Ku baringkan diriku di samping Nana setelah makan malam, karena hari ini kesabaran dan ragaku benar-benar lelah akibat keinginan tidak wajar Mona, seharian ini aku di minta melakukan apapun yang ia inginkan. Tapi tidak ada satupun yang benar hingga aku benar-benar kesal, akan tetap semua itu harus aku tahan demi tujuan awal kami kemari.
"Ma! Mama baik-baik saja kan? " Kekhawatiran Nana mengembangkan senyum ku, karena memang malam ini badanku rasanya remuk.
"Yah, Mama baik nak. "
"Apa karena nyonya Mona?"
Aku tersenyum sembari mengusap sayang pipi Nana.
" Yah …, untung saja ada Bibi Ijah, dia selalu menolong Mama."
"Nenek ijah memang sangat baik, Nenek juga selalu menemani nana di sini. " Ocehan Nana cukup membuat rasa lelah ku berkurang, karena hanya ini hiburan ku selama ini, mengingat Nana untuk sementara waktu aku tidak masuk sekolah karena aku tidak ingin keadaan semakin pekik.
"Emm, Bibi Ijah memang baik,"gumam ku seolah berkata pada diriku sendiri.
"Ma, kenapa Papa tidak pernah menyapa Nana? "
Kini aku dihadapkan dengan pertanyaan yang selalu aku takuti, karena awal harapan dan rencana adalah hal ini. Tapi selama kami di sini semua itu tidak terjadi, bahkan mas Bayu terlihat tidak mengenal kami di sini dan menempatkan aku benar-benar menjadi seorang pembantu.
"Mungkin besok atau lusa, nak! Berdoa lah semoga Papa berubah. " Hanya ini caraku untuk menghiburnya, meski aku sendiri tidak yakin dengan semua yang aku katakan.
"Nana selalu berdoa ma! Semoga kita kembali seperti dulu.. Nana sangat menginginkannya."
Aku terpaku dalam kesedihan saat mendengar keinginan sederhana Nana, keinginan sederhana yang sulit aku kabulkan.
Kudekap Nana agar lekas terlelap, karena aku tidak ingin Nana terlalu lelah apalagi mengetahui kesedihan yang selalu menyesakkan dadaku, karena setiap malam aku hanya mampu menangisi nasib malang yang kami alami.
"Amin …, semoga nak."Bisikku sembari mengecup pucuk kepala Nana dengan sayang hingga aku turut terlelap karena rasa lelah begitu menyiksa raga ini..
Cukup lama aku terlelap, hingga akhirnya aku merasakan tarikan dan tersentak. Bahkan mulutku dibekap dan tubuh nya ditindih dari atas.
"Diam!Jika kau berisik jangan salahkan aku bersikap kasar padamu! "
Mas Bayu, apalagi yang diinginkannya padaku, aku tidak mengerti kenapa kini dia mengancam akan menyakiti ku setelah apa yang aku korbankan.
Bukankah aku sudah menuruti semua keinginannya, bersandiwara menjadi pembantu bahkan aku di cap sebagai janda, apa semua itu tidak cukup. Bahkan dia menganggap aku dan Nana bukan siapa-siapa hingga ia begitu gilanya bermesraan dengan istri barunya di hadapan kami berdua.
Tuhan, apa kau memikirkan seperti apa perasaan ku dan Nana Mas! Monolog ku dalam hati.
"Ada apa mas?" Protes ku setelah mas Bayu melepaskan bekapan tangannya pada bibir ini.
"Jangan banyak bertanya! "
Aku benar-benar terkejut, karena mas Bayu begitu kasar menarikku menuju ke kamar mandi lalu menguncinya dari dalam.
"Mas! Apa-apa ini! Bagaimana jika Mona tahu jika mas Bayu di sini! "Aku memberondong nya dengan sejumlah pertanyaan dan kekhawatiran. Tapi mas Bayu tidak peduli hingga aku sadar apa yang kini ia inginkan setelah aku di paksa menghadap tembok.
"Diam! Sial! jangan banyak bicara! "
Air mataku luruh setelah mendengar Kata-kata kasar yang mas Bayu lontarkan, bahkan kini aku hanya pasrah saat tangan mas Bayu menyingkap daster yang aku kenakan.
"Jangan mas, hentikan." Kesadaran ku kembali, dengan cepat aku menahan tangannya, saat menjamah pahaku.
Mas Bayu dengan sigap menekanku ke tembok, aku benar-benar tercekat tidak bisa bergerak.
"Kau lupa! Jika kau masih istriku! Untuk itu jangan pernah membantah keinginan ku, kau harus melayani ku, Nia!"
Kaki ku gemetar saat merasakan sesuatu mulai menekan dari belakang.
"Tapi, mas …, akh! " Pekikan terakhir ku tidak bisa aku lanjutkan, saat rasa sakit, perih dan panas mendera bagian milikku disusul rentetan gerakan brutal.
Air mataku kian luruh tak terkendali karena aku tidak bisa melawan ataupun memintanya berhenti, saat gerakan membabi buta menyerang ku.
"Kenapa hah? Kenapa kau hanya diam, Nia! Apa sudah terlalu banyak pria yang menikmati tubuhmu ini saat aku tidak ada! "ucap mas Bayu dengan terengah-engah sembari bergerak.
Nila pov) Cukup lama aku aku mencoba memejamkan mata, tapi mata ini enggan untuk terlelap, jangankan untuk terlelap, rasa kantuk pun enggan hinggap padahal jam sudah menunjukkan pukul 1 dini hari, tapi mata ini tetap tidak mau terpejam dan tidur setelah kejadian tadi. Aahh… dia memang selalu membuat ku ingin gila. Batin ku bersua jika mengingat semua kejadian demi kejadian bersangkutan dengannya. Kriit!Pintu terbuka, orang yang aku pikirkan sejak tadi kini masuk dan menghampiri ku. "Kenapa kau tidak tidur? " tegurnya basa basi. Ku tatap mata hitamnya dengan lekat, apa dia tidak sedang mengigau? Kenapa malam-malam seperti ini kemari. "Kau sendiri? Kenapa kesini? " balas ku cuek, aku sengaja bersikap seperti ini karena aku tidak ingin dia menganggapku mudah terpengaruh, mengingat dia tahu siapa aku ini, dan aku juga memang ingin berubah menjadi yang lebih baik demi ibuku. "Apa salahnya? " balasannya merasa tidak bersalah. "Bay, apa kau sadar dengan apa yang kau lakukan? " tany
(Pov Bayu) Aku semakin merasa serbasalah, karena setelah kejadian tadi siang, Nila tidak bertegur sapa dengan ku, jangankan bertegur sapa, saat makan malam bersama Nila tidak adanya percakapan di antara mereka begitu juga Nana, gadisku seolah-olah sengaja mendiamkan aku setelah kejadian tadi. Setelah makan malam mereka berdua berlalu begitu saja kembali ke kamar, aku semakin bingung harus melakukan apa, karena aku tahu semua ini adalah kesalahan ku, semua berawal dari diriku. Andaikan aku tidak membawa masuk Mona ke dalam keluarga ini, semuanya tidak akan pernah terjadi. "Hahhh…." Kuhela nafas dalam sembari menatap langit langit ruang makan setelah aku sendirian di sini. "Lebih baik, bapak susul nak Nila. "Aku menoleh di mana bi Ijah berdiri di sampingku, karena ia tengah membereskan makan malam yang sudah usai. "Saya takut bi, " lirih ku jujur, karena aku memang sedikit takut saat melihat reaksi Nila saat membalas perlakuan Mona. "Saya yakin Tuan, nak Nila tidak seperti itu, d
Hari semakin sore, Nana mulai merasa jenuh di kamar, karena ia hanya menghabiskan waktu untuk menggambar dan belajar bersama Nila. "Ma… Nana bosan. "Nila yang tengah mengganti pokok Hafiz menatap wajah memelas Nana lalu tersenyum gemas. "Oooh… bosan? "Nana mengangguk membenarkan lalu menutup buku gambarnya. "Baiklah, sekarang Nana turun ke bawah saja, ya. Nanti Mama susul, adik Hafiz lapar, setelah urusan Mama selesai, Mama akan susul Nana di bawah. "Nana mengangguk lalu dengan senang memungut satu boneka kesayangannya dan membawanya lebih dulu ke lantai bawah. Dengan langkah riang Nana menuruni tangga, sembari bernyanyi-nyanyi, karena memang jam seperti ini semua pembantu yang bekerja di rumah itu sedang sibuk melakukan tugas mereka, Nana melangkah dengan hati-hati hingga ia sampai di lantai bawah dan disana tatapannya tidak sengaja tertuju pada seorang wanita yang selama ini pergi dari rumah, wanita itu kini tengah menyeret koper besar di tangannya dengan omelan dan ocehan se
Suara riuh di ruang makan pasti terjadi di pagi hari, saat Nana menolak babysitter menyuapi nya sarapan, karena Nana hanya ingin makan satupun sarapan bersama Nila, wanita yang mirip dengan ibunya. Tapi karena kesibukan Nila mengurus Hafiz, dengan terpaksa ia mengabaikan Nana terlebih dahulu, karena Hafiz pagi ini juga tidak mau bersama babysitter. "Bersama, nenek saja, ya. Bukan kah Nana harus segera ke sekolah. " Bujuk bi Ijah mengambil alih piring sarapan Nana dari babysitter. "Tidak mau, Nana maunya sama, mama… . "Rengek Nana memalas,karena Nila masih di kamar belum bergabung dengan mereka di meja makan sarapan. " Tapi, sayang. Mama sedang menjaga adik Hafiz, Nana sama nenek dulu, ya. "Nana menggeleng cepat menolak, bi Ijah menghela nafas dalam karena selama ini memang Nana dan Hafiz sangat sulit dikendalikan jika tidak bersama Nila. "Pokoknya, Nana mau mama, Nana mau makan bersama Mama saja, titik. " Sentak Nana sembari menghentakkan kakinya ke lantai. Bayu yang baru bergab
Sementara di kamar lain Bayu menangis sejadi-jadinya saat ingatannya terus tertuju pada Nia, karena rasa bersalah dan sesal semakin bertambah setelah kejadian tadi, ia kembali melakukan pengkhianatan untuk kesekian kalinya pada Nia istrinya, padahal Bayu telah berjanji pada dirinya sendiri, ia akan berubah dan memulainya dari awal agar menjadi diri dan pribadi yang lebih baik lagi untuk anak-anak mereka, meski sosok yang harus dirinya perjuangkan tidak lagi bersamanya, tapi Bayu sudah bertekad untuk terus menembus semua dengan caranya selalu setia pada Nia. Akan tetapi malam ini ia kembali mengulang kesalahan yang sama, kesalahan yang seharusnya tidak ia lakukan, yang lebih parahnya lagi dirinya tidak bisa membedakan Nia dan orang lain. "Hiks… Maaf sayang, hiks... Maafkan aku. Hiks... " Isak Bayu dalam penyesalan terdalamnya sembari meringkuk di atas tempat tidur. "Aku, hiks… tidak mengerti, hiks… apa yang sebenarnya terjadi. Hiks... Dan rencana apa ini, hiks... Kenapa dia begitu mi
Minggu-minggu berganti begitu cepat, Nila sangat menikmati hari-harinya setelah bekerja menjadi babysitter Nana dan Hafiz, bahkan ia selalu sukses menggoda Bayu saat mereka sedang berdua, meski sejujurnya Nila melakukan semua itu tidak lebih agar bisa membuat perasaan bersalah Bayu sedikit berkurang, karena dari iris mata duda tampan itu setiap memandangnya menyiratkan penyesalan yang mendalam dan kesedihan. Itu sebabnya Nila selalu melancarkan aksinya menggoda majikannya itu, meski ia tidak bisa membohongi perasaannya sendiri, jika dirinya cukup tertarik dengan duda beranak dua itu.Akan tetapi Nila memiliki batasan, dirinya sadar jika semua itu tabu untuknya terus melangkah, itu sebabnya Nila memilih menikmati keadaan yang tercipta setiap kali ia menggoda Bayu. Seperti malam ini, Bayu menemani Nana sebentar di kamar mereka, karena Nila tengah menyusui Hafiz, Bayu tidak ingin membuat membuat Nila kelelahan menjaga kedua anaknya, itu sebabnya ia turun tangan langsung mengurus Nana sa