Share

Bab 4 MJDMP

Bab 4 MJDMP

Tak lama setelah bel dibunyikan, seorang security keluar dari dalam gerbang.

"Selamat siang, Mbak. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Satpam dengan name tag 'Toha' itu ramah.

"Siang, Pak. Apa benar ini kediaman dr. Ahmad?" tanya seorang petugas yang mengantarkan Anjani.

"Benar, Mbak. Mbaknya mau periksa? Maaf, Mbak, ini bukan jadwalnya," ucap Pak Toha seraya memandang Anjani dan petugas itu bergantian.

"Tidak, Pak. Kami kemari tidak untuk periksa. Perkenalkan saya tim dari Sumber Rejeki Agency, sudah membuat janji temu dengan dokter Ahmad. Apa dokter Ahmadnya ada?" tanya tkm Agency.

"Wah, sayang sekali, dr. Ahmad baru saja berangkat untuk seminar di luar kota. Tapi tadi beliau berpesan, kalau ada orang dari Sumber Rejeki Agency suruh dipertemukan dengan Ibu. Jadi, mari saya antar." Pak Toha kemudian membuka gerbang dan mempersilakan keduanya masuk.

Anjani dan tim agency-nya lalu mengikuti langkah pak Toha untuk bertemu dengan sang pemilik rumah.

"Assalamualaikum," salam Toha seraya mengetuk pintu rumah yang dibiarkan terbuka.

Tak lama kemudian, tampak seorang ibu-ibu yang terlihat sudah berumur tetapi tampak sangat energik keluar menggandeng seorang anak perempuan.

"Wa'alaikumsalam, ada apa Pak Toha?" tanyanya seraya membenarkan posisi jilbab pashminanya.

"Ada tamu, Bu. Dari Sumber Rejeki Agency," terang Pak Toha.

"Oh iya, minta tolong dipersilakan masuk ya, Pak," jawabnya ramah.

Setelah itu Toha mempersilakan Anjani dan tim Agency-nya untuk masuk dan bertemu langsung dengan pemilik rumah.

"Selamat siang, Mi, apa kabar?" sapa tim Agency yang mendampingi Anjani ramah.

"Eh, Mbak Indah toh yang datang," balas wanita berwajah arab itu ramah, sedangkan balita cantik di sisinya hanya melirik penuh selidik ke arah mereka berdua.

"Iya, Mi. Masih ingat aja Ummi sama saya," jawab tim Agency yang ternyata bernama Indah.

"Ya ingat toh Mbak Indah, kan dulu juga Mbak Indah yang mengantarkan Sumiati kemari. Usia saya memang tak lagi muda, Mbak Indah, tapi Alhamdullilah, Allah masih menganugerahkan ingatan yang kuat.

Qodarullah, Sumiati harus pulang kampung karena ibunya sakit. Dia harus merawat ibunya, dan saya izinkan, sebab itu kewajiban dia, kan? Jadi saya harus mencari penggantinya," jawab seseorang yang dipanggil Ummi oleh Mbak Indah.

Mbak Indah hanya mengangguk paham.

"Iya, Mi. Dan perkenalkan, ini Anjani, yang akan menggantikan Sumiati." Mbak Indah mulai memperkenalkan Anjani.

Anjani membungkukkan tubuhnya sebagai tanda hormat pada calon majikannya.

Sejenak wanita dengan panggilan Ummi itu memandang Anjani, entah apa yang sedang dipikirkannya.

"Anjani ... Perkenalkan saya Fahira, semua orang di rumah ini biasa memanggil saya dengan sebutan Ummi, kamu juga bisa memanggil saya dengan sebutan itu, atau senyaman kamu," ucap Wanita cantik itu ramah.

"Siap, Ummi." Anjani menyahut.

"Kalau ini namanya Zahira, cucu saya."

"Hallo, Zahira," sapa Anjani ramah, dia yang bercita-cita menjadi guru TK memang sangat penyayang terhadap anak kecil. Begitu pun sebaliknya. Anak-anak kecil selalu nyaman bermain dengannya.

Namun hal yang berbeda ditunjukkan oleh Zahira, anak itu justru melirik Anjani tak suka, kemudian bertanya pada neneknya, "Dia siapa, Ummi?"

"Itu namanya Mbak Anjani, yang akan bantuin Ummi ngurusin pekerjaan rumah, gantiin mbak Sumiati," jelas Ummi Fahira telaten.

"Oh, kirain tante-tante yang mau ngaku-ngaku jadi Mama Ira lagi, soalnya Mbaknya cantik sih, beda sama Mbak Sumi," celetuknya polos membuat semua orang yang ada di ruangan itu terkekeh melihat tingkahnya.

"Sssttt ... Nggak boleh banding-bandingin seperti itu, Zahira, nggak baik, Nak. Semua makhluk Allah itu cantik dan tampan." Ummi Fahira memberi pengertian pada cucunya.

"Iya, maafin Ira ya, Mi," sahutnya begitu manis.

"Ya sudah, kenalan gih sama Mbak Anjani!" titah Ummi Fahira yang dituruti oleh Zahira.

"Hallo, namaku Zahira," ucapnya singkat seraya mengulurkan tangan ke arah Anjani.

Anjani menyambut hangat uluran tangan bocah yang ia taksir berusia lima tahunan itu.

"Hallo cantik, senang bertemu dengan anak manis sepertimu," jawab Anjani seraya mencium jari-jari mungil nan gembil milik Zahira.

Sejenak sikap hangat Anjani mendapatkan perhatian lebih dari Zahira, namun hal itu tak membuatnya menunjukkan sikap bersahabat pada Anjani.

"Maafkan Zahira ya, Anjani, dia memang seperti itu anaknya kalau sama orang asing. Mangkanya saya juga kerepotan cari baby sitter, karena nggak ada yang cocok sama Zahira," ungkap Ummi Fahira meminta pengertian Anjani.

Anjani tersenyum manis, "Tidak apa-apa, Ummi, namanya juga anak-anak," jawab Anjani tak banyak bicara.

"Terima kasih ya, karena sudah mau mengerti."

"Anak kecil memang makhluk yang paling transparan, Ummi. Dia hanya melakukan apa yang sesuai dengan hatinya," jawab Anjani.

"Iya, kamu benar. Oiya, kamu terlihat sangat muda, Anjani. Berapa usiamu, Nak?" tanya Ummi Fahira yang membuat hati Anjani terenyuh dengan panggilan untuknya. Wanita bergelar nenek itu tahu dia adalah calon pembantu di rumahnya, namun ia sangat menghormatinya dengan memanggilnya dengan sebutan, Nak.

"Usia saya 20 tahun, Ummi."

"MasyaAllah, pantas saja kamu terlihat masih sangat muda," sahut Ummi Fahira dengan tersenyum. Wajah teduhnya benar-benar membawa kedamaian bagi siapapun yang memandangnya.

Anjani balas tersenyum.

"Maaf, Anjani. Boleh saya tahu mengapa kamu memilih jalan untuk bekerja menjadi Art? Mengingat kamu masih sangat muda, dan peluang kamu untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih layak mungkin sangat besar," tanya Ummi Fahira hati-hati. Tak ingin menyinggung perasaan Anjani.

"Saya membutuhkan pekerjaan cepat, Ummi. Untuk memenuhi tuntutan keluarga. Jadi saya ambil peluang apapun yang ada di depan mata. InsyaAllah, apapun pekerjaannya, asalkan pekerjaan halal, akan membawa keberkahan untuk saya," jawab Anjani terdengar begitu optimis.

"Ilahi Aamiin, Ya Kariim," Ummi Fahira mengaminkan harapan Anjani.

"Saya bangga melihat jiwa muda yang optimis sepertu ini. Kamu benar, tidak ada pekerjaan yang hina selama itu halal.

Baiklah, kalau memang kamu sudah mantap dengan keputusan kamu, Bismillah, saya terima kamu bekerja di rumah ini."

"Alhamdulillah, terima kasih banyak, Ummi."

"Sama-sama. Akan saya jelaskan beberapa aturan kerjanya, ya?" lanjut Ummi Fahira.

"Siap, Ummi."

"Untuk pekerjaan kamu adalah mengurus rumah ini, bersih-bersih, memasak dan mencuci. Kamu bisa melakukan semua pekerjaan itu?" tanya Ummi Fahira memastikan.

"InsyaAllah bisa, Ummi."

"Alhamdulillah. Oiya, untuk hal bersih-bersih, kamu hanya bertugas membersihkan ruangan yang terbuka ya. Untuk kamar saya dan Ahmad, tidak perlu dibersihkan.

Maaf, bukan saya bermaksud menyinggung kamu, tapi ini demi menjaga agar tidak ada su'udzon di antara kita," jelas Ummi Fahira.

"Baik, Ummi. Saya mengerti."

"Untuk gaji kamu, per bulan saya akan berikan 2.500.000, belum termasuk bonus jika pekerjaan kamu memuaskan, atau ada pekerjaan tambahan ya," lanjut Ummi Fahira lagi.

Sejenak Anjani berpikir, bagaimana mungkin ia mengandalkan gaji sebagai Art untuk melunasi hutang pada Juragan Supeno yang berjumlah 20 juta beserta bunganya, dengan kurun waktu 40 hari?

Akan tetapi ia sadar, ia tidak memiliki pilihan lain.

"Bagaimana, Anjani?" tanya Ummu Fahira menyadarkan Anjani dari lamunannya.

"Baik, Ummi. Saya setuju."

"Alhamdulillah. Kalau begitu kamu boleh mulau bekerja dari sekarang, ya."

"Terima kasih, Ummi," jawab Anjani.

"Oh iya, satu lagi. Kamu memang terikat kontrak kerja dengan saya, tapi saya tidak ingin menjadi penghalang untuk kamu terus berkembang.

Jadi, jika suatu saat, kamu perlu meninggalkan pekerjaan ini untuk hal yang lebih menjamin kehidupan kamu, saya akan izinkan. Dengan catatan jangan terlalu mepet pemberitahuannya. Minimal dua minggu sebelum resign kamu harus sudah infokan, supaya saya bisa mencari ganti," lanjut Ummi Fahira.

"Siap, Ummi."

"Saya juga mengizinkan kamu melakukan pekerjaan sampingan. Dengan catatan, dikerjakan di rumah ini, dan tidak mengganggu pekerjaan utama kamu, ya," terang Ummi Fahira membuat Anjani berbinar.

"MasyaAllah, terima kasih, Ummi," jawab Anjani merasa bersyukur sebab mendapatkan kesempatan untuk tetap produktif. Hal itu membuatnya semakin optimis untuk melunasi hutang pada Juragan Supeno tepat waktu.

"Sama-sama. Dan untuk makan juga kebutuhan mandi, kamu tidak perlu pikirkan. Karena semua sudah saya siapkan untuk kamu selama bekerja di rumah ini," lanjut Ummi Fahira sekali lagi. Membuat Anjani lagi-lagi berucap syukur, sebab mendapatkan majikan yang begitu baik.

"Sekali lagi saya ucapkan beribu terima kasih, Ummi."

"Sama-sama."

Dan saat mereka tengah asyik bercengkrama, tiba-tiba terdengar sebuah suara ngebass menggema mengucapkan salam.

"Assalamualaikum ...."

Seketika semua orang yang ada di ruang tamu menoleh ke arahnya.

"MasyaAllah, dia manusia atau malaikat?" batin Anjani terkagum melihat pemandangan di hadapannya.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Arya Bima
bagus sabarya anjani semoga suksek di kemudian hari
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status