Usai salat magrib, Ayana bertekad bulat untuk bicara dengan ayahnya. Ia pun memberanikan diri menghampiri ayahnya yang tengah duduk di ruang tengah sambil menonton televisi bersama istrinya. Jantungnya terasa berdegup kencang lantaran ini pertama kalinya ia membantah sang ayah.
“Yah ...,” panggil Ayana lembut memulai pembuka kata usai duduk bersimpuh di atas lantai yang ada di hadapan sang ayah yang duduk di atas kursi.
“Iya? Ada apa, Ay?” sahut Pak Cahyo seraya menatap Ayana.
“Mm ... aku nggak mau nikah sekarang, Yah. Nggak apa-apa aku nggak kuliah dulu. Habis kelulusan nanti biar aku langsung nyari kerja aja. Jadi, tahun depan aku bisa bayar kuliahku dari hasil keringatku sendiri. Boleh ‘kan, Yah?” ucap Ayana seraya menatap ayahnya dengan tatapan memelas. Ia sangat berharap ayahnya bisa berubah pikiran.
“Nggak bisa, Ay. Ayah sudah terlanjur bicara sama Pak Budi kalau akan menikahkan kamu sama Kenzo. Ayah jamin, kamu nggak akan menyesal nikah sama dia,” balas Pak Cahyo. Ia tidak bisa membatalkan rencana yang sudah dibicarakannya dengan Pak Budi. Mau ditaruh di mana mukanya nanti kalau jadi orang plin-plan.
“Minggu besok, Pak Budi dan keluarganya akan datang ke rumah kita untuk melamar kamu. Kamu anak Ayah satu-satunya, Ay. Ayah akan selalu memilihkan yang terbaik buat kamu,” imbuh Pak Cahyo.
“Tapi, aku nggak kenal sama anaknya Pak Budi, Yah ...,” sanggah Ayana. Ia tetap bersikeras tidak mau menikah. Apalagi dengan laki-laki yang tidak dikenalnya.
“Kamu nggak usah khawatir, Ay. Ayah tahu dan kenal Kenzo. Dulu dia pernah jadi murid Ayah. Dia anak yang baik dan pintar. Saat sekolah dulu dia selalu berprestasi. Tidak diragukan lagi kecerdasannya. Dan sekarang dia menjadi dosen di dua universitas di Malang. Kurang apa coba?” puji Pak Cahyo pada calon menantunya.
“Ya udah, terserah Ayah aja,” pungkas Ayana pasrah lalu bangkit dari duduknya dan masuk ke dalam kamar dengan lemas. Matanya terasa panas. Dadanya pun terasa sesak. Tidak berselang lama air mata meluruh dari pelupuk matanya.
Ayana tahu, mengerti, dan paham. Ayahnya melakukan semua ini demi kebaikan dirinya. Karena ia anak perempuan dan anak satu-satunya di rumah ini, wajar saja ayahnya mengekang dan mengkhawatirkannya.
Ayana pasrah dengan keputusan ayahnya karena ia tidak mau melawan dan menjadi anak durhaka. Apalagi ia seorang anak perempuan. Ia juga tidak mau macam-macam yang bisa mencoreng nama baik keluarga. Bisa saja ia kabur untuk menghindari perjodohan ini. Namun, itu tidak akan pernah ia lakukan karena takut ayahnya menanggung malu karena ulah bodohnya.
“Yah ..., semoga setelah aku menikah nanti, Ayah sudah nggak akan ngatur-ngatur kehidupanku lagi. Aku ingin bebas dari kekangan Ayah. Aku ingin mengambil keputusan sendiri dan melakukan apapun seperti yang aku mau, Yah,” keluh Ayana sambil memeluk bantalnya.
*
Hari Minggu pun akhirnya tiba. Pukul satu siang rombongan keluarga Pak Budi datang. Pak Cahyo menyambut dengan sangat gembira.
Acara lamaran ini diadakan dengan acara kecil-kecilan saja. Hanya dihadiri keluarga inti dan para tetua. Kebetulan kakek Kenzo bisa menghitung hari dan mencari hari yang baik untuk melangsungkan pernikahan Kenzo dan Ayana.
Namun, hari baik dari yang terbaik pun jatuh pada bulan depan. Tepatnya dua puluh satu hari ke depan.
“Apa nggak ada hari lain, Pak? Ini terlalu dekat harinya. Kita butuh banyak persiapan untuk melangsungkan pernikahan mereka,” ujar Pak Budi pada bapaknya.
“Nggak ada. Ini hari yang sangat bagus untuk melangsungkan pernikahan mereka. Nggak perlu acara yang mewah. Yang penting sah saja dulu,” balas Pak Karyo, kakek Kenzo dengan mantap.
BAB 129“Kalau aku hamil gimana?” gumam Ayana pada dirinya sendiri sembari memegang perutnya. Air matanya pun semakin deras kala mengingat Kenzo memasuki bagian inti tubuhnya dengan paksa tanpa pengaman.Tiba-tiba Ayana merasa ingin buang air kecil. Ia beranjak bangkit dan hendak menurunkan kakinya. Namun, ia pun tersentak kaget saat merasa pangkal pahanya seperti ada jarum yang menusuk. Rasanya begitu sakit dan perih.“Ya Allah … sakit banget ssshhh,” desis Ayana dengan mengatupkan kedua pahanya dengan rapat.‘Apa rasanya memang sesakit ini? Kalau memang sakit, tapi kenapa banyak anak SMP dan SMA yang sudah melakukannya dan bahkan sampai hamil,’ gumam Ayana dalam hati. Ia tidak habis pikir bagaimana bisa anak-anak itu melakukannya dengan sang pacar.Ayana pun berusaha berdiri. Dan ketika akan melangkahkan kakinya, ia mengurungkan niat itu lalu berjongkok di samping tempat tidur. Tiba-tiba ia merasakan ada lelehan hangat yang keluar dari lubang intinya. Tangannya pun bergerak ke sana
Ayana sering merengek dan menangis seperti ini yang membuat Kenzo selalu luluh. Karena Kenzo sudah hafal dan terbiasa dengan Ayana yang merengek seperti ini, ia pun menjadi tidak mudah luluh sekarang.Bagi Kenzo, ia sudah cukup sabar menghadapi Ayana selama empat bulan ini. Sudah saatnya ia mendapatkan hak sebagai suami. Apalagi Ayana selalu mengancam meminta cerai yang membuat Kenzo semakin geram dan marah.Kenzo bukannya melepaskan tubuh Ayana, tapi malah mengangkat tubuh itu dan menurunkannya di atas tempat tidur.“Mas! Eling, Mas! Aku Ayana, istrimu!” seru Ayana seraya bergerak mundur sampai mentok di ujung tepat tidur. Ia mengira Kenzo sedang kesurupan. Biasanya Kenzo tidak pernah seperti ini sebelumnya.Kenzo tersenyum sinis seraya menatap Ayana.“Justru karena aku masih ingat kalau kamu istriku, makanya aku melakukan ini. Seharusnya yang harus eling itu kamu, Ay. Apa kamu lupa kalau aku ini suami kamu? Kita sudah menikah loh,” balas Kenzo seraya naik ke atas tempat tidur lalu b
Kenzo bukannya melepas Ayana, tapi malah menariknya ke belakang menuju ranjang. Ayana pun semakin memberontak agar bisa terlepas dari dekapan Kenzo.Sesampainya di ranjang, Kenzo membaringkan tubuh Ayana dengan lembut tapi tegas lalu menungging di atas tubuh Ayana. Ia menahan kedua tangan Ayana di samping kepalanya karena Ayana terus memberontak.Tiba-tiba jantung Ayana berdegup sangat kencang. Ia merasa panik dan khawatir. Napasnya tampak memburu yang ditandai dengan dadanya yang naik turun. Saat ini bagian atas tubuhnya hanya memakai bra dan celana panjang di bagian bawah. Ia menatap Kenzo yang kini ada di atas tubuhnya.“Kamu mau apa, Mas? lepaskan aku,” lirih Ayana seraya berusaha melepaskan tangannya yang dikunci Kenzo di samping kepalanya.Kenzo tidak menjawab pertanyaan Ayana. Setelah diam sesaat, ia pun memajukan wajahnya ke wajah Ayana. Kemudian ia menempelkan bibirnya di bibir Ayana dan memejamkan matanya. Ia tidak ingin melihat Ayana yang melotot padanya dan berusaha member
“Ay …, jangan gitu dong! Aku nggak mau pisah sama kamu, Ay …,” lirih Kenzo dengan sedih. Ia menelan salivanya dengan susah payah. Tenggorokannya terasa tercekat. Matanya pun berkaca-kaca karena merasa sedih mendengar ucapan Ayana yang dengan mudahnya mengatakan kata cerai.Kenzo kembali meraih tangan Ayana. Namun, Ayana tidak mau disentuh Kenzo sedikitpun.“Jangan sentuh aku! Balik saja sama mantan kamu sana, Mas! Jangan perdulikan aku lagi!” seru Ayana dengan menangis tersedu-sedu. Wajahnya sudah basah oleh air mata.Bibir Kenzo terkatup rapat dengan sedikit bergetar. Hatinya terasa sakit mendengar setiap kata-kata yang meluncur dari bibir Ayana. Tangannya terkepal kuat, tapi tidak bisa berbuat apa-apa.*Sesampainya di kantor polisi, Ayana berjalan di belakang sedikit menjauh dari Kenzo. Ia tidak mau berjalan bersama dengan Kenzo. Ia masih marah dan sebal pada Kenzo. Saat berjalan, bibirnya terus cemberut.Kenzo pun pasrah dengan apa yang dilakukan Ayana. Ia ingin segera menyelesaik
“Ada di laci dashboard,” jawab Kenzo santai lalu melajukan mobilnya meninggalkan parkiran dosen.Ayana membuka laci dashboard yang ada di hadapannya. Tiba-tiba ada bungkusan kresek yang jatuh dari dashboard itu lalu mendarat di kakinya. Ia pun memungut bungkusan kresek itu lalu membolak-baliknya untuk melihat isinya karena kresek itu berwarna putih transparan.“Apa ini, Mas?” tanya Ayana seraya mengerutkan keningnya. Kemudian ia membuka bungkusan kresek itu dan melihat banyak kondom dengan berbagai macam merk.Karena sedang nyetir, Kenzo tidak berani lengah dan tetap fokus menatap ke depan.“Apa, Ay?” tanya Kenzo seraya menoleh sekilas pada Ayana.Wajah Ayana tampak pias. Dadanya terasa meradang panas. Meskipun ia gadis polos, tapi ia tahu benda yang disebut kondom itu untuk apa. Ia pun teringat kata-kata Yesi dan Mona waktu itu yang memberitahunya kalau Kenzo membeli kondom satu kresek. Tadinya ia tidak percaya, tapi saat ini benda itu ada di tangannya. Buat apa Kenzo membeli kondom
BAB 123Namun, Kenzo tidak mau melepaskannya. Ia malah memeluk Ayana semakin erat di dadanya. Dadanya pun terasa basah dan hangat. Ayana menggunakan piamanya untuk mengelap air matanya.“Karena ternyata istriku nggak baik sama aku. Istriku itu nggak perhatian sama aku. Aku nggak pernah diperdulikan. Semuanya aku serba sendiri kayak jomlo, padahal aku punya istri di rumah. Aku nggak pernah diservis kayak suami orang-orang di luar sana. Jangankan diservis, dipijat aja nggak pernah,” papar Kenzo semakin menguji Ayana.Ayana mendongakkan kepalanya menatap Kenzo yang ada di atas kepalanya.“Aku kemarin kan sudah mau, Mas. Tapi, kamu malah menolakku. Kamu nggak tahu betapa malunya aku memakai lingerie itu buat kamu. Udah nahan malu, nggak dihiraukan lagi,” ujar Ayana seraya memberontak lalu berbalik badan membelakangi Kenzo. Ia benar-benar malu jika mengingat kejadian tadi malam.“Jadi, kamu beneran mau balikan sama mantan kamu itu, Mas? Terus aku gimana? Aku nggak mau dipoligami. Kalau kam