Share

Poin-Poin Dari Jihan

Setelah pekerjaannya selesai, Jihan pergi menuju rumah sakit. Namun tiba-tiba sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya, di mana Calista mengajaknya ketemuan di sebuah Cafe.

Wanita itu pun langsung melaju menaiki ojek online menuju cafe, di mana Calista dan juga Fadli sudah menunggunya. Dan dia sangat tahu jika pasti Calista akan setuju dengan ucapannya.

'Aku tahu mungkin aku seperti wanita rendahan yang menikah dengan kakak iparku sendiri. Tapi aku tidak mempunyai pilihan lain. Daripada Kak Calista mencabut semua dana untuk kesembuhan Ibu, lebih baik aku berkorban. Maafkan Jihan, Bu. Jihan harus melakukan ini demi kesehatan ibu.' batin Jihan sambil menatap jalanan yang ramai.

Sesampainya di cafe, wanita itu langsung masuk berjalan menuju meja, di mana Calista dan Fadli sudah duduk menunggu dirinya.

"Maaf jika aku lama," ucap Jihan sambil duduk di hadapan pasangan suami istri itu.

"Jihan, kami tidak ingin berbasa-basi. Mas Fadli sudah setuju akan menikahi kamu. Tapi ingat satu hal …" Calista menatap tajam ke arah Jihan, "Jangan pernah kamu berharap cinta darinya, karena cintanya Mas Fadli hanya untukku. Dan jangan pernah kamu menggodanya, semoga kamu memahami ini ya, Jihan.” Ucap Calista menegaskan kembali statusnya nanti.

Jihan hanya tersenyum, "Jangan khawatir. Aku tidak akan menggoda Mas Fadli dan aku juga tidak berharap cinta darinya. Sebab aku tahu dia sangat mencintaimu, Kak.” jawab Jihan dengan enteng, karena memang benar adanya, Mas Fadli begitu mencintai Calista, bahkan apa bila Calista meminta Mas Fadli untuk terjun dari atas Gedung pun, Jihan rasa Mas Fadli akan menurutinya.

“Kamu hanya perlu melahirkan satu orang anak, Jihan, setelah itu kamu bisa bebas pergi menjadi dirimu seniri.” Calista masih berusaha untuk membujuk Jihan.

Jihan hanya tersenyum getir, hatinya teriris saat mendengar kata alat. Dia mengganggukan kepalanya beberapa kali. "Baik, Kak, tapi aku mempunyai beberapa syarat."

"Apa itu?" tanya Calista dengan heran.

Kemudian Jihan mengeluarkan selembar kertas putih, di mana di sana terdapat beberapa syarat yang sudah ditulisnya, dan di bawahnya juga sudah ada materai penandatanganan Fadli dan Calista.

"Apa ini?" tanya Fadli.

"Itu syarat dari aku, kalian ingin anak bukan? Aku juga mempunyai beberapa keinginan, karena mencetak anak bukanlah hal yang mudah." jelas Jihan.

Kemudian Fadli meraih kertas putih tersebut dan dia membacanya bersama dengan sang istri. Di mana di sana ada beberapa poin yang sudah dituliskan oleh Jihan, diantaranya adalah harus membayarkan pengobatan Ibu Jihan sampai sembuh. Hanya itu syarat yang diberikan Jihan.

Setelah membaca syarat yang dituliskan oleh Jihan, kedua netra Calista menatap sendu ke arah sang adik. Sedangkan Jihan hanya diam sambil menundukkan wajahnya ke bawah.

Calista berpindah posisi tempat duduknya menjadi sebelah Jihan, “Baik, akan kami penuhi syaratmu ini, Jihan, tentu Kakak juga tidak akan abai dengan Ibumu yang sedang sakit, biar bagaimana pun, kamu adalah adikku, Jihan, walau kita berbeda darah, tapi aku tetap menyayangimu dan Ibumu.” Calista meraih tangan Jihan untuk digenggamnya.

“Terima kasih, Kak, satu hal lagi …” Jihan menggeser sedikit posisi duduknya menjadi menghadap ke arah Calista, “Aku harap, Kakak dan Mas Fadli tetap menyayangi anak yang aku lahirkan nantinya seperti anak kalian sendiri.” Tak terasa satu tetes air mata jatuh ke tangan Jihan, saat ini pikirannya kacau, harus menikah dengan Kakak Iparnya dan juga memiliki anak, itu bukanlah sesuatu yang mudah.

“Saya dan Calista sudah lama sekali mendambakan seorang anak, tentunya kami akan menyayangi anak tersebut.” Fadli menimpali perkataan Jihan.

Calista masih berusaha menenangkan Jihan, “Tentu, Jihan, kami yang seharusnya berterima kasih karena kamu ingin membantu Kakak dan Mas Fadli.” Calista memeluk Jihan yang masih sesenggukan.

Jihan merasa jika dia sudah masuk ke dalam air, kenapa tidak basah kuyup sekalian? Dia berpikir seperti itu, jadi tidak ada salahnya jika dia meminta prioritas pertama. Karena Jihan sedikit dan banyaknya tahu, wanita hamil pasti ingin selalu dekat dengan suaminya.

'Jika bukan karena ibu, aku tidak ingin merendahkan harga diri ini di hadapan Kak Calista ataupun Mas Fadli. Maafkan Jihan, Bu. Jihan terpaksa demi kesehatan ibu, karena Kak Calista begitu kejam sampai dia mengorbankan kita berdua.' batin Jihan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status