Share

05. Kembali ke Rumah Husein

Penulis: Emma Shu
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-01 08:12:51

Mobil akhirnya berhenti di depan rumah besar bernuansa putih kuning. Paduan warna yang manis. Halamannya luas dikelilingi pagar tinggi.

Habiba menatap rumah seperti ingin menelan mangsa. Di rumah itulah Husein menggagahinya. Jantungnya tiba-tiba berdetak sangat kencang. Apakah ia akan sanggup menjaga mental disaat bertemu dengan pria itu?

"Biba, apa kau mau ikut denganku? Kenapa tidak turun?" tanya Emran menyadarkan lamunan Habiba.

"Oh i iya." Habiba gegas turun dari mobil.

"Sayang, aku tidak bisa ikut turun. Kalau aku terlalu sering ke rumahmu, aku takut orang tuamu akan curiga dengan hubungan kita. Mereka belum mengijinkanmu berhubungan dekat dengan lelaki. Aku langsung pulang saja. See you!" Emran menurunkan kaca mobil dan melambaikan tangan kepada Inez. Dibalas dengan senyum dan lambaian tangan pula oleh Inez.

Sejoli itu terlihat begitu dekat dan mesra.

"Ayo masuk!" ajak Inez pada Habiba.

Mereka memasuki rumah.

Kebetulan mereka berpapasan dengan Amira, ibunya Inez di ruang tamu.

"Halo, anak mama! Sudah pulang?" Amira tersenyum melihat kepulangan bungsunya.

"Hai, Ma. Huh, hari yang melelahkan." Inez tetap tersenyum meski mengeluh lelah. Ia baru saja bertemu dengan pujaan hati, jadi walau pun melelahkan, semuanya tetap terasa indah.

"Eh, ini Habiba kan? Anaknya Bu Fatona?" Amira tersenyum menatap kecantikan Habiba.

Sambutan itu diangguki oleh Habiba. Andai saja tidak ada insiden memuakkan itu, Habiba pasti sudah menyambut senyuman Amira dengan hangat dan keceriaan yang nyata, tapi ia tidak bisa melakukan itu karena batinnya menangis sekarang.

"Cantik ya. Pasti mirip Fatona pas mudanya." Amira mengelus singkat pundak Habiba. "Ibu kamu itu rajin sekali, jujur, sopan dan selalu bertanggung jawab pada pekerjaannya. Sampai-sampai beliau meminta anaknya untuk menggantikan tanggung jawabnya selagi dia sakit. Katanya saya sudah menggaji di muka, makanya dia wajib mengerjakan tanggung jawabnya. Ibumu sudah lama bekerja sama saya."

Habiba hanya mendengarkan saja. Dia tidak mood untuk bicara. Kejadian yang menimpanya kemarin membuat segala dalam dirinya mendadak berubah drastis. Dia tidak ingin ngapa-ngapain, bicara pun malas.

"Kamu teman kuliahnya Inez kan?" tanya Amira pada Habiba lagi.

"Ya, Bu."

"Bagus. Kalian bisa pergi dan pulang ke kampus sama-sama. Kalau perlu kamu nginep saja di sini. Biar besok pagi bisa berangkat ke kampus sama-sama."

"Tidak usah, Bu. Saya harus pulang. Kasian ibu saya tidur sedirian di rumah. Biasanya saya yang nemenin."

"Ya sudah, tidak apa-apa. Sekarang masuklah. Semangat kerja ya!" Amira lau beralih menatap Inez. "Mama pergi dulu ya. Mau arisan."

"Oke, Mam. Dadaaaah." Inez mencium pipi mamanya. Membiarkan Amira berlalu meninggalkan rumah.

Senyum Inez mengembang menatap Habiba. "Aku ke atas dulu ya."

Habiba mengangguki. Sekarang, ia mengedarkan pandangan ke ruangan luas tempatnya berdiri. Rumah yang rasanya seperti neraka.

"Biba, ayo ke belakang!"

Suara itu mengejutkan Habiba. Ia menoleh ke arah Fara yang berdiri di pintu.

Habiba mengikuti Fara, wanita yang belum dia kenal. Sebab saat pertama masuk kerja kemarin, wanita itu tidak ada di rumah ini. Dia sedang cuti.

"Biba, kalau ada pertanyaan mengenai pekerjaan, kamu bisa tanya ke aku. Oh ya kamu sudah tau kan tugasmu di sini apa saja? Bu Fatona pasti sudah memberitahukanmu."

Habiba mengangguk. "Aku sudah tahu semua. Ibu sudah menjelaskannya kepadaku. Tapi nanti kalau ada yang aku tidak ketahui, pasti aku akan tanyakan ke Mbak Fara."

Fara mengangguk. "Ya sudah, mulai kerja gih. Kamu bisa susun pakaian yang diantar dari laundry ke lemari pemiliknya masing-masing. Setelah itu pel lantai ya. Baju yang harus disusun ada di sana!" Fara menunjuk sebuah ruangan tak jauh dari dapur. Ruangan yang terhubung langsung dengan pintu samping ke arah teras. Tukang laundry biasanya mengantar baju dan menaruhnya di sana melalui pintu samping.

"Kamu harus bisa bedakan mana pakaian milik Non Inez, pakaian milik Tuan Husein, juga punya Nyonya besar dan Tuan besar. Keliatan kok bedanya dari model dan ukuran bajunya. Jangan sampai ketuker ya. Non Inez dan Nyonya Amira sih fine aja kalau kerjaan kita tidak beres, tapi Tuan Husein dan Tuan Alka tuh suka sadis kalau kerjaan kita ada yang salah."

Mendengar penjelasan Fara, Habiba hanya diam dan melenggang menuju ke ruangan yang ditunjuk.

Setumpuk baju yang sudah dilipat rapi dengan aroma wangi itu menumpuk di keranjang. Baju paling atas adalah milik Husein. Dan Habiba sangat mengenalnya, yaitu baju yang kemarin teronggok di lantai.

Habiba sangat ingin mengepal baju itu dengan tangannya. Tapi ia berusaha menahan emosi. Harus bisa menahan gejolak ini.

Habiba mengangkat keranjang menuju ke lantai atas.

Semakin kaki menapaki tangga mendekati kamar, emosi dalam jiwanya semakin mendidih. Dadanya sesak dan panas.

Habiba terlebih dahulu menyelesaikan pekerjaan di kamar Inez dan Amira.

Terakhir, Habiba ke kamar Husein. Ia termenung sebentar di depan pintu. Enggan masuk.

Apakah lelaki pemilik kamar itu ada di dalam? Bagaimana saat ia bertemu dengan tuan muda? Kulit tubuhnya meremang hebat. Sekelebat bayangan adegan panas itu kembali membayang di kepalanya.

Matanya berembun. Sekuat tenaga ia menahan air mata supaya tidak berguguran. Jangan sampai menangis. Ia harus kuat.

Baiklah, ia harus profesional. Anggap kejadian kemarin tidak ada. Habiba akan tetap menjalankan tanggung jawabnya demi sang ibu tanpa harus memproklamirkan ke seisi bumi tentang peristiwa buruk yang menimpanya. Rasanya tidak sudi peristiwa memalukan itu diketahui siapa pun.

Habiba masuk ke kamar tanpa mengetuk pintu. Sengaja tanpa ketuk pintu, ia sudah memiliki jawaban jika Husein menanyainya kenapa tidak ketuk pintu.

Netranya mengedar ke seisi kamar. Kosong. Tidak ada siapa- siapa di sana. Setidaknya ia merasa lega untuk saat ini. Terbebas dari pertemuan dengan pria itu.

Tanpa membuang waktu, Habiba langsung menyusun pakaian ke lemari.

Setelah selesai menyusun baju, kembali pupil mata mengedar pada seisi kamar. Helaan napas keluar dari mulutnya setiap kali menatap ranjang. Ranjang yang meninggalkan sejarah buruk dalam ingatannya.

Habiba lalu membersihkan kamar mandi, menyikat lantai dengan gerakan kasar.

Setelah itu, ia merapikan kamar, menyapu dan mengepel.

Singkat saja, ia sudah menganggap pekerjaannya itu selesai.

Sungguh pekerjaan yang menyita waktu. Dan inilah yang selama ini dikerjakan oleh ibunya. Pasti sangat melelahkan. Sekarang Habiba baru bisa merasakan bagaimana sulitnya mencari uang.

Dia harus secepatnya menyelesaikan pekerjaannya di kamar itu, jangan sampai bertemu Husein.

Tiba- tiba ia mendengar suara derap langkah kaki dari arah luar mendekat ke arah pintu. Bisa dipastikan itu adalah suara sepatu berjenis pantofel.

Siapa itu?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (8)
goodnovel comment avatar
Nurmini Taher
penasaran jngn jangan husen yang datang jadi ikut deg deg
goodnovel comment avatar
Qory'a Sasa Byla Byla
pasti husain
goodnovel comment avatar
Serta Silaban
husein datang tp kelanjutannya gimana ya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Menjadi Istri Rahasia CEO Dingin   335. Akhir Dari Segalanya

    Husein menyentil ujung dagu Habiba. "Aku mencintaimu.""Jangan terus- terusan ucapkan kalimat itu, aku bisa terharu. Lihatlah air hidungku meleleh jadinya." Husein mengernyit. "Air mata, sayang. Kenapa jadi air hidung?""He hee...""Aku boleh menciummu?" bisik Husein."Jangan nakal. Ini di tempat umum, bukan di kamar.""Ini masih terlalu pagi, belum ada yang bangun." Husein mengecup singkat bibir Habiba."Cie cieeee....."Husein dan Habiba serentak menoleh ke sumber suara. Ada Qasam dan Qansha yang berdiri di ambang pintu. "Papa cium mama nih yeee..." Qasam terkekeh.Habiba membelalak kaget. Bukan kaget karena Qasam meledeknya, tapi kaget karena Qasam menggendong Wafa. Sedangkan Qansha memegangi kaki Wafa yang masih mengenakan piyama tidur lengkap dengan pampers tebal yang isinya sudah sangat berat dengan air kecil."Ya ampun. Qasam, jangan gendong Wafa. Nanti bisa jatuh. Kamu belum saatnya menggendong dia, Nak." Habiba menghambur dan mengambil alih tubuh Wafa dari gendongan Qasam.

  • Menjadi Istri Rahasia CEO Dingin   334. Selamat Dari Ancaman

    Habiba tak bisa tidur. Malam itu sampai jam lima pagi, ia terjaga. Pikirannya menerawang pada kejadian yang baru saja dia saksikan. Ia berharap tidak akan terjadi apa pun pada Husein, dan tentu saja pada Amir juga. Jika sampai drama penahanan terjadi lagi pada Husein, Habiba tak tahu lagi harus berbuat apa. “Habiba!” Habiba terkejut mendengar suara yang memanggilnya. Suara Tomy.Habiba yang tengah duduk di kasur itu pun menghambur keluar kamar.“Mas Tomy!” Habiba menghampiri Timy yang berdiri di tengah- tengah ruang tamu. “Ada apa pagi buta begini Mas Tomy ke sini?”“Aku mendengar Irzan meninggal, kena tembak. Husein sedang mengurus masalah ini di kantor polisi. Maksudnya, kena tembak kenapa?” Tomy bingung.“Mas Tomy dapat kabar dari siapa?” “Dari polisi yang meneleponku dan menanyakan beberapa hal terkait Irzan, aku dianggap sebagai teman dekat yang mungkin mengetahui sesuatu tentang Irzan. Katanya, Husein yang melaporkan kematiannya. Aku ke sini karena ingin tahu hal ini. Ak

  • Menjadi Istri Rahasia CEO Dingin   333. Dia Mati

    "Tidak!" Habiba menjerit keras sekali. Ia menutup wajah dengan kedua telapak tangannya. Tangisnya pecah. Bruk. Tubuh yang tertembak itu terjatuh dan ambruk ke tanah. Tembakan tepat mengenai sasaran. Habiba ambruk menjatuhkan lutut ke tanah sambil sesenggukan."Mama!" Qasam berlari mendekat pada Habiba. Cepat Habiba membuka wajah dan memeluk Qasam erat. "Papamu, Nak!""Itu papa, Ma!" Qasam menunjuk Husein. “Jangan lihat!” Habiba memaksa wajah Qasam supaya menatap ke arahnya, jangan melihat Husein.“Ayo kita mendekat pada papa, Ma!” rengek Qasam.Pelan, kepala Habiba menoleh ke arah Husein meski ia tak sanggup bila harus menyaksikan suaminya terkapar bersimbah darah. Loh, kok Husein masih berdiri tegap? Pria itu dalam keadaan baik- baik saja. Dan saat Habiba menoleh pada Irzan, justru ia melihat tubuh Irzan tergeletak di tanah bersimbah darah. Dari punggung pria itu mengeluarkan darah segar. Senjata api di tangannya terlepas.Habiba menutup mata Qasam dengan telapak tangannya. Qas

  • Menjadi Istri Rahasia CEO Dingin   332. Tembakan

    "Lepaskan dia!" seru Husein."Ya, tentu aku akan melepaskan anakmu ini. Asalkan kau bersedia mati di tanganku. Tak peduli setelah itu aku akan masuk penjara, yang jelas kau harus mati. Aku dendam padamu. Aku muak padamu. Biarkan semua orang mengataiku kejam, yang penting aku puas. Ha ha haaa..."Setan apa yang merasukinya. Loh itu kan lirik lagu. Kok Husein malah nyanyi? Entah kenapa lagu itu main templok saja di otaknya. Irzan yang dulu terlihat kalem, kini berubah seperti kerasukan setan hanya karena keinginannya untuk bisa hidup bersama dengan orang yang dia cintai tidak terwujud. Otaknya seperti sudah geser satu ons. Jika disebut sebagai orang baik, jelas Irzan dulu adalah orang baik. Dia selalu melakukan hal- hal baik pada semua orang. Tapi saat dia merasa patah hati, dia berubah menjadi sosok yang berbeda. yang isi di hatinya hanyalah merasa tersakiti. Harapannya dipatahkan berkali- kali."Kau sudah gila. Apa kau pikir Habiba akan bersedia menikah dan hidup bersamamu setel

  • Menjadi Istri Rahasia CEO Dingin   331. Terancam Oleh Irzan

    "Setiap melakukan kesalahan, kau selalu bersembunyi. Begini cara seorang pengecut, hm?" Husein melangkah maju.Irzan melangkah mundur. "Setelah kau berusaha melecehkan istriku, maka aku tidak akan mengampunimu. Kau sudah menginjak- injak marwahku." Husein mencengkeram lengan Irzan, namun dengan gesit Irzan menangkisnya. Segera Irzan melayangkan tinju, namun dengan cepat Husein mengelak, matanya dengan mudah menangkap gerakan lawan hingga tendangan Irzan hanya mengenai udara.Irzan kembali melayangkan serangan tinju namun kalah cepat dengan gerakan tangan Husein yang dengan cepat menangkap lengan Irzan dan memelintirnya ke belakang. "Aku tidak bisa melupakan Habiba," ucap Irzan dengan suara terbata menahan sakit di tangan yang dipelintir."Itu karena obsesimu yang terlalu tinggi. Kau telah merusak moralmu sendiri dengan hal ini. Jika kau menjalani kehidupan lain, tanpa harus terus- terusan mengenang Habiba, tentu kau tidak akan terus kepikiran dia.""Sudah sejak lama aku mengharapkan

  • Menjadi Istri Rahasia CEO Dingin   330. Bertemu Irzan si Pengkhianat

    "Paman itu siapa, Pa?" tanya Qansha menatap Panjul dengan tatapan heran."Namanya Paman Panjul," jawab Husein."Jelek sekali namanya," ceplos Qansha sekenanya, membuat semua orang tertawa."Jelek- jelek tapi orangnya tampan," sahut Panjul berusaha menyikapi dengan manis."Iya tampan. Cocok sama tante Inez." Qasam menyahuti.Muka Inez mendadak memerah. Malu."Mm.. rasanya aku tidak nyaman di sini. Bagaimana kalau aku ajak adikmu ke meja lain?" tanya Panjul meminta ijin pada Husein."Oh, bukankah gerak- gerik kalian justru akan terpantau olehku saat kalian bersamaku? kalau kau membawa adikku pergi, apa kau menjamin bahwa kau bisa menjaganya?”“Aku jamin, aku yang membawanya, tentu aku bertanggung jawab atas dia,” jawab Panjul meyakinkan.Padahal Husein hanya berseloroh saja, namun Panjul menanggapi dengan serius. Husein tertawa kemudian mengangguk. “Baiklah, bawalah adikku bersamamu. Tapi kau akan berhadapan denganku jika kau macam- macam padanya," tegas Husein. "Ya, aku tahu siapa

  • Menjadi Istri Rahasia CEO Dingin   329. Jodoh Untuk Adik

    Setelah itu, ustaz Adi Hifayah mendapatkan kesempatan untuk memberikan tausiah.“Sebuah kehormatan besar saya bisa berada di sini. Dan di sini saya selaku penceramah, pembimbing, dan orang tua bagi Shaka El Qasam, ingin menyampaikan sedikit hal tentang besarnya peranan anak laki- laki bagi keluarga. Dia akan bertanggung jawab merawat orang tua ketika orang tuanya sudah berumur. Menanggung nafkah orang tuanya ketika orang tua sudah berusia lanjut. Dia juga menjadi pelindung bagi istri, adik perempuan dan kakaknya.”“Laki- laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena itu Tuhan melebihkan kondisi fisik lelaki dari wanita. Dan di sini, ada banyak anak laki- laki yang akan menjadi generasi penerus bangsa, menjadi pemimpin negeri ini, demikian juga Qasa yang akan menjadi calon penerus negeri ini. jadilah sosok yang bertaqwa, beriman dan tangguh.”Ustaz Adi menelan saliva. “Baiklah, mari kita berdoa, tundukkan kepala. Semoga Nak Qasam menjadi anak yang berbakti dan bermanfaat

  • Menjadi Istri Rahasia CEO Dingin   328. Jangan Buli Lagi

    Tak disangka, Qasam yang dulu terlihat penakut, pendiam dan tak banyak tingkah, kini terlihat gagah berani melangkah maju tanpa rasa gentar. Di hadapan banyak orang, di hadapan para gurunya, serta di hadapan teman- temannya yang sering membuly nya sebagai anak aneh, ia tampak penuh percaya diri."Qasam, kau tahu kenapa mama dan papamu bangga terhadapmu?" tanya Irfan Sadim sambil memegang pundak Qasam yang sudah berdiri di sisinya."Karena aku anak yang pintar," jawab Qasam lantang, menggunakan mikrofon yang diberikan oleh Irfan Sadim."Benar. Dan satu lagi, kau pemberani."Qasam tersenyum bangga."Dulu, ketika Om Irfan masih seusiamu, Om punya cita- cita sebagai pemain sepak bola. Om berasal dari keluarga sederhana yang untuk makan pun sulit, bagaimana Om bisa menjadi pesepak bola?""Om bermimpi, terus bermimpi. Om mengumpulkan uang jajan yang sedikit demi sedikit. Tak Lain uang logam. Rela tidak jajan demi mengumpulkan uang untuk membeli sepatu bila. Dan akhirnya, siapa sangka uang

  • Menjadi Istri Rahasia CEO Dingin   327. Pertunjukkan

    "Kalau begitu Qasam sudah bisa dibawa ke acara itu?" tanya Qasam penuh percaya diri."Tentu sudah bisa. Kita semua sudah siap, bukan?" jawab Husein."Kalau Qansha bagaimana, Pa? Sudah cantik?" Qansha memutar badannya. Memperlihatkan pakaian mengembang warna kuning yang dia kenakan. Rambutnya diikat satu. Make up di wajahnya minimalis. Sendal putih hak tinggi melapisi kakinya. "Beautiful. Perfect!" Husein tersenyum menatap putrinya. "Yeey!" Qansha menjingkrak. "Yang ini bagaimana? Apakah sudah kelihatan cantik?" Habiba mengayunkan Wafa di gendongannya."Seperti mamanya," sahut Husein sekenanya. Habiba pura- pura sebal melihat tingkah suaminya. Berakhir dengan hidung yang dijepit oleh Husein.Fara berdiri di pintu menatap keluarga yang sudah siap dengan pakaian serba bagus. Ia gigit jari. Kepingin ikutan."Mbak Fara, jaga rumah ya!" pesan Habiba."Iya." Fara mengangguk pasrah. Membayangkan pesta besar, isi kepalanya mendadak ambyar. "Ya sudah, kita berangkat sekarang! Let's go!" Hu

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status