Seorang laki-laki masuk ke dalam kamar saat Evan berusaha menindih tubuh Melani. Kedatangan laki-laki itu membuat Evan mengurungkan niatnya. Begitu juga Melani, dia membulatkan mata melihat laki-laki itu. Dia adalah laki-laki dingin yang dia jumpai di kantor Johan!
“Siapa kamu? Berani-beraninya masuk ke dalam kamarku seperti itu. Pergi, atau aku akan memanggil keamanan untuk melemparmu dari sini.” Evan berdiri mendekati laki-laki dingin yang sudah berani mendobrak pintu kamarnya.
“Kamu tidak tahu siapa aku? Aku Deon Alvarendra. Hotel ini milikku. Bukan aku yang akan pergi dari kamar hotel ini. Kamulah yang harus pergi.”
Deon menarik lengan Evan, dan memberinya bogem mentah. Melempar Evan ke luar kamar hotel. “Urus laki-laki tidak bermoral itu. Dia sudah berusaha memperkosa seorang wanita di kamar hotel milikku,” titahnya pada dua orang pengawal yang berjaga di luar kamar sambil menatap dingin Evan. Semakin lama, tatapan matanya terasa seperti menusuk. Dia sedang mengancam Evan untuk tidak mengulangi perbuatannya lagi.
“Kamu tidak apa-apa, Nona?” Deon masuk ke dalam kamar untuk memeriksa keadaan Melani. Sebelumnya, dia telah menutup pintu agar tidak seorang pun bisa masuk ke dalam kamar itu selain dirinya.
“Pakailah ini.” Deon melepas jas yang dia kenakan dan memberikannya pada Melani. “Aku akan menunggumu di luar,” ucapnya dingin.
Melani segera memakai jas hitam pemberian Deon untuk menutupi bagian tubuhnya yang terlihat akibat pakaiannya yang telah sobek oleh ulah Evan. “Terima kasih,” ucapnya pada Deon yang telah menunggu di luar. “Aku akan mengembalikan jas ini setelah aku mencucinya. Aku permisi dulu, Tuan.” Melani menganggukkan kepala, lalu bergegas meninggalkan Deon.
“Tunggu!” Deon menghentikan langkah Melani. “Aku akan mengantarmu pulang,” ucapnya tegas.
“Eh?” Melani menoleh dan menatap Deon bingung.
Sejak kapan pemilik hotel mau mengantar tamu hotelnya yang dari kalangan biasa? Apakah memang Deon sebaik itu? Apa yang dia inginkan?
“Tidak apa-apa, Tuan. Aku bisa pulang sendiri,” elaknya. Tentu saja dia merasa tidak enak jika harus merepotkan Deon sekali lagi.
“Aku tau, kamu sedang membutuhkan pekerjaan. Aku bisa memberikan pekerjaan untukmu,” ucap Deon tiba-tiba.
“Biarkan aku mengantarmu pulang. Kita bicarakan tentang pekerjaan yang harus kamu lakukan untukku,” ucapnya tegas. “Aku juga bisa membantumu agar tidak kehilangan hak asuh anakmu,” lanjutnya.
Melani tercengang menatap Deon. Dari mana laki-laki dingin itu mengetahui semuanya? Dia teringat akan pertemuan pertamanya dengan Deon di kantor Johan.
Menyipitkan mata menatap Deon, Melani lalu berkata, “Apa benar kamu pemilik hotel ini? Jangan-jangan, kamu adalah mata-mata suruhan mantan suamiku? Katakan padaku, apa saja yang diperintahkan mantan suamiku padamu? Apa rencana yang akan dia lakukan? Kamu pasti disuruh dia agar dia bisa mengambil Nafisa dariku.”
“Kamu salah, Nona. Aku sama sekali tidak mengenal suamimu,” ucap Deon pasti. “Mari kita bicara di dalam mobil. Aku akan menjelaskan semuanya,” lanjutnya berjalan dengan langkah pasti.
Deon sudah berada di tempat parkir mobil, dan Melani berada di belakangnya. Dia membuka pintu mobil itu. “Masuklah,” ucapnya pada Melani. “Tenang saja. Kita tidak sendirian. Aku pastikan, aku tidak akan melakukan seperti apa yang pria br3ngsek tadi lakukan padamu,” lanjutnya.
Ragu-ragu, Melani masuk ke dalam mobil. Di dalam mobil itu, sudah ada Aldo yang duduk di kursi sopir, dan seorang wanita berpakaian serba hitam duduk di mobil bagian belakang, bersebelahan dengannya. Deon masuk ke dalam mobil dan duduk di sebelah Aldo.
“Jadi, apa yang bisa Anda lakukan untuk membantuku, Tuan Deon?” Melani bertanya tanpa basa-basi.
Dia sudah tidak sabar ingin mengetahui arah pembicaraan Deon. Apakah laki-laki itu benar-benar tidak berbohong? Bagaimana jika ternyata dia berbohong?
Melani masih berpikiran macam-macam. Bisa jadi, Deon menginginkan sesuatu darinya. Dia hanyalah wanita biasa dari kaum jelata. Tidak mungkin seorang pengusaha kaya seperti Deon mau melakukan sesuatu untuk wanita biasa yang baru saja dikenalnya.
“Apakah kamu menginginkan sesuatu dariku?” tanyanya ragu-ragu.
Deon tersenyum miring. Entah apa maksud senyumnya itu. Namun, sejak bertemu dengan Deon, Melani sama sekali tidak pernah melihat laki-laki itu tersenyum. Dia benar-benar begitu dingin, hingga bisa membuat siapa saja menggigil saat berada di dekatnya.
“Aku akan memberikan pekerjaan untukmu. Kamu bisa bekerja sebagai sekretaris di perusahaanku,” ucap Deon masih dengan senyuman tipis di bibirnya.
“Apa aku tidak salah dengar?” Melani membulatkan mata tidak percaya.
Bagaimana bisa seseorang memberinya pekerjaan dengan begitu mudah?
Dia bahkan belum mempunyai pengalaman bekerja sebelumnya. Ini terlalu mustahil. Padahal, sebelumnya dia mengira hanya akan dipekerjakan sebagai cleaning service atau office boy. Sekretaris adalah pekerjaan yang diidam-idamkan oleh banyak perempuan di luar sana. Melani tidak menyangka, dia bisa mendapatkan posisi itu dengan sangat mudah.
“Tentu saja aku serius," ucap Deon tanpa ragu. "Tapi, sebelum menjadi sekretaris, kamu harus menjadi asisten pribadiku terlebih dahulu,” lanjutnya seraya tersenyum menyeringai.
“Lebih tepatnya, asisten rumah tangga di rumahku,” ucapnya seraya menjentikkan tangan.
“Asisten rumah tangga?” Melani bertanya untuk memastikan bahwa dia memang tidak salah dengar. Apa hubungan antara sekretaris dengan asisten rumah tangga? Melani benar-benar tidak mengerti!
“Tepat sekali. Aku tahu, kamu sedang membutuhkan tempat tinggal. Kamu bisa tinggal di rumahku dan membawa serta anakmu. Besok aku akan menyuruh Aldo untuk menjemputmu,” ucap Deon tegas, seraya melirik Aldo yang sedang serius menyetir mobil.
“Kamu ada waktu dalam minggu-minggu ini, Sayang? Aku ingin pergi berdua denganmu. Sejak pernikahan kita, aku belum sempat mengajakmu berbulan madu.” Deon menyempatkan menelepon Melani di sela-sela kesibukannya bekerja.Di seberang telepon, Melani sibuk mempelajari berkas-berkas perusahaan. “Maafkan aku, Sayang. Kamu tahu akhir-akhir ini aku sangat sibuk. Aku harus mengurus butik dan juga mengurus perusahaan Ayah.” Melani berkata dengan penuh penyesalan.“Tapi kamu mempunyai banyak karyawan. Kamu bisa mendelegasikan semua pekerjaanmu pada mereka,” bujuk Deon. Dia sangat berharap bisa menikmati waktu berdua dengan istrinya.“Lain kali saja ya? Kamu tahu, aku baru saja membuat kebijakan baru untuk perusahaan ayahku. Aku membuat mereka menutup Jay Bar dan menghentikan produksi minuman beralkohol. Karena kebijakanku itu, perusahaan mengalami penurunan laba yang signifikan. Aku harus memperbaiki semua ini, Sayang.”“Apa? Apa yang kamu lakukan, Melani?” Tiba-tiba Nenek Karmila masuk ke ruang
Melani tampak sangat cantik mengenakan pakaian pengantin warna putih. Pesta pernikahan kali ini diadakan di Ballroom Hotel Alvarendra. Jika biasanya para pengantin akan menyewa gedung pernikahan selama dua atau empat jam saja, rencananya mereka akan memakai ballroom itu seharian penuh, dari pagi hingga malam hari.Banyak sekali tamu undangan yang menghadiri acara pesta pernikahan itu, mulai dari rakyat biasa hingga para pejabat dan rekan kerja Deon. Bahkan, para tamu undangan yang datang dari luar kota bisa menginap di hotel setempat dengan gratis.Tiba saat acara lempar bunga, para pasangan maupun para jomlo berebut buket bunga yang dilempar pengantin.Buket bunga yang dilempar Melani jatuh ke tangan Aldo dan Desy secara serempak. Mereka berdua berebut buket bunga itu dan tidak ada yang mau mengalah.“Kenapa kalian harus berebutan seperti anak kecil? Bukankah kalian akan menikah pada hari yang sama?” sindir Vina yang tia-tiba datang dengan gaun merahnya yang indah. Dia berhasil mereb
“Syarat lagi? Apa itu?” Deon bertanya pada mamanya. Dia akan melakukan apa pun, asalkan kedua orangtuanya mau merestui hubungan pernikahan dia dan Melani.“Papa dan Mama tidak hadir di pesta pernikahan kalian dulu. Jadi, Mama mau kalian mengadakan pesta pernikahan lagi. Kali ini harus meriah. Aku mau seluruh teman Mama dan rekan bisnismu diundang di pesta itu.” Mama Deon berkata panjang lebar.Deon dan Melani saling berpandangan. Mereka mengangguk pasti. Keduanya tersenyum bahagia setelah mendapatkan restu dari kedua orangtua Deon. Rasanya, satu beban yang mengganjal di hati mereka telah terbebas dan lepas.“Sekarang, kita tinggal meminta restu pada ayahmu, Melani,” gumam Deon. Melani mengangguk setuju.“Deon, Mela, bolehkah kami meminta bantuan kalian?” ujar Papa Deon memohon. “Aku ingin bertemu dengan Brian Atmajaya, ayah Melani. Bisakah kalian membawaku ke sana?” lanjutnya.Deon dan kedua orangtuanya pergi untuk menjenguk Brian Atmajaya di Lapas. Sementara, Melani akan menyusul set
“Apa kamu tidak bercanda, Deon? Mela, istrimu?” Mama dan Pap Deon bertanya serempak. Mereka saling berpandangan untuk sejenak. Tidak percaya dengan pengakuan Deon barusan.“Kamu pasti berbohong, Deon! Kamu berbohong agar kami merestui hubungan kalian. Sejak kapan kamu mulai berani berbohong?” Papa Deon menatap tajam anaknya.“Aku setuju! Aku juga menyangsikan ucapanmu, Deon. Mana mungkin Mela adalah istrimu? Jelas-jelas mereka adalah orang yang berbeda. Istrimu berasal dari keluarga kaya raya, sedangkan Mela hanya gadis sederhana yang berasal dari kelas menengah. Mereka sangat berbeda, Deon.” Mama Melani menyangkal.“Pa, Ma, tapi Mela benar-benar telah menjadi istriku istriku. Mela dan Melani adalah orang yang sama. Nama lengkapnya Melani Atmajaya, saat di sekolah dulu, teman-teman kami memanggilnya Mela.” Deon menjelaskan panjang lebar. Dia menghentikan kalimatnya sejenak untuk mengambil napas, kemudian kembali me
“Bagaimana Anda akan mengeluarkan Brian Atmajaya dari penjara?” Aldo bertanya pada Deon. “Apa itu tidak menyalahi aturan hukum yang berlaku?” lanjutnya.“Itu bukan hal yang sulit.” Deon tersenyum miring. “Kamu tahu, hukum di negara kita bisa dibeli dengan uang dan kekuasaan. Sebenarnya aku tidak ingin membeli hukum, tapi jika itu demi kebaikan, kenapa tidak? Lagi pula aku bukan membela orang yang salah. Bukankah Brian Atmajaya tidak bersalah? Dia hanya dijebak,” ujarnya panjang lebar.“Lalu, apakah menurut Anda Brian Atmajaya akan menepati janjinya? Apa dia berani mengambil tindakan menutup Jay Bar dan menghentikan produksi minuman beralkohol di perusahaannya, sementara tindakan itu mendapatkan pertentangan dari banyak pihak?” Aldo bertanya penasaran. Dia khawatir Brian Atmajaya akan mengingkari janjinya.“Jangan khawatir, Aldo. Aku tidak peduli dengan langkah apa yang akan diambil ayah mertuaku s
Maaf semuanya, dua bab terakhir yang berjudul Direktur Baru dan Ayah Mertua terbalik karena kesalahan teknis saat posting. Seharusnya baca bab Ayah Mertua lebih dulu baru kemudian baca bab Direktur Baru. Sekali lagi mohon maaf ya. Akan segera diperbaiki.Oh ya, kalian juga bisa membaca karya aku lainnya di Good Novel yang berjudul "Dicerai Setelah Malam Pertama" (Nama pena Norasetyana), hanya 40 bab yaFollow juga sosmed-ku juga yaF* Norasetya (Mommykhaa)I* NuurahmaaSelamat malam. Selamat berakhir pekan. Semoga cerita-ceritaku ini bisa menghibur bagi kalian. Semoga kita semua dilancarkan rejekinya dan diberi kesehatan, aamiin.Menjadi Janda Tajir Melintir akan segera tamat di bab 130-an. Selamat membaca. Ikuti terus ceritaku ya.