Share

Bab 2 : Tragedi

Pesta berakhir, Haris dan Karina sudah kembali ke rumah dan bersiap untuk beristirahat. Keluar dari kamar mandi, Haris langsung menuju ruang kerjanya. Ia kembali mengenakan kaca matanya untuk mengecek sesuatu di layar komputernya.

Sesaat kemudian Karina menyusul. Berdiri di ambang pintu, ia sejenak memperhatikan suaminya sebelum memutuskan untuk mendekatinya. Tak ingin mengganggu pekerjaan Haris, Karina berdiri di samping kursi yang diduduki oleh Haris dan memastikan apa yang saat ini dilakukan oleh suaminya.

"Kamu tidur aja dulu, sebentar lagi aku selesai," ujar Haris tanpa membagi perhatiannya dari layar komputer di hadapannya.

Bukannya menjawab, Karina justru bergelayut pada sandaran sofa. Tak ada kalimat yang terucap, ia hanya menunggu. Hanya dengan cara itu Haris akan menjadi lebih peka dengan keadaan. Dan hal itu terbukti ampuh.

Haris meraih tangan Karina, membawa Karina duduk di atas pangkuannya dengan posisi tubuh menghadap ke samping. Karina pun refleks mengalungkan tangannya pada leher Haris. Akan tetapi, Haris justru kembali fokus pada layar laptop meski hanya menggunakan satu tangannya ketika satu tangannya yang lain menahan pinggang Karina.

Untuk sejenak mereka sibuk dengan urusan masing-masing. Haris yang benar-benar bekerja, sedangkan Karina yang sibuk memandangi wajah suaminya. Sesaat kemudian Haris mematikan layar komputer dan menarik tangannya dari atas meja. Ia kemudian memandang Karina.

"Kamu mau bicara sesuatu?"

"Aku cemburu," celetuk Karina.

"Maksud kamu tentang Julia?"

"Kamu bahkan nggak pernah tersenyum selebar itu waktu sama aku." Karina memutuskan untuk mengatakan sesuatu yang mengganjal hatinya dibandingkan dengan harus menyimpan dan membuat dirinya memikirkan hal-hal buruk.

"Dia teman SMA aku."

Karina mengangguk. "Seandainya dulu aku lahir lima tahun lebih awal, aku pasti bisa lihat kamu waktu SMA."

Haris hanya menanggapi itu dengan senyuman tipis, seperti kebiasaan lamanya. Karina tiba-tiba menangkup wajah Haris dan mencium bibir sang suami.

"Mas."

"Hmm?"

"Tadi aku ketemu Mbak Lisa. Dia udah hamil, lima bulan."

"Terus?"

"Aku juga pengen."

"Kamu mau hamil juga?"

Karina mengangguk, dia kemudian melepaskan kaca mata Haris dan menaruhnya di atas meja. Setelahnya ia terlihat malu-malu ketika kembali beradu pandang dengan Haris.

Sebuah sinyal telah dikirimkan, Haris tidak bisa menolaknya. Satu tangannya kemudian terangkat, meraih tengkuk Karina dan membawa wanita itu menjadi lebih dekat dengannya. Jarak itu lantas terputus oleh pertemuan permukaan bibir keduanya. Sebuah sekat tercipta, mempersilakan yang lain untuk mengisinya.

Sebuah ciuman manis yang berubah menjadi sesuatu yang lebih berarti. Haris mengangkat tubuh Karina dan membawa sang istri kembali ke kamar mereka. Dalam perjalanan, Karina masih sempat-sempatnya mencuri ciuman dan membuat Haris hampir kehilangan keseimbangannya. Namun, Karina justru tertawa kecil karena hal itu.

•••••

 

Pagi menyambut, Karina terbangun dalam pelukan hangat suaminya. Tersenyum kala ia mendapati wajah manis suaminya yang terlihat lebih ramah saat tengah tidur seperti ini. Karina kemudian mengecup bagian bawah dagu Haris, seolah apa yang mereka lakukan semalam belum lah cukup. Tak peduli berapa lama ia memandangi Haris, Karina tetap saja tak bisa berhenti mengagumi pria yang sudah bersamanya selama tujuh tahun ini.

Dering alarm berbunyi dari ponsel Haris. Karina membiarkannya karena setiap hari Haris memang memasang alarm agar bangun tepat waktu. Sesaat kemudian Haris terbangun. Mendapatkan sambutan dari senyuman manis sang istri.

"Pagi," tegur Karina dengan suara yang lembut.

Haris sejenak mengucek matanya dan sedikit bangkit untuk meraih ponselnya yang berada di atas nakas, tepatnya di samping Karina berbaring. Hal itu membuat posisi tidur Karina berubah menghadap langit-langit ketika ia mendapatkan dorongan lembut dari Haris yang kini sedikit menindihnya.

Setelah mematikan alarm, Haris kembali ke tempat semula. Begitupun dengan Karina yang langsung memiringkan tubuhnya kembali.

"Kamu ada jadwal operasi?"

Haris menggeleng.

"Hari ini mau sarapan apa?"

Haris tak menjawab, ia justru mendekatkan wajahnya dan meraup bibir Karina dengan sangat lembut. Membuat kedua mata mereka saling terpejam untuk sepersekian detik. Karina tersenyum ketika keduanya kembali bertemu pandang. Pria kaku itu memang seperti ini, bagaimana ia bisa tidak jatuh cinta setiap hari.

Tangan Haris yang terbebas menyentuh kepala Karina, mengusap sisi wajahnya dengan ibu jari. Sikap romantis pria itu selalu datang di pagi hari ketika mereka terbangun tanpa mengenakan pakaian dan setelah melalui malam panas yang sangat romantis. Mungkin itu naluri seorang pria.

"Mas."

"Hmm?"

"Kata orang aku terlalu kurus, menurut kamu gimana?"

"Aku nggak masalah dengan hal itu."

"Kalau nanti aku gendutan, aku masih cantik nggak?"

"Kamu akan tetap cantik di mata orang yang tepat."

Karina tersenyum lebar, menunduk sesaat dan tertawa dengan suara yang lirih. Ia merasa malu, mengharapkan pujian atau bahkan rayuan dari pria kaku itu. Kenyataannya Haris memang tidak bisa mengatakan kalimat rayuan untuk menyenangkan hati istrinya. Pria itu lebih cenderung pada tindakan. Seperti saat ini. Haris tiba-tiba menarik pinggang Karina, membuat permukaan perut mereka saling bersentuhan di balik selimut. Karina refleks mengangkat pandangannya.

Debaran itu kembali, darahnya terasa berdesir dan perlahan memanas. Terlebih ketika jemari Haris bergerak ke atas menyusuri punggungnya tanpa penghalang apapun.

"Kamu nanti bisa telat," gumam Karina.

Jemari Haris kemudian berhenti pada tengkuk Karina. Ia menarik lembut tengkuk Karina sehingga Karina refleks mengangkat dagunya. Kala itu Haris langsung menyusupkan wajahnya pada leher Karina. Membuat Karina memejamkan matanya dan menarik napas dalam dengan lembut ketika ia merasakan sapuan bibir Haris pada lehernya.

Haris memberikan kecupan lembut dan beberapa gigitan kecil di area leher Karina, menandai bahwa wanita itu adalah miliknya. Sapuan bibirnya kemudian bergerak ke bawah dan berhenti pada bahu Karina. Ia kemudian berbisik tepat di samping telinga Karina.

"Aku mau bayi perempuan."

Tengkuk Karina meremang. Dari semua bisikan yang sudah ia dengar dari Haris, itu adalah bisikan yang paling romantis. Dia kemudian merangkul leher Haris dan berganti menyusupkan wajahnya pada leher sang suami. Melakukan apa yang sebelumnya dilakukan oleh Haris. Tapi ia sengaja memberikan gigitan pada area yang terbuka seakan sengaja membiarkan semua orang tahu bahwa dokter tampan itu sudah ada yang memiliki.

Kembali pada rutinitas pagi mereka. Karina membantu Haris memasangkan kancing kemeja yang dikenakan oleh sang suami. Meski terbilang masih pemula, Haris selalu berpenampilan rapi seperti orang kantoran karena ia berasal dari keluarga terpandang. Ayahnya—Brata Dananjaya adalah direktur dari rumah sakit tempatnya bekerja sehingga Haris harus memperhatikan penampilannya agar disegani oleh orang-orang di sekitarnya. Setiap hari ia mengenakan kemeja yang dipadukan dengan jas dan juga celana kantoran, tanpa dasi. Alih-alih terlihat seperti seorang dokter, Haris lebih terlihat seperti seorang CEO muda kaya raya dan juga seksi dengan wajah kaku dan sikap dinginnya.

Pergerakan Karina terhenti ketika ia hendak mengancingkan kancing kedua dari atas. Ia tertegun, sedikit kaget ketika melihat bekas gigitannya pada leher Haris yang terlihat sangat jelas. Ia kemudian memandang sang suami dengan tatapan segan.

"Mas, ini nggak apa-apa, kan?"

"Ada masalah?"

"Itu ... leher kamu. Maafin aku, aku khilaf lagi."

Haris tersenyum kecil saat mendengarnya, ia bahkan tak mempedulikan hal itu. Semua orang di rumah sakit sudah tahu bahwa ia telah menikah, jadi apa masalahnya. Mereka hanya akan memberikan sindiran tanda iri ketika melihatnya nanti. Haris kemudian mengalihkan kekhawatiran Karina.

"Kamu mau ke klinik?"

Karina mengangguk, masih dengan rasa bersalahnya.

"Mau aku antar?"

Karina menggeleng. "Aku bawa mobil sendiri. Kamu beneran nggak apa-apa? Gimana kalau ditutupi pakai foundation?"

Haris meraih tengkuk Karina dan mencium kening sang istri. "Aku berangkat sekarang."

"Ya udah, hati-hati."

Haris kemudian pergi lebih dulu, beberapa saat kemudian Karina menyusul. Mereka kembali pada pekerjaan mereka masing-masing. Menghabiskan waktu yang melelahkan sebelum bisa kembali berkumpul dan saling berbagi kisah yang terjadi hari itu. Karina merasa sangat bahagia pada titik ini. Memiliki suami yang kaku bukanlah hal yang buruk. Meski tanpa kata-kata yang manis, Haris menyampaikan kasih sayangnya dengan caranya sendiri.

•••••

Saat jam makan siang, Karina datang ke rumah sakit bersama sang ibu. Setelah selesai mendaftarkan sang ibu, Karina meninggalkan sang ibu di ruang tunggu.

"Ma, Mama tunggu di sini ya. Aku mau ketemu Mas Haris dulu."

"Iya, Mama bisa sendiri kok."

"Nanti kalau ada apa-apa, Mama langsung hubungin aku."

Nathalia—sang ibu memberikan anggukan dan membiarkan putrinya pergi. Karina kemudian bergegas untuk mengunjungi Haris di kantor divisi. Sebelumnya ia sudah mengirimkan pesan. Tapi saat memeriksanya, pesan itu belum dibaca.

"Mas Haris kok belum baca pesan aku? Apa dia masih sibuk?" gumam Karina.

Saat mengangkat pandangannya, Karina melihat seseorang yang sudah ia kenal berjalan tidak jauh di depannya. Ia ingin menegur tapi sayangnya orang itu pergi dengan cepat. Ia pun kembali pada tujuan utamanya.

Karena sudah beberapa kali melakukan kunjungan, Karina tidak terlalu gugup. Ia sejenak membenahi penampilannya ketika hampir menjangkau pintu kantor Divisi Bedah Umum. Kedua sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman tipis sebagai persiapannya untuk menyapa rekan-rekan suaminya yang mungkin ada di dalam.

Berdiri di depan pintu, Karina hendak mengetuk pintu. Tapi, dari kaca yang menjadi bagian kecil dari pintu di hadapannya, ia melihat dua orang yang sangat ia kenal berada di dalam. Tas di tangan Karina tiba-tiba terjatuh. Satu langkah mundur di ambil dengan ragu-ragu dan satu tangan yang tampak gemetar itu berusaha untuk menutup mulutnya. Wajahnya terlihat sangat terkejut menyaksikan sesuatu yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Di dalam ruangan itu, ia melihat suaminya tengah bermesraan dengan seorang perempuan yang ia kenal. Haris berselingkuh!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status