"Apa mungkin kalau Josep benar-benar pelaku yang membuat semua tuduhan ini?" gumam Anjani sembari menatap jumlah saldo yang menggembung di rekeningnya.
"Kalau bukan, dari mana dia mendapatkan uang sebanyak ini sedangkan pekerjaannya saja hanya seorang asisten?" tambahnya dengan perasaan heran.Anjani terus bermonolog sendiri, semakin merasa yakin akan prasangkanya bahwa sang suami terlibat aktif dalam kasus fitnah yang dituduhkan padanya. Namun, Anjani tak bisa mengatakan prasangkanya begitu saja, dia hanya mesti diam-diam mencari tahu, dengan tetap menjaga jarak dengan Josep."Lima milyar konon masuk ke rekeningku, tapi mana? Jangankan lima milyar, gaji bulan ini saja tak kudapat. Jadi, bisa saja kan kalau uang itu masuk ke rekening Josep dan dia berikan padaku secara berangsur?"Wanita itu tak hentinya merangkai puzzle yang masih berantakan dalam otaknya hingga lima belas menit berlalu, sang suami telah selesai mandi membuat Anjani seketika menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut, dan menyisakan satu lubang kecil yang dia gunakan untuk mengintip Josep yang kini dalam keadaan polos karena belum berpakaian.'Ya Tuhan ... tubuhnya indah sekali!' batin Anjani memuji.Bohong kalau dia tidak tertarik kepada paras tampan suaminya yang menawan, ditambah dengan bentuk tubuhnya yang atletis dan terlihat segar bugar. Josep pasti sangat rutin berolahraga, tebak Anjani.Namun, Anjani tidak ingin memelihara perasaan kagum itu hingga nantinya berkembang menjadi cinta, sebab mana bisa Anjani hidup dengan seorang lelaki yang telah sengaja membuat namanya tercoreng di perusahaan, lalu bersikap seolah-olah seperti seorang pahlawan?!"Anjani ...." panggil suaminya dengan suara lembut.Anjani hampir saja melayang dengan suara itu, tapi segera tersadar bahwa Josep hanya sedang mencoba membuat Anjani masuk ke dalam perangkapnya."Sudah tidur?" tanya Josep menyibak selimut di mana sang istri terlihat memejamkan matanya dengan terpaksa.Lelaki itu kemudian ikut berbaring di samping sang istri dan memeluknya, berharap Anjani merasakan kasih sayangnya melalui sentuhan yang dia berikan. Namun, nihil. Jangankan membuka mata, bergerak saja tidak."Anjani, apa kamu pingsan?" kekeh Josep pelan yang akhirnya menyerah karena sadar kalau wanita itu belum mau dia sentuh sampai sekarang.***Suasana kantor cukup ramai hari ini sebab Hendra Anggara yang merupakan Presiden Direktur akan datang setelah beberapa bulan absen dari perusahaan karena harus menjalani perawatan.Stevia yang merupakan pimpinan sementara di perusahaan itu terlihat sangat sibuk menyiapkan berkas yang akan Hendra periksa. Bersama Josep, dia juga mengumpulkan berkas-berkas saat Anjani masih bekerja di sana, termasuk menyerahkan bukti fisik data tatkala Anjani terdeteksi melakukan kecurangan."Josep, berkas yang menjadi bukti bahwa Anjani telah melakukan kecurangan mana?" tanya Stevia karena dia tidak menemukan berkas tersebut, padahal merasa sudah mengamankannya."Mana aku tahu, aku tidak pernah menyimpan berkas ghaib itu," sahut Josep membuat Stevia seketika merasa kesal dengan jawaban asistennya."Kamu ini selalu saja seperti itu padaku, tidak bisakah kamu menghormati aku sebagai atasanmu?!" hardik Stevia."Aku hanya menjawab apa adanya. Aku tidak tahu di mana berkas itu," balas Josep."Lalu, apa maksud perkataanmu yang mengatakan berkas ghaib tadi, hah? Jangan mentang-mentang kamu naksir sama si Anjani, kamu jadi menutup mata dan tidak mau melihat semua kejahatannya!"Josep tak menjawab lagi dan memilih pergi, dia paling tidak sudi meladeni ocehan Stevia yang selalu cerewet dan seenaknya bersikap, mentang-mentang sudah menjadi atasan."Hey, Josep! Awas, ya, nanti akan kuadukan kamu kepada Pak Hendra kalau kamu selalu seenaknya dalam bekerja!" teriak wanita itu membuat Kevin Sanjaya yang baru datang langsung menghampirinya."Ada apa, Cantik?" tanya Kevin membuat Stevia yang sedang marah seketika merona."Biasa, asistenku itu menyebalkan." Stevia duduk di kursinya sembari menatap Kevin yang diam-diam menyukainya. "Pak Hendra sudah datang?" tanyanya."Sudah, aku disuruh menjemputmu ke ruangannya karena beliau ingin memeriksa semua berkas yang perlu dia tandatangani. Termasuk berkas bukti kecurangan Anjani," kata Kevin."Berkas itu hilang. Tapi, kamu masih menyimpan salinannya, kan?" tanya Stevia memastikan."Tentu, kamu tenang saja." Kevin merangkul pundak Stevia yang sebenarnya merasa risih dengan sikap nyosornya.Namun, wanita itu berusaha menutupi rasa risih dan sungkan tersebut sebab merasa masih membutuhkan Kevin karena Josep seringkali ngeyel kalau Stevia menyuruhnya.Saat sampai di ruangan Presdir Hendra Anggara, Stevia membungkukkan badannya lalu berbasa-basi menanyakan kabar atasannya yang ternyata masih memakai kursi roda."Mana berkas yang kubutuhkan?" tanya Hendra dan Stevia menyerahkannya.Hendra terlihat membaca dengan seksama setiap berkas yang dikerjakan Stevia yang menurutnya agak sedikit berbeda dengan hasil kerja Anjani. Berkas laporan Anjani lebih rapi, tersusun, dan detail. Berbeda dengan buatan Stevia yang kurang detail dalam merancangkan anggaran."Huffff." Hendra menghembuskan nafas kasar, menyayangkan Anjani yang kini pergi dari perusahaannya padahal pekerjaannya selalu bisa dipertanggung jawabkan."Panggil Anjani sekarang!" titah Hendra membuat Josep menautkan alisnya."Untuk apa?" tanya Josep yang kini berdiri di samping Stevia."Untuk menyelesaikan semuanya, bukankah kami belum bicara sama sekali?" ucap Hendra memberi kode kepada Kevin supaya menuruti perintahnya."Baiklah, aku akan menelponnya," sahut Kevin lalu menekan nomor istri dari Josep itu.Stevia tersenyum puas, dia yang paling gencar menyudutkan Anjani selama ini sudah tidak sabar bagaimana wanita itu akan dicecar.Selang dua puluh menit kemudian, Anjani datang dengan pakaian kantor yang dulu sering dia pakai membuat Josep yang melihatnya merasa sedih karena mungkin, hari ini Hendra benar-benar akan mengakhiri karirnya di perusahaan ini."Selamat siang, Pak. Bagaimana kabar Anda?" tanya Anjani mengulas senyum simpul di bibirnya yang dihiasi gincu berwarna merah maroon."Saya sudah lebih baik, tapi melihat kamu saat ini, membuat saya sedih kembali karena harus mengingat kasus yang terjadi padamu. Kadang, sulit sekali bagi saya untuk percaya, tapi semua ini sudah terjadi," ucap Hendra membuat wanita itu menunduk dengan mata yang basah."Anda tidak harus berusaha percaya karena saya tidak pernah melakukannya!" tegas Anjani menoleh ke arah Josep, berharap lelaki itu menunjukkan pembelaan."Entahlah. Aku masih menimbang-nimbang apakah aku harus membawa kasus ini ke Pengadilan atau tidak, mengingat uang lima milyar itu belum kunjung kamu kembalikan," ujar Hendra."Saya berani maju ke Pengadilan dan biarkan kepolisian mencari bukti dengan cara transparan, karena uang itu tidak pernah masuk ke rekening saya."Melihat Anjani yang mulai bisa mengimbangi pembicaraan, Kevin segera menunjukkan bukti kalau uang lima milyar itu sudah berada di dalam rekening Anjani Stephani sejak dua bulan yang lalu."Ini adalah berkas berisi bukti tindak korupsi yang dilakukan Anjani. Uang itu sudah masuk semenjak dua bulan yang lalu, kalau Anda mengatakan bahwa uang itu tidak ada di rekening Anda, mungkin saja kan kalau uang itu sudah habis digunakan?" Kevin menatap Anjani yang geleng-geleng kepala.Wanita itu sungguh tak habis pikir dengan pernyataan Kevin yang amat menyudutkannya. Namun, yang membuat Anjani lebih tidak habis pikir adalah mengapa Josep sama sekali tidak angkat bicara, padahal yang lelaki itu gaungkan sebelum menikahinya adalah membuktikan bahwa Anjani tidak bersalah?!Bodohnya seorang wanita terletak pada perasaannya. Seorang wanita tahu kalau dia tidak dibutuhkan, tapi nyatanya dia masih saja mengharapkan. Seperti yang Anjani lakukan sekarang, dia tahu kalau Joseph takkan kembali, namun dia masih bersikeras menunggu dengan perasaan tak enak disertai takut. Takut menyakiti, takut melukai, padahal korban sesungguhnya adalah dirinya sendiri. Anjani memilih mandi pagi-pagi sekali, mana tahu suaminya tiba-tiba datang dan dia beruntung sebab dia sudah bersih dan wangi. Meskipun nyatanya, selepas Anjani keluar dari kamar mandi pun sosok suaminya tak kunjung datang dan Anjani menjalani paginya dalam kehampaan. Dengan berat hati, Anjani memilih chek out dari hotel dan pulang ke rumah saja, percuma berada di sini kalau orang yang membawanya malah menghilang. Keluar dari kamar membawa tas besar sendirian, entah mengapa rasanya malu sekali seperti baru saja dia menjual diri. Ini semua gara-gara Rangga, dia adalah tersangka utamanya. Kalau saja lelaki itu
Ini sudah pukul 9 malam saat Anjani masih terpaku di tepi ranjangnya dan menyadari kalau sang suami tidak kunjung kembali. Siang tadi, Josep pergi setelah berdebat dengan Anjani mengenai masalah Rangga.Sumpah demi apa pun, Anjani sama sekali tidak menyangka kalau Josep akan bersikap seperti ini sebab sebelumnya suaminya itu telah menunjukkan kedewasaan yang membuat Anjani merasa bangga. Namun, keberadaan Rangga seketika menjungkir balikkan kedewasaan Josep yang selalu Anjani elu-elukan itu."Ck! Ke mana dia? Apa benar dia setidak percaya itu padaku sampai bersikap seperti ini? Kalau aku pulang dan dia kembali, aku juga yang kena marah lagi nanti," keluhnya.Anjani membaringkan tubuhnya lalu menarik selimut dengan mata yang berusaha ditutup, akan tetapi sulit sekali, Anjani tidak tenang kalau suaminya belum pulang.Ditambah nomor Josep yang tidak aktif membuat Anjani semakin gundah gulana. Anjani tidak mengerti, apakah Josep sedang menunjukkan kemarahannya atau ada urusan yang harus l
“Masuklah, tapi saat Anda masuk aku akan keluar karena sebenarnya aku sedang ada keperluan,” celetuk Josep membuat Rangga seketika melotot.Lelaki itu tentu saja terkejut dengan jawaban Josep yang sangat menohok dan meledeknya padahal Josep hanyalah seorang asisten di perusahaan yang menjadi tempatnya berinvestasi.Anjani yang masih bersembunyi di balik pintu hanya bisa membekap mulutnya Manahan tawa, tak menyangka kalau Josep akan seberani itu kepada Rangga.“Baiklah, lagi pula aku hanya bercanda. Mana mau aku masuk ke kamar seorang asisten sepertimu. Aku juga harus bertemu dengan Anjani, atasanmu, karena kami sudah janjian sejak kemarin dan dia berjanji akan menemuiku di hotel ini,” kata Rangga.Mendengar perkataan tersebut, kepercayaan Josep kepada istrinya sedikit goyah karena dia dapat mendengar dengan jelas kalau Rangga dan Anjani ternyata sudah janjian sejak kemarin di hotel ini dan hotel ini merupakan pilihan Anjani saat mereka sedang mencari tempat staycation kemarin.“Oh, ya
“Jadi, Rangga benar-benar masih suka menghubungimu?”Pertanyaan itu langsung terlontar saat Josep melihat istrinya masuk ke dalam kamar mereka. Anjani yang menyadari wajah masam suaminya hanya bisa menggaruk kepalanya yang tak gatal, bingung karena sedari awal dia memang tidak berniat untuk mengadukan Rangga yang kembali datang mengusik hidupnya.“Sebenarnya baru-baru ini sih, semenjak dia menjadi investor di J Corporation. Sebelumnya, kami benar-benar lose contact,” sahut Anjani.Wanita itu lalu duduk di samping suaminya yang menghela nafas berat, terlihat sekali kalau Josep sangat sedang menahan rasa kesal membuat Anjani menunduk menyadari ketidak jujurannya.“Maaf karena aku tidak jujur padamu, Jos, aku tidak pernah membalas pesannya apalagi mengangkat teleponnya, aku mengabaikannya. Dia memang bilang kalau sedang di Jakarta tapi aku tidak tahu dia ada di hotel ini sampai kami bertemu tidak sengaja.”Mendengar penjelasan yang tak diminta itu, Josep tersenyum karena merasa dimengert
Tanpa berkata apa-apa lagi, Josep mematikan sambungan teleponnya bersama sang ibu dan meninggalkan rumah sakit tersebut dengan perasaan campur aduk. Antara kesal dan pilu, semua jadi satu.Dengan kecepatan tinggi, lelaki itu melajukan mobilnya tak peduli suara klakson berbunyi silih berganti karena memberinya peringatan. Josep hanya ingin kembali, menemui sang istri yang pasti sudah sejak tadi menanti.“Ternyata, Mama tidak main-main menghancurkan pernikahanku. Aku harus bagaimana sekarang, apa aku jujur saja?” gumamnya saat sampai di pelataran Shang-Ri La.Suami dari Anjani itu segera masuk kembali ke dalam hotel untuk meminta maaf kepada sang istri, meskipun mungkin dia akan menerima banyak pertanyaan mengapa dia tidak lama. Meskipun dia berharap semoga Anjani sudah tidur saja.Namun, saat masuk ke dalam kamar sewaan mereka, Anjani belum tertidur dan terlihat sedang menonton televisi sembari memakan snack yang disediakan oleh pihak hotel. Melihat wajah polos Anjani yang menatapnya s
Makan malam di tepi kolam renang yang airnya memantulkan cahaya lampu remang, Anjani dan Josep merasakan suasana yang berbeda dari biasanya. Selain karena tempat yang berbeda, juga karena keintiman mereka semakin kentara terasa.Kini, cinta itu semakin nyata adanya, terpancar dari mata mereka yang selalu berbinar setiap kali beradu pandang. Entah kapan tepatnya cinta itu tumbuh, yang pasti Anjani telah benar-benar merasa telah jatuh ke dalam lautan cinta yang memabukkan.“Aku senang melihat kamu makan banyak,” ujar Josep kepada istrinya yang tengah lahap memakan makanannya.Anjani terkekeh pelan. “Entah mengapa kalau ada kamu aku selalu lupa akan semua masalah. Makan jadi enak, dan rasanya bahagia saja.” Anjani tersenyum lebar karena sadar telah melontarkan gombalan.“Ternyata seorang Anjani pandai menggombal juga,” canda Josep membuat istrinya merona.Keduanya pun tertawa, hanyut dalam suasana yang penuh cinta dan canda tawa hingga dering ponsel milik Josep terdengar berbunyi membuat