Bab 3 MJDMP
"Bu Ambar? Itu kan suara Bu Ambar, istri juragan Supeno?" batin Anjani tanpa menolehkan kepalanya.Ia justru mempercepat langkah kakinya, sengaja menghindar dari istri lelaki yang baru saja menceraikannya."Anjani! Jangan pergi!" teriak Bu Ambar seraya mengejar langkah Anjani. Dengan setengah berlari akhirnya Bu Ambar berhasil mencekal tangan Anjani. Membuat langkah gadis itu terhenti."Anjani, tunggu!""Ada apa, Bu? Saya sudah tidak ada urusan dengan ibu.""Saya ingin bicara sama kamu, Anjani.""Bicara apa? Meminta saya kembali untuk menjadi pembantu di rumah ibu demi membayar hutang saya? Maaf, itu tidak mungkin terjadi. Permisi!" Anjani menjawab dengan sinis, kemudian segera beranjak pergi.Namun sekali lagi, Bu Ambar mencegahnya."Anjani, sebentar saja, hanya lima menit. Ini bukan seperti yang kamu pikirkan. Saya ingin berbicara dengan kamu sebagai sesama wanita.Sebaiknya kita duduk di sana, kamu juga pasti belum sarapan, kan?" ucap Bu Ambar sembari menunjuk warung rawon yang terletak tak jauh dari hadapannya.Tanpa menunggu persetujuan Anjani, Bu Ambar menarik tangan Anjani menuju warung rawon yang aromanya menguar menggugah selera, terlebih selera Anjani yang memang sejak semalam belum terisi perutnya."Bu, nasi rawonnya satu sama teh hangat 2 ya," pesan Bu Ambar pada penjual rawon. Sedangkan Anjani memilih bungkam tanpa sepatah kata pun."Anjani, untuk kejadian semalam, saya minta maaf, ya? Maafkan sikap Juragan Supeno yang sudah mempermalukan kamu di depan khalayak ramai. Saya tahu, itu sungguh sangat menyakitkan, dan saya minta maaf, karena tidak bisa berbuat apapun untuk kamu semalam," ucap Bu Ambar membuka percakapan.Anjani memandang Bu Ambar dengan sorot mata yang tak dapat diartikan, sejenak ia terdiam, sebelum akhirnya memutuskan untuk bersuara."Ibu tidak perlu meminta maaf atas sebuah kesalahan yang tidak pernah ibu lakukan. Masalah semalam, itu urusan saya dengan Juragan Supeno," jawab Anjani datar."Saya tahu, kamu pasti merasakan sakit hati yang amat mendalam. Saya turut prihatin di satu sisi, tetapi di sisi lain saya bersyukur kamu bisa lepas dari Juragan Supeno, Anjani." Bu Ambar menyampaikan empati dan syukurnya secara bersamaan. Membuat Anjani menjadi bingung menilai sikapnya.Anjani tersenyum miring, "Ibu pasti tengah bersyukur karena tidak jadi dimadu, kan?""Tidak ada istri yang rela dimadu, Anjani. Tapi bukan itu yang membuat saya bersyukur." Jawaban Bu Ambar semakin menciptakan teka-teki di benak Anjani."Lalu?""Sejak awal saya sudah tidak setuju dengan keputusan Juragan Supeno menikahimu, Anjani. Bukan soal tak rela dimadu. Tapi rasanya ini terlalu tidak adil untukmu.Kamu masih muda, cantik, pintar. Masa depanmu masih panjang. Sedangkan Juragan Supeno? Kamu tahu sendiri bagaimana perangainya.Juragan Supeno, lelaki yang arogan, ketika dia marah, dia seperti kalap dan tidak dapat menguasai dirinya. Kamu sudah menyaksikannya sendiri semalam, kan? Hal yang patut kamu syukuri saat dia melepasmu di malam pertama kalian.Sebab kamu tidak harus bernasib sama dengan saya. Yang harus menerima perlakuan arogannya hingga akhir hayat," ungkap Bu Ambar terdengar pilu di telinga Anjani."Jadi apakah selama ini Juragan Supeno tidak berlaku baik pada ibu?" tanya Anjani mulai penasaran."Seperti yang baru saja kamu dengar, Anjani. Dan saya hanya menyampaikan ini padamu. Bukan berniat untuk mengumbar aib keluarga sendiri, tetapi lebih untuk menguatkan kamu, bahwa di balik kecewa dan sakit hati yang kamu rasakan, ada hikmah yang patut kamu syukuri. Semoga informasi saya ini bisa sedikit mengurangi beban kamu." Wanita keturunan sunda yang dinikahi Juragan Supeno itu terlihat tulus berbicara pada Anjani.Anjani tampak merenung, sesaat dia membayangkan apa yang akan terjadi pada hidupnya jika perceraian semalam tidak pernah terjadi? Hidup selamanya bersama manusia seperti Juragan Supeno sungguh sangat mengerikan sekedar untuk dibayangkan.Dalam hati ia berucap syukur, setidaknya, ia bisa terbebas dari kehidupan yang mengerikan itu."Maaf, Bu ... Tapi kenapa ibu masih bertahan sampai saat ini?" tanya Anjani yang mulai bersimpati pada Bu Ambar."Kalau saya bisa memilih, saya akan meminta untuk diceraikan sejak awal sepertimu, Anjani. Sayangnya saya tidak seberani dan sekuat kamu. Saya lemah sebagai seorang wanita.Semua sudah terlanjur terjadi. Satu-satunya alasan yang membuat saya bertahan selama ini hanyalah anak-anak. Andai tidak ada mereka, sudah barang pasti saya sudah meninggalkan juragan Supeno," jawab Bu Ambar membuat Anjani semakin bersimpati."Permisi, ini pesanannya ya, Bu," ucap sang penjual seraya meletakkan sepiring nasi rawon dan dua gelas teh hangat di meja."Matur nuwun, Bu," balas Bu Ambar. Wanita berkulit putih itu kemudian meletakkan sepiring rawon di hadapan Anjani."Makanlah, Anjani!" titah Bu Ambar."Terima kasih, Bu. Untuk ibu saja," balas Anjani merasa sungkan. Bukan ia tak ingin menyantap nasi rawon di hadapannya, sungguh perut laparnya meronta-ronta melihat nasi rawon yang masih mengepul asapnya itu. Akan tetapi dia berusaha menahan diri, sebab hanya ada sepiring di hadapan dua orang yang tengah duduk.Bu Ambar tersenyum, "Makanlah, saya memang memesan makanan itu untuk kamu. Kalau saya nanti makan di rumah saja, Juragan Supeno tidak suka kalau dibiarkan makan seorang diri di meja," terang Bu Ambar membuat Anjani terenyuh, menyadari betapa tulusnya wanita di hadapannya itu menjalankan peran sebagai seorang istri."Sungguh kejam Supeno sudah memperlakukan istri sebaik Bu Ambar dengan perlakuan yang tak semestinya. Manusia macam Supeno harus segera ditumbangkan! Jangan sampai ada lebih banyak hati yang tersakiti," batin Anjani."Lalu setelah ini rencana kamu bagaimana, Anjani?" tanya Bu Ambar memecah keheningan."Saya belum tahu, Bu. Tapi yang jelas saya tidak akan menginjakkan kaki saya di Sumber Asri sebelum saya bisa melunasi hutang pada Juragan Supeno.""Ya, menurut saya sebaiknya kamu pergi menjauh dari kampung Sumber Asri untuk sementara waktu, sebab paman kamu terus mencari kamu, Anjani," terang Bu Ambar."Paman mencari saya?""Iya, dia khawatir kamu akan lari dari tanggung jawab, dan seluruh hutang itu akan kembali dilimpahkan ke dia."Anjani menggelengkan kepala tak percaya."Terima kasih infonya, Bu. Saya memang berniat pergi, tapi tidak akan jauh dari sini. Paling jauh mungkin ke kota. Sebab saya tidak membawa data identitas apapun.Selain itu saya juga masih punya tanggungan dengan Juragan Supeno, untuk melunasi hutang dalam waktu 40 hari. Dan saya tidak akan lari dari tanggung jawab.""Kamu gadis yang tangguh, Anjani. Ke manapun kami pergi nanti, semoga kamu mendapatkan kesuksesan." Bu Anjani menyampaikan harapannya tulus, yang diaminkan oleh Anjani."Kalau begitu saya pamit dulu ya, Anjani. Ini ada sedikit uang untuk kamu, gunakan untuk membayar makanan ini, lalu belilah pakaian dan gantilah bajumu. Kamu tidak mungkin kemana-mana dengan kebaya yang sudah terkoyak seperti itu. Saya bisa membayangkan apa yang sudah Juragan Supeno lakukan padamu, sekali lagi saya mohon maaf, ya," ucap Bu Ambar seraya menghela nafas panjang.Anjani menggeleng, kemudian menyerahkan kembali beberapa lembar merah itu pada Bu Ambar."Tidak usah repot-repot, Bu!""Ini tidak repot, Anjani. Hanya ini yang bisa saya lakukan untuk membantu kamu. Saya akan menjadi dzalim jika hanya berpangku tangan melihat penderitaan kamu yang disebabkan oleh suami saya sendiri.Setidaknya, jika saya tidak bisa membela kamu di depan dia, saya bisa sedikit meringankan beban kamu di belakangnya. Tolong diterima ya, Anjani." Bu Ambar tetap memaksa dengan meletakkan uang itu di genggaman Anjani.Sejenak mata Anjani memanas merasakan kebaikan Bu Ambar padanya. Wanita yang bergelar istri Juragan Supeno itu benar-benar berhati malaikat.Anjani tersenyum haru. "Terima kasih, ya, Bu. Saya benar-benar dibuat heran, bagaimana mungkin orang sebaik ibu mendapatkan suami seperti Juragan Supeno," balas Anjani.Bu Ambar balas tersenyum, "Kamu tahu kisah Raja Fir'aun? Siapa yang lebih kejam darinya di masa itu? Dia manusia terkejam di zamannya. Tetapi ia justru memiliki istri sebaik Asiah binti Muzahim. Saya tidak sedang menyamakan Fir'aun dengan Juragan Supeno. Hanya saja saya mengambil pelajaran dan terinspirasi dari istri Fir'aun.""Masya Allah ...." Anjani bergumam penuh keharuan."Saya pamit ya, Anjani, segera dimakan nasi rawonnya, keburu nggak enak nanti kalau dingin." Bu Ambar berpesan seraya berdiri dari tempat duduknya."Sekali lagi terima kasih, Bu.""Sama-sama."Setelah itu Bu Ambar benar-benar pergi. Anjani memandang lima lembar uang seratus ribuan di tangannya dengan tak percaya. "Ya Allah, sungguh Engkau tidak akan pernah menguji seorang hamba melebihi batas kemampuannya."Ia pun segera menyantap nasi rawon yang mulai surut kuahnya, kemudian segera membayar saat semua hidangan habis tak tersisa.Anjani melanjutkan langkahnya untuk membeli beberapa pakaian dan kebutuhannya, mencari toilet umum untuk mandi dan berganti baju, baru setelah itu kembali ke tempat agency ketenagakerjaan untuk menemukan peraduan nasib.Nasib baik kali ini berpihak kepadanya, kedatangannya disambut baik, sebab pas sekali sedang ada rumah yang sedang membutuhkan jasanya sebagai ART.Setelah melalui proses pemeriksaan yang tidak begitu ruwet, akhirnya Anjani diantarkan ke sebuah rumah megah yang terletak di tengah kota. Rumah yang akan membawanya pada nasib yang lebih baik di masa depan.Anjani menghela nafas panjang di depan gerbang bangunan megah itu, tepat di atas gerbang terdapat sebuah plang bertuliskan "dr. Ahmad Ali Al-Jufry Sp.OG" beserta jadwal praktiknya.Bab 34 - DILEMASatu per satu rangkaian acara telah terlewati. Tak banyak yang dilakukan hari ini, hanya doa dan mauidzoh hasanah singkat. Tidak ada acara adat yang beragam. dr. Ahmad sengaja menfokuskan acara pada jamuan para tamu, sebagaimana judulnya tasyakuran.Satu per satu tamu undangan dan keluarga berpamit, kini hanya tersisa beberapa kerabat dan kolega dr. Ahmad, berkumpul untuk sekedar mengobrol, karena niatnya memang perkumpulan mereka untuk reuni.dr. Ahmad berkumpul dan bercengkrama dengan teman-temannya, sementara Anjani menemui para istri yang turut serta.Adapun Zahira, gadis itu berpindah-pindah, kadang berada di pangkuan Daddy-nya, kadang pula berpindah ke sisi Mommy untuk bersiaga. Kelucuan gadis itu menjadi bahan pembicaraan malam ini, gadis kecil dengan sikap dewasa namun tetap dengan cara khas anak-anak. Sungguh sangat menggemaskan.Sejak tadi, Anjani sebenarnya menahan sakit di perutnya. Semakin lama sakit itu semakin terasa intens. Namun di depan para tamu, ia
Bab 33Anjani dan Zahira tengah berada di kamar untuk dirias. Malam nanti adalah malam acara 7 bulanan kehamilan Anjani.Sejak pagi, rumah sudah ramai kunjungan sanak saudara dr. Ahmad. Mereka berkumpul untuk meramaikan acara. Walaupun semua jamuan acara sudah di-handle oleh EO (event organizer) tapi tetap saja Mbak Sri dan kerabat dr. Ahmad menyibukkan diri menyiapkan jamuan.Zahira sangat bahagia hari ini, karena banyak teman saudaranya yang berkumpul. Terlebih, Anjani mengajaknya serta dalam hal tata rias, gadis kecil itu berasa akan disulap menjadi peri saat make up tipis disapukan ke wajah cantiknya.Zahira selesai lebih awal dirias. Gadis kecil itu kemudian dibantu oleh MUA untuk mengenakan gaunnya. Gaun berwarna biru langit senada dengan warna kebaya yang dikenakan Anjani juga jas yang dikenakan oleh Daddy-nya.Di depan cermin full body, Zahira memutar dirinya, mirip seperti tinkerbell yang imut dan menggemaskan.Anjani tersenyum melihat putri sambungnya begitu happy dan antusi
Bab 32 - DILEMA"Bang ...." Anjani memanggil suaminya manja. Di minggu siang yang damai, karena hanya ada mereka berdua di rumah. Mbak Sri berpamit pulang kampung barang sehari, sementara Zahira, tadi.pagi dijemput saudara dari Surabaya untuk diajak ke taman safari.Anjani menolak untuk ikut serta, karena kehamilan yang semakin besar membuatnya merasa mudah capek saat melakukan perjalanan. Terlebih area taman safari sangat luas, kebun binatang Surabaya saja tak mampu ia taklukkan.Kandungannya sudah memasuki usia 7 bulan. Sejak masuk trimester tiga, Anjani menjadi sangat doyan makan. Setelah tiga bulan hanya terbaring dengan makanan infus, ia seperti balas dendam saat perutnya mulai bisa menerima makanan. Kata mbak Sri, itu namanya "Maruk'i". Akibat dari itu, berat badannya melonjak tinggi. Membuat aktivitasnya terasa sangat berat.dr. Ahmad pun tak mempermasalahkannya, asalkan masih di batas normal, dan asal istrinya bersedia melakukan senam hamil untuk tetap menjaga kebugaran. Apapu
Bab 31 - DILEMASetelah rasa kram di perut Anjani berangsur hilang, dr. Ahmad membawa istrinya ke tempat makan. Sekedar duduk sembari menikmati es teh dan beberapa macam gorengan yang tersedia.dr. Ahmad memesan beberapa potong tempe mendoan, ote-ote dan juga pisang goreng. Kemudian membawany ke hadapan sang istri yang tengah duduk manis menikmati es teh."Masih anget, Sayang ... cobain, enak!" ucap dr. Ahamd seraya meletakkan sekotak forengan dengan toping cabe rawit yang menggugah selera.Tak menolak, Anjani pun langsung mencomot tempe mendoan dan memakannya."Enak?" tanya dr. Ahmad."Enak, Bang ... rasanya beda gitu kalau bikinan tangan orang," balas Anjani.dr. Ahmad terkekeh, "itu hanya perasaan kamu saja, kalau bagi Abang, ya jelas jauh lebih enak bikinan kamu," sanjung dr. Ahmad."Nah, itu juga cuma perasaan Abang. Jadilah makan gorengan aja bawa-bawa perasaan," sahut Anjani. Keduanya terkekeh bahagia.Sementara Anjani menikmati gorengan, dr. Ahmad mengangkat kaki Anjani dan me
Bab 30 - DILEMAMobil dr. Ahmad melesat cepat membelah jalanan yang cukup senggang pagi ini. Sepanjang perjalanan, Zahira terlihat riang. Ia berceloteh dan bernyanyi. Sementara Ayuma lebih banyak diam. Moodnya hancur pagi ini. Ia sudah sangat keras memutar otak untuk menggagalkan rencana kepulangannya, namun ia tak mendapatkan hasil apa-apa. Pada akhirnya ia pun berada di mobil ini menuju bandara."Ante Yuma kenapa diem aja?" tanya Zahira menyapa Ayuma."Ante Yuma sedih, Sayang ...," sahut Ayuma mulai berdrama."Sedih kenapa, Ante? tanya Zahira peduli."Karena mau berpisah sama Zahira," sahut Ayuma. Anjani yang berada di bangku depan hanya bisa mengerlingkan kepala, senyum puas tergambar di wajah Ayuma saat melihat Anjani memalingkan wajah ke jendela, berhasil membuat Anjani kesal cukup membuatnya terhibur.Namun senyum itu mendadak berubah masam saat tangan dr. Ahmad meraihnya, lalu mereka saling berpandangan mesra dan menguatkan. Seketika rasa cemburu menguasai hati Ayuma."Ante Yum
Bab 29 - DILEMA"Zahira ... dengar Daddy, Nak ... Mommy minta Ante Yuma untuk pulang itu bukan karena Mommy nggak suka sama Ante Yuma, Sayang ... tapi karena Mommy peduli sama Ante Yuma. Ante Yuma punya kesibukan di tempatnya, jadi Mommy nggak ingin merepotkan Ante Yuma di sini." dr. Ahmad menjelaskan dengan lembut pada Zahira. Namun gadis itu hanya terdiam."Lagi pula, tadi yang minta Ante Yuma pulang bukan Mommy, kok. Tapi Daddy," lanjut dr. Ahmad seketika membuat Zahira menoleh ke arahnya."Kok Daddy malah minta Ante Yuma pulang sih? Daddy nggak asih ah!" gerutu Zahira dengan kedua tangan disilangkan di dada.dr. Ahmad membelai kepala Zahira sayang. "Iya, Nak ... Daddy memang sengaja minta Ante Yuma untuk pulang, karena Daddy mau ajak Zahira ke Surabaya untuk bertemu saudara-saudara di sana? Gimana, Zahira mau, kan? Zahira bisa bebas bermain dengan banyak teman di sana." dr. Ahmad menyampaikan rencananya pada Zahira. Seketika raut wajah gadis itu berubah bahagia."Wah, beneran, Dad