Share

Elang Kelaparan

Melani telah mengantarkan Nafisa ke sekolah. Dia terus memegangi kepalanya yang sakit. Berjalan masuk ke sebuah cafe dekat dengan sekolah Nafisa.

“Kamu kenapa, Melani?” Seorang wanita berambut pendek yang disemir merah muda sudah duduk di dalam cafe.

“Kamu bilang ingin bercerita sesuatu kepadaku. Tapi, kenapa wajahmu pucat sekali? Seharusnya, kamu bilang jika memang sedang tidak enak badan. Aku bisa menjemputmu.” Perempuan itu lalu berdiri, menuntun Melani duduk di sebelahnya.

“Aku butuh pekerjaan, Desy,” ujar Melani. Perlahan duduk di bangku cafe. Masih memegangi kepalanya yang terasa nyut-nyutan.

“Pekerjaan? Bukankah Johan sudah memberimu segalanya? Apa terjadi sesuatu pada kalian?” Desy, sahabat Melani sejak di bangku sekolah bertanya karena penasaran. Dia sangat mengerti, sejak dulu Melani tidak memiliki keinginan untuk bekerja seperti dirinya. Melani sangat menikmati menjadi ibu rumah tangga. “Apa kamu berubah pikiran?” tanyanya dengan mengerutkan kening.

“Aku dan Mas Johan akan bercerai.”

Ucapan Melani membuat Desy terkejut. Selama ini, Melani dan Johan terkenal sebagai pasangan yang kompak dan serasi. Mereka telah berpacaran sejak di bangku sekolah. Keduanya terlihat selalu bersama dan mesra. Bahkan, setelah mereka menikah, Desy tidak pernah mendengar pertengkaran di antara kedua pasangan tersebut.

“Apa aku tidak salah dengar?” Desy bertanya tidak percaya. “Bagaimana dengan Nafisa jika kalian berpisah?” lanjutnya bertanya penuh iba.

“Aku tahu, Nafisa terlalu kecil untuk mengalami semua ini. Dia terlalu kecil untuk melihat orangtuanya berpisah. Tapi, semuanya sudah terjadi. Aku tidak bisa berbuat apa-apa, Desy. Mas Johan yang ingin menceraikanku,” aku Melani.

Sorot matanya layu saat mengingat Nafisa. Dia benar-benar tidak tega jika Nafisa harus menanggung beban akibat permasalahan yang dialami orangtuanya.

“Serius? Johan ingin menceraikanmu? Bagaimana bisa?” Setahu Desy, Johan sangat mencintai Melani. Laki-laki itu yang lebih dulu mengejar-ngejar Melani ketika di bangku sekolah dulu. 

“Oh, iya. Kebetulan sekali, perusahaan kakakku sedang membutuhkan staff bagian administrasi. Aku akan membujuk dia untuk menerimamu bekerja di sana.”

Melani merasa lega. Setidaknya, dengan memiliki pekerjaan, dia bisa menghidupi dirinya sendiri dan juga Nafisa tanpa berharap pada Johan.

“Kabar bagus. Kak Evan sudah menerimamu sebagai karyawannya. Apa kamu bisa pergi ke Hotel Alva malam ini? Dia ingin menemuimu di sana untuk membahas masalah ini.” Seperti biasa, Desy memang teman yang bisa diandalkan. Belum satu jam dia sudah berhasil membujuk kakaknya untuk menerima Melani sebagai karyawannya.

“Tunggu! Tapi kenapa harus di hotel? Apa tidak ada tempat lain?” Melani bertanya bingung.

Desy mengangkat kedua bahu.

“Entahlah. Mungkin, selain bertemu denganmu, Kak Evan juga mempunyai janji dengan rekan bisnisnya di sana. Dia memang selalu begitu,” jawab Desy santai, “tenang saja. Aku akan menemanimu.”

Melani mengembangkan senyum. Desy memang selalu bisa diandalkan. Dia berdiri girang dan memeluk Desy serta mengucapkan terima kasih.

“Nanti saat bertemu Kak Evan, tolong jangan katakan apapun padanya. Jangan bilang padanya kalau aku akan bercerai dengan Mas Johan.” Melani menangkupkan kedua tangan. Memohon pada Desy.

“Tenanglah. Kamu tahu siapa aku? Aku tak akan pernah membocorkan rahasiamu.” Desy mengacungkan jempol tanda setuju.

“Apa kamu takut jika Kak Evan masih menyukaimu? Kamu tenang saja. Kak Evan sudah lama melupakanmu sejak kamu menikah. Lagi pula, sebentar lagi dia akan menikah,” ujar Desy panjang lebar.

Dia teringat dulu saat kakaknya mengejar-ngejar Melani bersaing dengan Johan. Saat itu, Melani memang cantik dan populer di sekolah, wajar jika banyak laki-laki yang menyukainya.

“Meski sebenarnya, aku lebih berharap jika kamu yang menikah dengan Kak Evan. Tapi sepertinya itu mustahil.” Desy tahu persis, Melani tidak akan pernah menyukai kakaknya.

****

Keduanya sudah tiba di Hotel tempat pertemuan mereka. Namun, telepon Desy tiba-tiba berdering. Teman Melani itu ternyata mendapat panggilan mendadak dari kantor.

“Maafkan aku, Melani. Sepertnya kamu harus menemui Kak Evan sendiri. Aku harus ke kantor sekarang.” Desy menunjukkan wajah gusar, kemudian berlari meninggalkan Melani begitu saja.

“Apa ini masuk akal? Dia meninggalkanku begitu saja saat kita sudah sampai di sini.” Melani bergumam lirih. Dia mengedarkan pandakngan ke sekeliling. Hotel yang luas dan besar.

Dia mengambil ponsel dari dalam tas miliknya, ragu-ragu memencet nomor ponsel seseorang. “Apa aku harus membatalkan pertemuan ini? Haruskah aku menundanya? Iya, aku akan mengirim pesan untuk Kak Evan. Aku tidak bisa menemui dia sendirian di hotel ini.”

Saat Melani berbalik hendak pergi, ternyata Kak Evan sudah berada di belakangnya.

“Melani? Kamu Melani, ‘kan?” Suara bariton laki-laki yang memakai setelan jas rapi itu mengagetkan Melani. Sudah lebih dari lima tahun sejak Melani menikah, dia tidak pernah bertemu dengan Evan. Laki-laki itu seperti tahu diri dan menjauh begitu mendengar kabar Melani akan menikah dengan Johan.

Evan dan Melani duduk berdua di kursi restoran yang sudah dipesan oleh Evan. Hanya ada mereka berdua.

“Mengapa hanya ada kita di sini, Kak?” Melani bertanya ragu-ragu. Merasa aneh dengan suasana di restoran itu. Ini adalah jam makan malam. Biasanya, restoran akan ramai pada jam-jam ini.

“Aku sengaja mem-booking tempat ini untuk kita, Melani.” Evan menatap Melani lekat. “Sudah lama aku menantikan saat-saat seperti ini bersamamu.” Evan meraih tangan Melani dan menggenggamnya.

Melani menarik tangannya. Menghindar dari genggaman tangan Evan. “Aku wanita beristri, Kak. Kamu tidak boleh melakukan ini,” ucapnya tegas.

Evan adalah pria yang tampan. Apalagi, sekarang dia sudah mapan dan memiliki perusahaan sendiri. Namun, entah mengapa Melani tidak suka dengan perlakuan Evan kepadanya. “Aku dengar dari Desy, Kak Evan juga akan segera menikah,” ucap Melani ragu-ragu.

“Aku akan membatalkan pernikahanku jika kamu mau menikah denganku, Melani. Aku akan melakukan apa pun, asalkan kamu mau bersamaku.” Evan kembali menggenggam tangan Melani, bahkan terkesan memaksa. “Tolonglah! Kali ini jangan menolakku. Aku tahu semuanya tentangmu. Aku tahu, kamu dan Johan akan bercerai.”

“Dari mana Kak Evan tahu?” Melani menepis kasar tangan Evan dan berdiri menghindar.

“Meski aku bercerai dengan Johan, tetap saja aku tidak bisa bersamamu. Maafkan aku, Kak.”

Melani mengambil langkah hendak pergi, tetapi Evan tidak tinggal diam. Dia mengikuti Melani. Evan menarik lengan Melani dan menyeretnya masuk ke sebuah kamar hotel.

“Kali ini kamu tidak akan bisa menolakku lagi, Melani.” Evan mengunci pintu kamar dan mendorong tubuh Melani di atas tempat tidur.

“Apa yang mau kamu lakukan, Kak?” Melani menggeleng-gelengkan kepala. “Tidak, jangan lakukan ini. Biarkan aku pergi.” Melani hendak berdiri, tetapi Evan lebih dulu menindih tubuhnya.

“Kamu tidak bisa ke mana-mana sekarang, Melani.” Mata elang Evan menatap Melani. Dia terlihat seperti seekor elang yang sudah sangat kelaparan, hendak menerkam Melani saat itu juga.

Dia merobek baju Melani. Perlahan, Evan melucuti pakaian Melani dari atas ke bawah. Saat hendak memasukkan sesuatu ke tubuh Melani, tiba-tiba terdengar suara pintu yang didobrak.

"Tolong, aku!"

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Lilis Ilham
Alhamdulilah ada orang semoga selamat
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status