkan saja dia berbelanja sesukanya, dan aku yakin itu semua adalah atas dorongan Queen.” Brian berkata dengan menyunggingkan senyum.“Kalau tidak ada lagi, aku akan kembali ke dapur untuk memeriksa para pekerja di sana, Tuan. Anda bisa memanggilku saat butuh sesuatu
Naomi merasakan hembusan napas Brian yang berat dan hangat di punggungnya. Wanita itu tidak berani bergerak sedikit pun karena takut jika Brian terganggu dan marah. Dia sungguh tidak ingin Brian melakukan yang lebih lagi.Jantungnya berdegup sangat kencang saat ini. Tangan Brian yang kekar begitu erat memeluk perutnya. Brian sudah tertidur dan Naomi mendengar dengkuran halus dari mulutnya. Itu tidak membuat Naomi ilfeel sama sekali. Justru, Naomi menganggap bahwa Brian sangat jantan dengan suara dengkurannya itu.“Ya Tuhan. Kapan aku bisa lepas dari pelukannya? Tubuhku rasanya kram sekali,” batin Naomi mengeluhka keadaannya saat ini.“Apa yang terjadi sekarang? Kau lelah?” tanya Brian seolah mendengar suara hati Naomi.Wanita itu jelas terkejut dan tercengang, hingga dengan cepat melepaskan tangan Brian dari tubuhnya. Naomi beringsut dan menatap Brian dengan heran. Matanya berkedip kedip seperti masih tidak percaya mendengar pertanyaan lelaki itu.“Apa yang baru saja kau katakan? Apa
“Apa maksudmu dengan aku menjebakmu? Dasar gadis tidak waras,” gumam Brian dan kemudian keluar dari kamarnya seraya tersenyum manis.Langka. Itu lah hal yang seharusnya diberikan saat ada yang melihat Brian tersenyum dengan manis seperti itu. Brian selalu memasang wajah dingin dan tak bersahabat pada semua orang selama ini. Hanya semenjak kehadiran Naomi, sepertinya bibir Brian sangat mudah tertarik dan membentuk sebuah senyuman.“Ke mana lagi dia malam-malam begini? Bukan kah ini waktunya tidur?” tanya Naomi yang menyadari bahwa Brian keluar dari kamar tidur.“Ya Tuhan ... apa yang terjadi padaku tadi? Kenapa aku begitu memalukan? Dia pasti senang karena sudah berhasil mengerjaiku seperti itu. Kenapa saat di dekatnya aku seperti terkena hipnotis? Aku tidak bisa melawan dan aku justru mendekat kepadanya. Seolah dia seperti sebuah magnet yang terus membuatku ingin menempel padanya,” gerutu Naomi yang tak habis pikir dengan semua keadaan yang membuatnya bingung dan hampir gila itu.Baga
Benar saja dugaan King bahwa yang datang itu adalah ibunya – Auriel. Awalnya Auriel sangat terkejut karena ada Brian di dalam kamar anaknya. Apalagi, saat ini kondisi King dalam keadaan sadar. Tidak seperti biasa yang mana dia berpura-pura koma.“Ada apa di sini, Nak?” tanya Auriel kepada King dengan heran.“Tidak ada apa-apa, Bibi. Aku dan King hanya mengobrol sedikit.” Brian mengambil jawaban sebelum King membuka suara.“Jadi, kau sudah tahu kalau King ....”“Ya, Bibi. Aku sudah tahu dan itu tidak masalah bagiku. Aku percaya pada keputusan dan rencanya. Semoga secepatnya semua ini bisa terungkap dan aku sendiri yang akan memberikan hukuman itu dengan kedua tanganku.”“Jangan bicara seperti itu, Kak. Aku takut ... takut kalau kau tidak akan bisa melakukannya. Serahkan saja semuanya padaku dan tetap lah dengan urusan atau pekerjaanmu, Kak. Jangan hiraukan masalah ini, kumohon.” King berkata dengan nada serius dan tampak sangat meminta pengertian dari Brian.Brian tidak mengerti apa at