Share

BAB 5

Author: Sifa Syafii
last update Huling Na-update: 2023-03-25 10:24:06

Pulang sekolah, Ayana segera berganti pakaian lalu duduk di teras rumah menunggu kepulangan ayahnya. Ia sudah tidak sabar ingin segera mendengar syarat dari sang ayah.

Lima menit kemudian terdengar suara motor matic Honda Vario Pak Cahyo yang melaju semakin mendekat ke arah rumah. Ayana pun semakin tidak sabar menunggu ayahnya sampai di rumah. Ia segera berdiri untuk menyambut kedatangan ayahnya.

“Assalamu’alaikum ...,” ucap Pak Cahyo lalu memarkirkan motornya.

“Wa’alaikum salam, Yah ...,” balas Ayana senang. Ia tetap berdiri menunggu ayahnya memberitahu syarat yang akan diberikan padanya.

“Kamu kenapa?” tanya Pak Cahyo saat melihat Ayana begitu tampak ceria.

“Mm ... anu ... aku mau tanya, syarat apa yang akan Ayah berikan padaku?” tanya Ayana tanpa basa-basi dengan tidak sabar.

Pak Cahyo menatap wajah Ayana lalu berkata, “Menikah.”

Tiba-tiba mata Ayana membelalak. Senyum yang sedari tadi menghiasi wajahnya seketika pudar. Ia terkejut mendengar syarat yang diberikan sang ayah.

“Menikah? Yang benar saja, Yah? Selama ini Ayah melarang aku pacaran. Dan sekarang tiba-tiba Ayah menyuruhku menikah. Aku harus nikah sama siapa, Yah? Pacar pun aku nggak punya!” cerocos Ayana seraya mengekor di belakang ayahnya yang berjalan masuk ke dalam rumah.

“Ayah sudah ada calonnya. Jadi, kamu cukup mempersiapkan diri saja. Yang penting bisa kuliah toh?” ucap Pak Cahyo dengan entengnya lalu masuk ke dalam kamarnya.

Ayana mengentakkan kakinya ke lantai dengan kasar. Ia kesal terhadap ayahnya yang mengambil keputusan sendiri tanpa berdiskusi dengannya terlebih dahulu. Dan sekarang ayahnya malah pergi meninggalkannya sebelum dia sempat mengutarakan protesnya.

“Siapa laki-laki yang akan dijodohkan denganku? Apa dia mengenalku?” gumam Ayana mencoba menerka laki-laki yang akan menjadi calon suaminya.

Dengan bibir monyong lima centimeter, Ayana pun pergi masuk ke dalam kamarnya. Ia akan berpikir keras mencari cara agar bisa kuliah tanpa harus menikah.

*

Keesokan harinya

Ketiga sahabat Ayana sudah menunggu Ayana di depan pintu masuk kelas. Mereka sudah tidak sabar ingin mendengar syarat apa yang diberikan Pak Cahyo pada Ayana. Karena dari mereka berempat, hanya Ayana yang paling ruwet diajak kuliah ke Yogyakarta.

“Gimana, Ay? Sudah dikasih tahu syaratnya sama Ayah kamu?” tanya Wulan.

Ayana menatap ketiga sahabatnya dengan sendu. Kemudian ia mengeluyur masuk ke dalam kelas melewati ketiga sahabatnya. Ketiga sahabatnya pun mengekor di belakangnya.

“Udah lah. Kalian kuliah aja sana. Nggak usah pedulikan aku,” ucap Ayana dengan bibir cemberut. Tidak lama kemudian air mata menggenang di pelupuk matanya. Ia pun menyembunyikan wajahnya ke dalam kedua tangannya yang dilipat di atas meja.

“Kamu kenapa, Ay?” tanya Rara lalu duduk di samping Ayana dan membelai punggungnya.

“Kayaknya aku nggak akan pernah bisa kuliah, Guys. Syarat dari Ayahku sangat berat. Masa aku disuruh nikah?” ujar Ayana usai mengangkat kepalanya. Terlihat air mata mengalir dari pelupuk matanya.

“Nikah? Sama siapa?” sahut Mala terkejut.

“Nggak tahu. Aku belum protes, Ayah sudah pergi masuk kamar. Bantuin aku, Guys ...,” balas Ayana sambil menatap ketiga sahabatnya bergantian. Wajahnya tampak muram dan putus asa.

“Bantuin gimana? Gantiin kamu nikah gitu?” sahut Wulan.

“Ciye yang kebelet nikah,” goda Mala pada Wulan.

“Nggak gitu, Mala. Lah kalo syarat dari Ayahnya Ayana harus nikah, kita-kita bisa apa? Yang jelas hanya bisa mendoakan semoga sakinah mawaddah dan warohmah. Betul nggak?” sahut Wulan sambil menatap Rara dan Mala.

“Aku tahu kalau kalian nggak bakal bisa bantu aku kali ini. Mungkin aku akan kerja dulu setelah lulus nanti. Biar bisa bayar kuliah sendiri dan nggak minta uang Ayah lagi,” pungkas Ayana pasrah. Ia sudah memikirkan hal ini semalaman.

“Nah, ide bagus itu, Ay. Aku setuju banget,” ucap Rara dengan tersenyum meskipun dalam hati agak sedikit kecewa karena Ayana tidak bisa kuliah bersamanya kali ini.

Mala dan Wulan pun sependapat dengan keputusan yang diambil Ayana.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Menjadi Istri Pak Dosen   BAB 141-142

    BAB 141Ayana yang mendengar suara Kenzo pun bergegas memegang ujung jaketnya lalu merapatkan di depan dada dengan mata terpejam.Setelah angin mereda, semua mata orang yang ada di meja itu menatap ke arah Kenzo, kecuali Ayana. Ayana sudah terbiasa menatap Kenzo setiap hari, bahkan hampir lima belas jam. Jadi, ia tidak merasa ada yang aneh dan perlu diperhatikan pada diri dan ucapan Kenzo.“Pak Kenzo, perhatian banget sama Ayana?” celetuk Arif.Di meja itu ada beberapa mahasiswi, tapi kenapa yang diperhatikan hanya Ayana? Bahkan Kenzo memanggil Ayana seperti sudah akrab, tidak ada kecanggungan sedikit pun.Kenzo bingung harus menjawab apa. Tadi ia reflek karena khawatir leher Ayana terekspose. Bagaimana pun angin tadi cukup kencang. Ia juga harus menjaga istrinya agar tidak kenapa-kenapa.“Perasaan kamu aja mungkin,” balas Kenzo enteng sambil menyembunyikan kegugupannya.Ayana yang dibicarakan tentu saja pura-pura tidak sedekat itu dengan Kenzo. Bergegas ia bangkit seraya berkata, “Ak

  • Menjadi Istri Pak Dosen   BAB 140

    Ayana dan ketiga temannya duduk di seberang Arif dan kawan-kawannya.“Halo, Pacarku …,” sapa Arif menggoda Ayana dengan suara rendah. Ia menatap Ayana yang tampak malu-malu.Seketika wajah Ayana memerah saat mendengar Arif mengakuinya sebagai pacar. Padahal ia ingat betul kalau mereka tidak pernah jadian.“Dia pacar kamu?” tanya Yoga tidak percaya. Matanya sempat membelalak saat mendengar Arif mengatakan Ayana adalah pacarnya.“Waktu ospek dia nembak aku. Iya kan, Ay?” balas Arif seraya menatap Ayana. Sudut bibirnya tampak sedikit terangkat tersenyum samar.Ayana hanya bisa membelalakkan matanya dan bibirnya sedikit mengangah mendengar ucapan Arif. Jantungnya berdegup kencang.‘Apa Kak Arif menyukaiku?’ gumam Ayana dalam hati. Mana berani dia menanyakannya langsung di depan orangnya. Mario mendengarkan perbincangan mereka sambil menatap Ayana dengan serius. Ia diam-diam membaca ekspresi wajah Ayana dalam diam.Mona, Yesi, dan Mery juga tampak terkejut mendengar ucapan Arif. Mereka ju

  • Menjadi Istri Pak Dosen   BAB 139

    “Enggak. Aku beneran sibuk. Hari Minggu aja gimana? Aku usahakan deh. Aku lihat jadwalku dulu,” balas Kenzo dengan santai.Biasanya Kenzo dan Ayana hanya bersantai di rumah saat hari Minggu. Mereka lebih memilih beres-beres rumah atau mengerjakan tugas daripada jalan-jalan di luar. Sudah bisa dipastikan semua tempat baik mal maupun tempat wisata penuh di hari Minggu. Karena itu ia akan pergi ke tempat gym bersama Adnan di hari itu. Meninggalkan Ayana dua atau tiga jam ia rasa tidak masalah.“Oke kalau gitu. Aku tunggu kabar secepatnya,” balas Adnan seraya beranjak bangkit lalu keluar dari ruangan Kenzo.Setelah Adnan keluar, Kenzo melirik jam di pergelangan tangannya. Karena sudah waktunya makan siang, ia pun bergegas pergi ke Universitas Gardenia. Ia lebih suka makan siang di sana karena menunya lebih beragam dan bisa melihat Ayana juga.*Sabrina masuk ke kantin dengan napas terengah-engah. Di sebuah meja, Lely sudah menunggunya sambil menyeruput es teh yang sangat menyegarkan tengg

  • Menjadi Istri Pak Dosen   BAB 137-138

    BAB 137Setelah menurunkan Ayana di Universitas Gardenia Malang, Kenzo melajukan mobilnya menuju Universitas Magnolia Malang. Ia ada jam mengajar jam pertama hingga jam ke empat di sana.Setelah turun dari mobil, Kenzo bergegas masuk ke dalam kelas karena ia sudah hampir terlambat. Ia sempat terkena macet dan beberapa lampu merah di tengah jalan.“Selamat pagi semua …,” sapa Kenzo seraya berjalan dengan sedikit cepat menuju meja yang ada di depan kelas. Tubuhnya berjalan dengan tegap sambil menggendong tas ransel di punggungnya. Kemeja berwarna hijau sage membungkus tubuhnya. Lengannya dilipat di bawah siku. Celana hitam membungkus kaki panjangnya.“Selamat pagi, Pak …,” sahut para mahasiswa yang ada di ruangan itu hampir serentak.Kenzo menurunkan tas ranselnya lalu mengeluarkan laptopnya. Semua mahasiswa menunggunya dengan sabar.“Ada yang beda nggak sih dengan Pak Kenzo?” celetuk Sabrina dengan berbisik pada Lely yang ada di sampingnya. Ia berbicara sambil menutupi mulutnya agar ti

  • Menjadi Istri Pak Dosen   BAB 136

    Kenzo tampak termenung sejenak. Kemudian ia berkata, “Coba aku lihat?” sambil menyingkap selimut.Ayana membelalakkan matanya. Kenzo benar-benar tidak tahu malu.“Mas Kenzo mau ngapain?” Seketika Ayana panik. Tangan Kenzo sudah memegang ujung daster midinya dan hendak menyingkapnya. Buru-buru Ayana duduk dan menahan tangan Kenzo. Rasa tertusuk jarum kembali menjalar di area pangkal pahanya.“Mau lihat. Apa terluka lagi? Padahal aku melakukannya lebih pelan dari waktu itu. Apa kamu mau cek ke dokter?” ujar Kenzo menawari. Ia juga kasihan pada Ayana kalau terus kesakitan. Apalagi Ayana masih muda. Usianya belum genap 19 tahun.Membayangkan dokter memeriksa bagian intim tubuhnya, seketika wajah Ayana memerah. Ia akan lebih malu kalau orang lain melihat barang miliknya, apalagi kalau dokternya laki-laki.“Nggak usah. Aku akan kuliah hari ini,” ujar Ayana akhirnya terpaksa masuk kuliah daripada harus diperiksakan ke dokter.Kenzo tersenyum dan membelai rambut Ayana. Kemudian ia beranjak ba

  • Menjadi Istri Pak Dosen   BAB 135

    Ayana bergegas mandi dengan benar agar cepat selesai. Ia ingin lanjut tidur lagi usai salat subuh nanti.Kenzo keluar rumah untuk berbelanja. Biasanya ia akan jalan kaki langsung menuju tukang sayur keliling yang biasanya berjualan di komplek perumahannya. Namun, kali ini ia tidak melakukan itu. Ia akan lari keliling komplek dua putaran terlebih dahulu baru berbelanja.Kenzo berlari ke arah tukang sayur lalu mengurangi kecepatan larinya ketika sudah dekat dengan tukang sayur. Orang-orang yang melihat, mengira Kenzo akan berbelanja seperti biasanya. Namun, saat sudah dekat, Kenzo hanya menyapa dengan tersenyum cerah.“Selamat pagi, Ibu … Ibu …,” sapa Kenzo.“Pagi …, Mas Kenzo …,” balas beberapa ibu-ibu yang sering berbelanja bareng bersama Kenzo.“Nggak belanja, Mas Kenzo?” celetuk Bu Heni.“Nanti saja, Bu. Saya mau lari dulu,” sahut Kenzo lalu melanjutkan larinya.Setelah lari komplek dua putaran, Kenzo kembali ke tukang sayur untuk berbelanja. Napasnya tampak ngos-ngosan usai berlari

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status