Tepat jam 19.00 malam, Jihan pergi ke alamat yang diberikan oleh Fadli, di mana ada sebuah rumah kontrakan yang sudah disewa oleh Fadli. Rumah itu memang tidak mewah, namun terlihat begitu nyaman.
Di dalamnya ada ruang tamu, dua kamar dan juga kamar mandi serta dapur. Jihan masuk ke dalamnya setelah diberitahu oleh Fadli bahwa kuncinya ia taruh di bawah keset di depan pintu."Apa aku bisa memulai kehidupanku dengan menjadi wanita simpanan?" gumam Jihan.Dia merasa bahwa dirinya adalah seorang wanita simpanan, di mana dia harus hamil anak kakak iparnya sendiri. Dan setelah wanita itu melahirkan, dia harus memberikan bayinya kepada Calista dan juga Fadli.'Ya Allah, semoga apa yang kulakukan ini adalah jalan yang benar. Karena semata-mata untuk kesembuhannya ibu,' batin Jihan sambil menatap sendu ke arah seisi rumah. ...........................Sementara di tempat lain, Calista baru saja sampai di rumah, dia diantarkan oleh Fadli. Namun terlihat wajah wanita itu murung, karena dia tahu jika malam ini akan menjadi malam pertama bagi Fadli dan juga adiknya."Kenapa wajah kamu murung seperti itu?" tanya Fadli sambil menangkup kedua pipi sang istri."Gimana aku nggak murung dan sedih? Malam ini kan, malam pertama kamu sama Jihan. Bagaimana mungkin aku tidak sakit hati, mengingat bagaimana suamiku memberi kepuasan pada wanita lain? Aaagh! Rasanya aku tidak rela tubuh ini dibagi dengannya!" Calista merenggut sambil memeluk tubuh kekar Fadli.Jauh di dalam lubuk hatinya, dia benar-benar tidak rela jika harus berbagi suami. Jika bukan karena kepentingannya untuk seorang bayi, tentu saja wanita mana yang akan mau merelakan suaminya untuk menikah dengan adiknya sendiri.Itu hal yang paling gila di dalam hidupnya, yang pernah ia rasakan dan pernah ia lakukan. Tetapi menyesal pun tiada guna, karena semua sudah terjadi."Jika kamu mau, aku tidak akan ke sana." Fadli mencoba menenangkan sang istri."Tidak. Kamu harus tetap ke sana sayang! Gimana bisa kita mempunyai anak, kalau kamu tidak menjamahnya? Lakukan saja, tapi ingat! Jangan pakai cinta ya. Karena aku tidak mau hati kamu terbagi untuk wanita lain. Hanya boleh aku seorang!" tekan Calista sambil menunjuk dada bidang milik Fadli."Tidak usah khawatir. Hatiku hanya untuk kamu, aku tidak akan pernah mencintainya, karena kamu sudah memilikiku seutuhnya."Setelah turun dari mobil, Calista melambaikan tangannya, sementara Fadli melajukan mobilnya Kembali keluar dari gerbang.'Aku harus sering menemui Jihan untuk mengingatkan, bahwa dia jangan sampai jatuh cinta pada suamiku.' batin Calista.Dia melangkah masuk ke dalam rumah, dan di sana ada Papa Zahid yang sedang meminum kopinya di ruang tamu. Tetapi dia tidak melihat keberadaan Mama Kirana."Fadli mau ke mana lagi?" tanya papa Zahid tanpa melihat ke arah Calista.Wanita itu tersentak kaget saat mendengar pertanyaan dari Papa mertuanya, di mana dia menanyakan kepergian Fadli.'Kok Papa Zahid tahu kalau Mas Fadli pergi lagi? Jangan-jangan, dia juga tahu tentang pernikahannya Mas Fadli dan juga jihan? Ah ... tidak mungkin! Kalau Papa Zahid tahu, dia pasti langsung marah. Tapi ini tidak,' batin Calista bertanya-tanya."Kenapa diam saja?" tanya papa Zahid kembali yang belum mendapatkan jawaban dari menantunya."I-itu Pah, katanya ada kerjaan penting yang harus dia selesaikan. Dan kemungkinan Mas tadi akan lembur di kantor," jawab Calista dengan sedikit gugup."Oh, lembur ya?" Papa Zahid bangkit dari duduknya, kemudian dia berlalu meninggalkan Calista.Entah kenapa beberapa hari ini sikapnya Papa Zahid begitu sangat berbeda terhadap Calista, tidak sehangat biasanya. Karena Papa Zahid termasuk mertua yang sayang menantu, tapi entah kenapa perlakuannya akhir-akhir ini membuat Calista bingung, di mana terkesan sangat dingin dan cuek.Namun Calista fikir, mungkin saja Papa Zahid bersikap seperti itu karena dia kecewa sebab Calista belum memberikannya seorang cucu.Sementara papa Zahid tersenyum miring, 'Kita lihat sampai kapan.'BERSAMBUNG.....Happy reading....Jihan melihat jika ada bahan masakan di kulkas kemudian dia berinisiatif untuk membuat nasi goreng, karena perutnya benar-benar sangat lapar.Saat wanita itu tengah mengaduk nasi goreng di wajan, tiba-tiba suara seseorang mengagetkannya, dan ternyata itu adalah Fadli."Mas, apa kamu sudah makan? Jika belum--""Tidak usah repot-repot, aku sudah makan. Aku hanya ingin memberitahukan kepadamu, tinggallah selayaknya di rumahmu sendiri. Dan aku akan memberikan uang bulanan seperti yang kau mau. Tapi satu hal! Jangan pernah berharap cinta dariku! Jangan pernah memberikan perhatian, dan ingat, kamu di sini hanyalah alat untuk memberikanku anak bersama dengan Calista, paham!"Rasa sakit seketika menyeruak di dalam hati wanita berhijab itu, di mana saat ini Fadli sudah bergelar menjadi suaminya. Akan tetapi ucapan pria itu begitu menohok."Iya aku tahu kok, seperti dalam perjanjian kita, hanya untuk anak, bukan? Kamu hanya miliknya Kak Calista, aku juga tidak akan berharap,"
Happy reading...."Woow! Sekarang kau menjadi Nyonya Fadli juga rupanya. Enak ya tinggal di sini, nggak usah kerja, hidup di biayai oleh Mas Fadli!" sindir Calista.Ternyata yang datang adalah Calista, wanita itu berjalan dengan tatapan sinis ke arah JihanmEntah kenapa semenjak Jihan menjadi istri kedua dan menjadi madunya, Calista merasa tak suka saat melihat adiknya. Padahal sebelum Jihan menjadi istri kedua Fadli, Calista begitu menyayangi wanita tersebut."Apa Kakak lupa siapa yang turut andil untuk menjadikan ku istri kedua mas Fadli? Kan kakak sendiri yang membuka gerbang dan mempersilahkan ku masuk," jawab Jihan sambil mencuci piring.Calista tidak terima dengan ucapan Jihan yang terkesan begitu lantang dan melawan dirinya, kemudian dia mencengkram lengan wanita itu menariknya dengan paksa."Jangan sok ya, kamu jadi perempuan! Kamu itu di sini hanya madu. Hanya alat untuk mencetak orang anak. Jadi jangan pernah sombong! Jangan pernah melawanku, paham!" gertak Calista dengan ta
"Kok bisa sih lo nikah sama kakak ipar lo sendiri?" Zahra berkata dengan mata yang masih membulat kaget. "Lo sama Calista kan adek kakak?""Bukan kandung," jawab Jihan dengan wajah sendunya."Oke ... oke, gue tau. Tapi kenapa bisa dia minta lo nikahin suaminya? Gila sih menurut gue, macam novel yang gue baca aja." Zahra mengusap wajahnya dengan kasar.Kemudian Jihan pun menjelaskan kepada Zahra kenapa sampai Calista memintanya untuk menikah dengan Fadli, sebab wanita itu kecelakaan, sementara mertuanya tidak mengetahui tentang kecelakaan tersebut, dan rahim Calista harus diangkat dan dia sudah tidak bisa mengandung lagi.Dia hanya bisa pasrah, terlebih saat ini yang membiayai kuliahnya dan juga pengobatan ibunya adalah Calista dan Fadli, sementara biaya itu sangat mahal."Tunggu deh! Jadi lo melakukan ini demi Ibu loh, begitu?""Iya, mau bagaimana lagi? gue nggak punya pilihan lain," jawab Jihan sambil menundukkan kepalanya.Zahra langsung memeluk tubuh sahabatnya, dia tidak bisa memb
Pagi hari Jihan menyiapkan makanan untuknya sendiri. Dia mencoba sesantai mungkin menikmati hidupnya.Tiba-tiba saja, ada suara cempreng seseorang yang mengagetkannya."Good morning my bestie!" seru Zahra saat masuk ke ruang makan."Good morning," jawab Jihan sambil tersenyum."Wah! Lo mau masak apa?""Mau masak nasi goreng seafood sama ayam goreng.""Ya udah, kalau gitu gue bantuin ya?"Zahra pun mengupas bawang dan juga bumbu yang lainnya, sementara Jihan menyiapkan nasi dan juga ayam, kemudian dia mengungkep ayam tersebut untuk digoreng."Oh iya, nanti siang lo ikut kan halal bihalal di kampus, kan?" Zahra menatap ke arah sahabatnya yang sedang mengaduk ayam di wajan."Insya Allah gue hadir kok. Lagian nggak enak juga kan kalau gue nggak hadir," jawab Jihan, sebab dia adalah salah satu panitia di sana."Syukur alhamdulillah, dan lo tau nggak ada kabar yang mengejutkan juga?""Apa itu?" Jihan melirik dari ekor matanya."Katanya, Pak Afgan juga mau datang ke sana.""Buat apaan?" kage
Happy reading...."Wow! Wow! Hebat sekali ya, pagi-pagi sedang sarapan. Hidup enak tanpa harus memikirkan tentang susahnya hidup? Tidak heran sih, kamu juga pasti memanfaatkan kesempatan ini agar bisa hidup enak kan?" sindir Calista sambil duduk di salah satu kursi yang ada di meja makan, sambil menatap sinis sekarang Jihan.Mendengar perkataan dari kakaknya sekaligus madunya, Jihan meneguk air putih, kemudian dia mengelap mulutnya dengan tisu.Sebenarnya Jihan merasa hubungannya dan juga Calista merenggang saat mereka menjadi madu, akan tetapi mau bagaimana lagi? Itu semua permintaannya Calista, jadi di sini Jihan tidak bisa disalahkan karena bukan kemauan dirinya."Kenapa Kakak berbicara seperti itu?""Memangnya apa yang ku bicarakan salah ya? Bukannya itu benar? Kamu menikah dengan Mas Fadli karena memanfaatkannya juga bukan? Sudahlah, jangan munafik! Wanita berhijab itu nyatanya banyak kok yang munafik. Dan gara-gara kamu! Mas Fadli tidak pulang ke rumah semalaman. Oh, atau jangan
Zahra menganga, begitu pula dengan Jihan. Dia tidak menyangka jika Calista bisa sejahat itu. "Lo nggak papa?" tanya Jihan kepada sahabatnya."Nggak papa, cuma baju gue aja basah sama jilbab," jawab Zahra sambil membersihkan air di jilbabnya.Jihan menggeser kursi, kemudian dia mendekat ke arah Calista."Maksud Kakak apa sih datang ke sini marah-marah, menuduh aku yang tidak-tidak, hanya untuk membuat keributan? Kalau kakak ke sini hanya untuk melakukan itu, lebih baik pergi Kak! Aku juga mau ke kampus sekalian mau ke rumah sakit. Dan jangan pernah Kakak menuduhku menghasut Mas Fadli untuk pergi ke sini! Apa Kakak lupa, bahwa Kakak yang meminta aku untuk menikahi Mas Fadli, sebab Kakak tidak bisa hamil? Lupa!" tekan Jihan yang sudah capek dan Jengah dengan sikap sang kakak.Calista hendak menampar wajah Jihan saat mendengar ucapan wanita itu, yang mengatakan jika dirinya tidak bisa hamil.Namun belum juga tangan itu sampai di pipi mulus Jihan, wanita tersebut sudah menahannya. Dia mena
Happy reading....Sesampainya Jihan dan juga Zahra di rumah sakit, mereka melihat keadaan ibu Kulsum. Dan kebetulan di sana ada dokter yang sedang memeriksa keadaannya."Bagaimana Dok keadaan ibu saya? Apa sudah ada perubahan?" tanya Jihan dengan raut wajah yang sedih saat menatap ke arah sang ibu yang sedang terbaring di atas ranjang rumah sakit."Sejauh ini belum ada perubahan apapun, Mbak," jawab dokter itu sambil menatap ke arah Jihan.Jihan menghela nafas dengan pelan, kemudian dia mendekat ke arah sang Ibu, menggenggam tangannya lalu mengecupnya dengan lembut.Besar harapan Jihan agar ibunya cepat sembuh dan pulih seperti sedia kala. Sejak Ibu Kulsum koma, Jihan seperti kehilangan sebuah sandaran. Di mana biasanya Ibu Kulsum yang selalu menantinya pulang saat kuliah.Selalu mengelus kepalanya saat Jihan akan tertidur dan selalu merengkuh tubuhnya di saat dia sedang bersedih. Namun, sekarang semua itu seakan hilang dalam hitungan detik."Ibu cepatlah bangun! Jihan begitu merinduk
Saat acara sudah selesai, saat ini semua sedang membereskan tempat yang sedikit berantakan, di mana banyak Aqua gelas yang berserakan.Jam menunjukkan pukul 16.00 sore, Jihan ingat di jika ia belum shalat ashar. Kemudian wanita tersebut pun pamit kepada yang lain untuk menunaikan kewajibannya terlebih dahulu."Hey! Gue ikut. Jangan sendirian, ayo!" Zahra menarik tangan Jihan untuk menuju mushola."Eh, tadi gue lihat Pak Afgan tahu!""Oh ya! Di mana? Kok gue nggak lihat sih?" jawab Jihan"Gimana lo mau liat? Mata lo tuh nggak jelalatan, nggak kayak gue. Kalau gue itu kayak mata elang, semua pasti kelihatan. Bahkan yang sekecil apapun pasti nampak di mata gue.""Iya deh, iya, percaya. Ya udah yuk kita ambil wudhu dulu! Nanti keburu habis waktunya kalau denger ocehan lo," kekeh Jihan."Eh, tapi sedari tadi Pak Afgan terus melirik ke arah lo tahu! Apalagi saat lo melantunkan ayat suci Al-quran? Dia sampai tidak berkedip," ujar Zahra sambil memakai mukena."Udah jangan bergosip! Mau shalat