Share

Bab 11

Author: Camelia
Jose menaikkan alisnya dan menatapnya. "Hm?"

Aura berujar, "Kasih aku satu, terima kasih."

Dia butuh sebatang rokok untuk menenangkan diri karena tubuhnya bergetar tak terkendali.

Jose terdiam sejenak, menatapnya dengan penuh minat. Kemudian, dia berbalik ke mobilnya untuk mengambilkan sebatang rokok.

"Kamu nggak mau telepon ambulans dulu untuk Daffa?" tanya Jose.

Aura tertegun sesaat, lalu menyalakan rokok dan mengisapnya untuk menenangkan diri. Setelah itu, dia baru mengeluarkan ponselnya dan menghubungi layanan darurat.

Saat ambulans tiba, Jose sudah pergi lebih dulu. Sebelum pergi, dia meninggalkan cek senilai 1 miliar sebagai kompensasi.

Setelah lebih tenang, Aura merasa mustahil Jose bisa tidak sengaja menabrak Daffa di tempat parkir yang begitu luas. Tidak ada kebetulan seperti itu di dunia ini.

Namun, mengingat ekspresi tidak acuh Jose, kejadian itu memang terasa seperti sebuah kebetulan.

Karena tidak ada jawaban, Aura pun tidak ingin memikirkannya lagi. Dia tetap membawa Daffa ke rumah sakit demi Donna.

Daffa yang mulutnya tak bisa diam sepanjang jalan terus saja mengumpat Jose dan Aura, menuduh mereka sengaja melakukan itu. Dia bahkan bersikeras akan menuntut Jose.

Aura meliriknya sekilas dan berkata, "Kalau kamu nggak tutup mulutmu sekarang, aku suruh dokter lempar kamu keluar mobil. Jalan sendiri ke rumah sakit."

Sengaja atau tidak, Aura merasa Daffa memang pantas mendapatkannya. Lagi pula, dia baru saja kehilangan proyek senilai miliaran dan tidak tahu harus mencari siapa lagi.

Jika itu dulu, Daffa yakin Aura tidak akan bertindak seperti itu. Namun, sekarang Daffa benar-benar tidak yakin.

Akhirnya, dia hanya bisa diam dan menahan amarah. Namun, tatapannya yang tajam masih tertuju pada Aura, seolah-olah ingin menelannya bulat-bulat.

Setelah Daffa selesai menjalani perawatan dan kakinya dipasang gips, Donna tiba di rumah sakit. "Ya ampun, apa yang terjadi?"

Aura menggigit bibirnya. Setelah melirik sekilas ke arah Daffa, dia berkata kepada Donna, "Tanya dia saja."

Daffa terdiam. Sekalipun bermuka tebal, dia tetap saja enggan mengakui bahwa dirinya ditabrak oleh Jose saat memaksa Aura tidur dengannya.

Akhirnya, dengan suara terbata-bata, dia hanya berucap, "I ... ini cuma ... kecelakaan kecil."

Donna mengerutkan alis. "Siapa yang menabrakmu? Ibu pasti akan membelamu!"

Daffa mencebik dan menyahut, "Jose."

Donna sontak terdiam. Beberapa saat kemudian, dia berkata dengan suara pelan, "Walaupun itu Jose, dia tetap salah karena menabrakmu! Biar ayahmu yang urus besok."

Aura menyimak percakapan ibu dan anak itu dengan tidak acuh. Setelah mereka selesai, dia baru mengeluarkan cek yang Jose tinggalkan tadi.

"Ibu, ini kompensasi yang Jose tinggalkan. Katanya kalau masih ada masalah, bisa bicara dengan pengacaranya," jelas Aura.

Donna langsung terdiam, lalu tiba-tiba menampar wajah Daffa. "Kamu ini! Bawa mobil saja nggak becus, hah?"

Daffa merasakan perih di pipinya, tetapi dia tak berani membalas.

Aura tidak ingin berlama-lama di sana, jadi berkata kepada Donna, "Kalau begitu, aku pulang dulu."

Saat ini, Donna baru menyadari pakaian Aura sobek. Wajahnya langsung menunjukkan ekspresi prihatin. "Kamu kenapa? Cepat pulang dan istirahatlah."

Aura mengangguk, lalu keluar dari rumah sakit. Semua kejadian ini membuat kepalanya pusing.

Saat tiba di rumah, suasana gelap dan sepi. Semua orang sudah tidur. Di rumah sebesar ini, dia sama sekali tidak merasakan kehangatan keluarga.

Aura berjalan ke kamarnya dalam kegelapan. Dia mandi, lalu berbaring di tempat tidur dan menghela napas tanpa daya.

Esoknya adalah akhir pekan. Begitu turun dari tempat tidur dan keluar, Aura melihat pemandangan harmonis di mana keluarga kecil yang beranggotakan 3 orang itu duduk bersama di meja makan. Sungguh harmonis, seolah-olah dirinya adalah orang luar.

Aura menggigit bibirnya dan sengaja membuat suara langkah yang berat saat menuruni tangga. Semua orang di meja makan langsung menoleh ke arahnya.

Ghea menatapnya dengan wajah penuh penyesalan. "Kak, maaf. Aku nggak tahu kalau kamu sudah pulang, jadi aku nggak panggil kamu untuk sarapan."

Setelah itu, dia berdiri seperti seorang pelayan dan berkata, "Aku ambilkan piring dan sendok untukmu sekarang."

Anrez yang melihat itu, langsung mengernyit dan menghentikan. "Nggak usah! Duduk dan makan dengan baik. Dia punya tangan dan kaki, 'kan? Masa harus dilayani?"
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 227

    "Jose, sebenarnya kamu mau apa!"Aura memukul-mukul pintu besar dengan panik. Suaranya menggelegar memanggil ke luar. Namun, suara musik yang memekakkan telinga menenggelamkan teriakannya, membuat protesnya terdengar konyol dan menyedihkan.Saat itu, seorang pria mendekatinya dan berkata, "Nona, pasanganmu nggak ada?"Aura menatap tajam padanya dan berkata tegas, "Pergi!"Pria itu hanya tersenyum sinis di balik topengnya. "Datang ke pesta seperti ini, untuk apa lagi kalau bukan untuk itu? Mau sok suci di sini?"Aura mendengarnya dan langsung paham bahwa pesta ini tidak sesederhana kelihatannya. Dia mundur beberapa langkah dan memilih untuk tidak membalas.Melihat sikapnya yang takut, pria itu malah semakin bersemangat. Dia mendekat dan berkata dengan senyum licik, "Jangan takut, apa pun yang terjadi di sini, nggak akan ada yang tahu ketika kamu keluar."Aura menelan ludah. Hidungnya dipenuhi oleh wangi yang penuh hasrat. Aromanya memang wangi, tapi membuat orang yang menciumnya merasa

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 226

    Saat itu, Jose sedang santai berdiri di depan jendela besar di lantai paling atas. Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Setelah melihatnya, ternyata itu pesan dari Aura.[ Kenapa aku harus pakai ini? ]Jose mengangkat alisnya sedikit, lalu mengetikkan beberapa kata dengan cepat.[ Nggak pakai juga boleh. ]Saat Aura membaca pesan itu, dia menghela napas lega perlahan. Namun sesaat kemudian, pesan dari Jose kembali masuk.[ Di luar ada orang yang akan membantumu memakainya. ]Aura terdiam.Dari interaksi mereka selama ini, Aura sudah cukup mengenal sifat Jose yang berubah-ubah dan penuh teka-teki. Dia tahu, kalau dia tidak mengikuti perintah Jose, akibatnya mungkin bukan sesuatu yang bisa dia tanggung.Lagi pula, dia bukan orang bodoh. Melihat bagaimana para staf kelab ini sepatuh itu pada Jose, Aura juga bisa menebak bahwa Jose memiliki hubungan khusus dengan tempat ini. Atau mungkin, kelab ini memang milik Jose?Apa dia harus melarikan diri? Akan tetapi, Jose bukan pria yang mudah ditangani.

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 225

    Jose menoleh dan memandangnya. "Sepertinya hari ini kamu banyak bertanya," ucapnya.Usai bicara, dia langsung melangkah masuk ke dalam vila tanpa menunggu reaksi dari Aura. Aura tetap berdiri di depan pintu untuk waktu yang lama. Sebab, di atas pintu vila itu tertera tulisan "Kelab Fana"."Kelab Fana" dikenal luas di kalangan elite Kota Jakoro. Sebab, meskipun dari luar tampak seperti kelab pribadi, tempat ini sebenarnya menyembunyikan bisnis-bisnis terlarang yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.Bisa dibilang, baik pria maupun wanita, semuanya bisa menemukan kenikmatan yang luar biasa di tempat ini. Akan tetapi, biayanya juga luar biasa mahal.Menghabiskan uang miliaran dalam semalam hanyalah konsumsi minimum. Tak jarang, ada juga orang yang menghabiskan puluhan miliaran hanya dalam satu malam. Selain itu, seseorang harus memiliki undangan khusus untuk bisa masuk ke sini.Keluarga Tanjung memang lumayan kaya, tapi jelas tidak punya kualifikasi untuk bisa bermain di tempat seper

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 224

    Aura benar-benar tidak ingin menjadi berita utama di halaman depan koran keesokan harinya. Judulnya mungkin akan jadi "Pewaris jatuh miskin rela menggadaikan diri dan menghabiskan malam bersama pewaris Keluarga Alatas di restoran".Hanya membayangkannya saja sudah cukup gila.Aura merasa dirinya bukan tipe wanita lemah. Namun di hadapan Jose, dia seolah-olah tidak bisa melawan. Seakan-akan, Jose selalu bisa menemukan kelemahannya dengan mudah kapan pun dan di mana pun."Bukan di sini? Lalu kamu mau di mana?" tanya Jose sambil menatapnya dengan menggoda.Penampilannya berbeda dari Jose yang biasanya dingin. Aura menggigit bibirnya dan berkata, "Di mana saja, asal bukan di sini. Kumohon."Aura memandang sekeliling dengan cemas hingga hampir merasa putus asa. Tempat ini ramai sekali dengan orang yang berlalu-lalang. Ada banyak orang yang memperhatikan mereka dan menunjuk-nunjuk sambil berbisik.Walaupun Aura tidak terlalu peduli dengan pendapat orang lain, dia juga tidak mau adegan memalu

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 223

    "Eh, makanannya sudah datang, ayo kita makan," ujar Aura dengan senyum canggung. Dia buru-buru mengambil sepotong steik dan meletakkannya di piring Jose. Kemudian, dia memandang Jose dengan senyum penuh harap, berharap Jose akan berbaik hati dan membiarkannya pergi.Namun, Jose hanya tersenyum tipis sambil mengisap rokoknya dalam-dalam. Dari balik asap putih, Aura bisa melihat mata Jose yang kelam."Bu Aura benar-benar pengertian," ucap Jose dengan nada datar dan sedikit menggoda. Namun, tangannya bergerak semakin tidak terkendali. Dia memandangi telinga Aura yang mulai memerah, lalu tertawa ringan. "Kenapa? Nggak mau ambilkan untuk Fendro juga?"Aura terdiam.Sesaat kemudian, dia memaksakan senyum. "Pak Fendro duduk agak jauh, dia pasti bisa ambil sendiri."Usai bicara, dia menurunkan tangannya dan mencengkeram tangan Jose yang bergerak liar, lalu menggaruk telapak tangan Jose. Isyarat itu sangat jelas.Tolong, berhenti!Jose memandangi wajahnya yang penuh ketegangan, lalu terkekeh pe

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 222

    Nada ucapannya terdengar agak menakutkan. Padahal tadi pagi dia masih menolak Aura dengan tegas, tapi sekarang malah di sini untuk mengajak makan siang bersama. Aura merasa dia benar-benar tidak mengerti Jose.Namun, karena ada Fendro dan Ferdy, dia juga tidak bisa banyak bicara. Dia terpaksa menghargai Jose dengan mengangguk pelan dan berkata, "Baiklah."Mendengar ucapannya, Ferdy langsung melirik Fendro tajam, lalu duduk di sampingnya dengan kesal. Fendro mendengus pelan dan memalingkan wajah karena enggan menatapnya. Kebetulan posisi duduk mereka adalah di bilik dan kini hanya tersisa kursi kosong di samping Aura. Jose menatap Aura sambil mendekat, lalu duduk begitu saja di sampingnya, seolah-olah itu hal yang wajar.Begitu dia duduk, Aura langsung mencium aroma cendana yang pekat dari tubuhnya. Di satu sisi, hubungan Aura dan Jose tadi pagi tidak berakhir baik. Di sisi lain, Fendro dan Ferdy berbicara terus saling menyindir.Suasana di meja makan pun terasa mencekam.Jose menyalaka

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status