Aido Eishiro terlahir di sebuah keluarga yang kaya raya di Jepang. Saat dia masih remaja, dia sempat menjadi model dan cukup terkenal. Dia seringkali berpenampilan sederhana tetapi pakaian dan barang-barangnya memiliki harga yang fantastis dan bermerk. Meskipun dia sekarang membantu keluarganya yang di negara ini, tetapi tampaknya penghasilannya tidak berkurang.
Alisha Fairuzah sempat mendengar bahwa keluarganya itu memiliki beberapa properti yang disewakan, ada juga yang dijual dan Aido Eishiro membantu mereka menjualnya. Selain itu, dia juga fokus menjual produk-produk pertanian. Dia juga baru saja kembali dari luar kota karena urusan pekerjaan.
“Kamu kenapa nggak balas pesanku? Apa bukan kamu yang membacanya?”
“Itu aku kok.”
Jawaban yang singkat, padat, dan jelas. Tiga kata itu bagi Aido Eishiro sudah cukup menggambarkan Alisha Fairuzah. Menurutnya Alisha Fairuzah juga seolah tak kenal lelah, seolah tak kenal menyerah, dan seolah-olah tidak memiliki emosi. Bagaimana bisa perempuan seperti itu mampu membuatnya rela bertahan di negara ini selama bertahun-tahun.
Hanya sebatas teman. Bertahun-tahun tidak ada kata teman dekat apalagi sahabat dan yang lebih mustahil lagi adalah pacar.
Aido Eishiro sangat yakin dirinya tidak akan pernah melupakan wanita itu seumur hidupnya. Alisha Fairuzah telah memberikan banyak pelajaran padanya. Seperti saat itu, tidak ada hubungannya sama sekali dengannya, beberapa anak kecil lewat di depan toko yang tampaknya baru pulang dari sekolah, pada saat yang sama, Alisha Fairuzah keluar dari toko entah akan kemana tetapi begitu melihat anak-anak itu, dia memanggil mereka untuk berhenti dan menunggu lalu dia masuk ke dalam toko lagi kemudian segera keluar seraya membawa pakaian-pakaian baru. Dia memberikannya pada anak-anak itu secara gratis. Wajah-wajah mereka yang tadinya murung seketika langsung berubah menjadi ceria dan bersemangat.
Kejadian itu tampak seperti sebuah film inspiratif di mata Aido Eishiro sampai pria itu tersentuh. Dia tiba-tiba teringat kalimat yang pernah diucapkan oleh Alisha Fairuzah. Namanya juga hidup, terkadang melihat orang lain tersenyum karena kita dapat menghapus rasa sedih kita pada saat itu.
Aido Eishiro mengangguk-angguk. “Aku pikir kamu marah padaku karena aku selalu meminta rekomendasi."
"Nggak mungkin. Justru aku bersyukur kamu mau belajar dan aku juga berbagi rekomendasi buku."
“Ngomong-ngomong, aku mendengar dari keluargaku kalau toko pakaianmu sudah agak lama tutup. Aku benar-benar kaget dan takut kalau nggak bisa ketemu sama kamu lagi. Makanya aku menghubungimu dan bingung karena kamu nggak balas pesanku. Makanya sejak tadi aku menunggumu di depan rumah, berharap melihatmu dan akhirnya melihatmu. Kalau nggak, aku mungkin akan mencari tahu mengenai rumahmu."
Aido Eishiro tersenyum lembut.
Alisha Fairuzah tidak selalu menatap Aido Eishiro. Sesekali dia memperhatikan kendaraan yang lewat. Orang-orang yang berlalu lalang serta toko-toko lain yang buka.
"Syukurlah Aido kamu sehat."
"Iya. Kamu juga sehat kan?"
"Alhamdulillah sehat."
"Jadi, Alisha, terjadi sesuatu kan? Maaf, dengan toko pakaianmu? Maaf bukannya aku mau ikut campur tetapi tolong gunakan aku sebagai temanmu!"
Alisha Fairuzah diam sejenak.
"...Terima kasih banyak. Pertama-tama, aku mau memberitahu kalau aku sudah menikah."
“Apa?”
Aido Eishiro membeku seperti es batu. Dia merasakan di dalam dadanya seperti ada gemuruh. Terkejut, tentu saja. Malahan tangannya sampai bergetar meskipun tampak terlihat biasa saja. Dia pikir dia salah dengar. Dia pikir dia dan Alisha Fairuzah sudah cukup dekat. Apabila wanita itu menikah, dia yakin dirinya diundang. Mungkin disini ada kesalahpahaman. Mungkin saja dia salah dengar.
Sayangnya Alisha Fairuzah tidak memberikan jeda dalam memberikan jawaban.
“Aku sudah memiliki suami, Aido. Aku minta maaf karena nggak mengundangmu ke pernikahanku karena acaranya nggak besar jadi nggak begitu ramai. Ada banyak teman-temanku yang nggak aku undang.”
Nafas Aido Esihiro tercekat.
Aido Eishiro pernah menyukai seseorang saat dia tinggal di Jepang. Cintanya sempat terbalas tetapi pada akhirnya kandas juga. Seseorang yang pertama kali ia sukai dan mungkin menjadi yang terakhir ia sukai di negara ini adalah Alisha Fairuzah. Sayangnya, kali ini benar-benar tidak ada harapan.
Alisha Fairuzah sudah menjadi milik orang lain.
“Be…begitu ya? Aku benar-benar sangat terkejut mendengarnya. Kupikir kamu nggak dekat sama pria manapun terus tiba-tiba menikah tentu saja itu membuatku terkejut.”
“Aku dijodohkan.”
Aido Eishiro terkejut lagi. Tetapi entah kenapa ada perasaan lega. Meskipun sangat sedikit. Karena bagaimanapun, Alisha Fairuzah sudah memiliki suami.
“Kamu menerimanya begitu saja? Itu keputusan orang tuamu kan? Bukan keputusanmu sendiri? Bahkan jika itu keputusan orang tuamu, sepertinya kamu akan tetap menerimanya karena aku sudah paham bagaimana dirimu.”
Alisha Fairuzah mengangguk. “Kamu benar, Aido. Aku nggak mungkin pacaran."
Aido Eishiro mengangguk-angguk. Dia memegang belakang kepalanya menggunakan tangan kanannya. “Aku nggak pernah menyangka bahwa mendapatkanmu bisa segampang itu. Aku nggak tahu apapun soal suamimu. Entah dia orang yang aku kenal atau bukan. Tapi dia orang yang baik kan?”
Pertanyaan terakhir Aido Eishiro membuat Alisha Fairuzah menatap pria itu. Alisha Fairuzah diam sejenak kemudian tersenyum canggung lalu mengangguk. Tentu saja dia tidak mungkin mengatakan kalau suaminya bukan pria yang baik.
“Aku akan memperkenalkannya padamu kapan-kapan.”
Aido Eishiro menganggukkan kepalanya. Tetapi jawabannya berbeda, “Entah aku bisa apa enggak.”
Rasanya lemas, tidak berdaya, dan kebingungan. Ingin menangis tetapi bahkan untuk sekedar menangis saja tidak biasa. Seolah-olah air mata sudah dihabiskan menangis di dada.
"Lanjutkan ceritanya, sensei!"
"Mengenai toko pakaianku, memang ada sedikit masalah tetapi aku nggak bisa menceritakannya. Intinya tokoku sekarang bangkrut. Kalau boleh, aku mau meminjam uang padamu."
Aido Eishiro tersenyum tulus. "Hari ini, bagaimana aku bilangnya ya? Antara sedih tetapi juga sangat bahagia karena aku selalu menanti-nanti kamu meminta bantuanku."
"Aido, kok kamu bilang begitu?" tanya Alisha Fairuzah kebingungan.
"Maaf Alisha. Bukan bermaksud apa-apa tetapi jujur saja, aku memang menunggu kamu meminta bantuanku soalnya kamu nyaris nggak pernah minta bantuanku dan aku merasa nggak enak sendiri karena aku selalu meminta bantuanmu."
"Sudahlah jangan bicara begitu! Apakah aku boleh meminjam?"
"Ya ampun sensei. Tentu saja boleh! Mana nomor rekeningmu?!"
"Berhenti memanggilku sensei! Aku nggak akan pernah jadi gurumu!" kata Alisha Fairuzah seraya memberikan nomor rekeningnya.
Aido Eishiro tersenyum tipis dengan jawaban Alisha Fairuzah.
"50 juta saja."
Sebuah notifikasi muncul di ponsel Alisha Fairuzah. Wanita itu terbelalak tidak percaya. "Maksudnya apa ini Aido? Aku bilang 50 juta bukan 500 juta."
"Nggak usah dibayar. Anggap saja sebagai kado pernikahan."
"Jangan bercanda!"
Aido Eishiro menatap ke belakang lalu memberikan senyum tulusnya lagi pada Alisha Fairuzah. "Sudah lama nggak melihatmu marah. Kalau begitu aku pamit dulu ya Alisha! Jangan lupa kasih rekomendasi bukunya. Tapi sepertinya kamu nggak bisa melakukannya lagi karena kamu sudah memiliki suami ya? Kalau begitu, selamat atas pernikahanmu semoga kamu bahagia selalu."
Alisha Fairuzah seperti merasakan suara Aido Eishiro sedikit bergetar.
Mobil siapa itu? Aido Eishiro bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Mungkin mobil milik pelanggan. Tidak jarang ada mobil disana. "Pujaan hatimu tadi datang bersama pria lain," celetuk salah satu anggota keluarganya. "Huh?" Aido Eishiro menjadi gelisah. Dia berusaha mengenyahkan pikiran Alisha Fairuzah bersama pria lain. Tak lama kemudin, dia mendapatkan pesan dari Alisha Fairuzah yang menyuruh dia datang ke toko pakaian. Aido Eishiro ingin bertanya alasannya tetapi dia khawatir membuat Alisha Fairuzah merasa tidak nyaman karena terkesan memaksa dia untuk datang ke toko pakaiannya. Alhasil dia mengurungkan niatnya. Dia pun berpamitan pada keluarganya karena ingin mengunjungi toko pakaian Alisha Fairuzah lebih dulu. "Kamu yakin?" "Aido, sebaiknya jangan kesana karena dia tampaknya sedang bersama prianya." "Justru dia sendiri yang memintaku kesana." "Apa?" "Apa alasan dia ya?" "Aku juga nggak tahu. Aku ingin kesana dulu." Aido Eishiro pun mengunjungi tok
"Mas Shaka," panggil Alisha Fairuzah lirih dan pelan. "Hm?" Meskipun singkat, padat, dan jelas, tetapi nada bicaranya pelan dan lembut. Alisha Fairuzah merasa nyaman. Mengingat bagaimana suaminya pada Mutiara, dia merasa tidak nyaman, sekarang dia menyadari kalau mungkin saja perasaan itu adalah perasaan cemburu. "Bagaimana hubunganmu dengan Mutiara?" Alisha Fairuzah memberanikan diri bertanya. Dia menatap ke jalanan depan. Shaka Yar Nigar tidak langsung menjawab. Dia diam dulu sejenak. "Semalam setelah kita melakukannya, aku menghubunginya untuk memutuskan hubungan kami. Kamu mengerti bukan? Bagaimanapun dia adalah saudara sepupuku jadi aku nggak bisa bersikap kurang ajar padanya," kata Shaka Yar Nigar. "AKu juga nggak memintamu untuk bersikap kurang ajar padanya mas. Cukup akhiri hubungan kalian," kata Alisha Fairuzah. "Ya. Kamu tenang saja, nggak usah mengkhawatirkan hal itu," kata Shaka Yar Nigar. Kelembutan Shaka Yar Nigar tampak sedikit kaku. Atau mungki
Ini pertama kalinya mereka seranjang. Alisha Fairuzah tidak menyuruh Shaka Yar Nigar untuk tidur di luar karena kalau ketahuan ibunya, bia membuat masalah. Dan dia ingin menghindari masalah yang berkaitan dengan Shaka Yar Nigar. Shaka yar Nigar juga tidak semena-mena, seperti menyuruhnya untuk tidur di luar, di karpet, ataupun di kursi. Pria itu tidur di ranjangnya setelah melepas kemejanya. Tersisa kaos dalamnya. Alisha Fairuzah pikir, Shaka Yar Nigar suka tidur dengan tidak mengenakan pakaian luarnya. Tidak seperti dirinya yang meskipun tidur, masih mengenakan gamis dan kerudungnya meski terkadang dia melepaskan kerudungnya kalau itu membuatnya lebih nyaman. Namun karena sekarang dia tidur bersama Shaka yar Nigar, dia tetap mengenakan kerudungnya. Meskipun Shaka yar Nigar adalah suaminya, tetap saja dia merasa enggan lantaran perselisihan mereka. Saat mereka mulai terlelap, Alisha Fairuzah tiba-tiba merasakan tangan hangat melingkari perutnya. Dia masih belum begitu ny
Shaka Yar Nigar benar-benar datang ke rumahnya Alisha Faiuzah. Orang tua Alisha Fairuzah sudah pulang dari kondangan. Mereka sangat senang melihat kedatangan menantu kesayangan mereka. "Senyuman palsunya sungguh mengerikan," ujar Yumna melihat dari jendela. Alisha Fairuzah menghela nafas panjang. Dia memijat pelipisnya. Dia tidak merasa pening tetapi mengetahui kehadiran Shaka Yar Nigar, entah bagaiimana, dia merasa kepalanya berat seperti ditusuk-tusuk. Sudah tidak ada rahasia lagi antara Alisha Fairuzah dan adiknya mengenai sikap asli Shaka Yar Nigar. Lagi pula, Yumna adalah gadis yang sulit untuk dibohongi dan cukup peka terhadap kakaknya. Karena Alisha Fairuzah tidak pintar dalam mengelola raut wajahnya. Kalau ada masalah, ketara sekali. Itu sebabnya ketika dia mencoba berbohong di hadapan mertuanya, selalu tidak berhasil. Shaka Yar Nigar diajak masuk oleh orang tua Alisha Fairuzah. Begitu masuk, pandangannya langsung mencari seseorang. Alisha Fairuzah yang begit
"Alisha!" teriak Aido Eishiro seraya berlari menghampiri ALisha Fairuzah. Kedua mata Alisha Fairuzah bengkak. Ketara sekali kalau dia habis menangis cukup lama. Aido Eishiro sampai tercengang. Setahu dia, ALisha Fairuzah itu bukan wannita yang gampang menangis. Kecuali kalau dia benar-benar sakit hati. Namun, kenapa dia bisa sampai sakit hati? "Kamu kenapa?" tanya Aido Eishiro. Aido Eishiro tahu Alisha Fairuzah tidak akan menjawab pertanyaannya. Wanita cuma menggelengkan kepalanya berkali-kali. "Alisha, akhir-akhir ini kamu nggak kelihatan ya? Para karyawan tokomu mencari kamu tahu. Aku juga nggak tahu rumahmu diumana," kata Aido Eishiro. "Aku nggak bisa menghubungimu juga." Alisha Fairuzah meneteskan air matanya yang langsung membuat Aido Eishiro membeku. "Kamu menangis?" kaget Aido Eishiro seraya langsung memberikan sapu tangan padanya. Alisha fairuzah mendorong sapu tangan Aido Eishiro. "Aku cuma kelilipan. AKu nggak apa-apa." "Nggak mungkin nggak apa-apa. Mata
"Apa yang sudah terjadi?" tanya Nida pada Sena. Sena dan dua temannya telah diancam lagi oleh tuan muda mereka untuk tidak berbicara apapun pada ibunya tetapi mereka terdiam dan ragu-ragu untuk mengatakannya. Mereka terdiam saja Nida sudah curiga. Shaka Yar Nigar memantau dari jauh. Shaka Yar NIgar masuk ke dalam kamar Alisha Fairuzah. Alisha Fairuzah yang sangat marah pada Shaka Yar Nigar, mencoba menahan tangisannya lagi. Dia akan melewati ibu mertuanya jadi dia tidak bisa menunjukkan kesedihannya. Alisha Fairuzah sudah tidak kaget menyadari kehadiran Shaka yAr Nigar karena pria itu memang selalu mengganggunya. Dia mulai muak. Dia cepat-cepat bersiap-siap. "Aku akan mengantarmu," kata Shaka Yar Nigar datar seraya bersandar ke pintu. "Nggak perlu. Aku bisa sendiri," kata ALisha Fairuzah. "Lagi pula kau pergi menggunakan salah satu mobilku kan?" tanya Shaka Yar Nigar. "Aku bisa saja menyuruh supir untuk membuangmu di tengah jalan." "Lakukan saja! Ancamanmu sudah ng