Share

Bab 12

Author: Camelia
Ghea mencengkeram ujung bajunya sambil berkata, "Ayah, jangan bicara seperti itu tentang Kak Aura ...."

Aura tersenyum dan langsung menyela, "Kalau begitu, kamu bantu aku ambil ya. Terima kasih lho."

Dengan santai, dia duduk di meja makan. Senyuman sopan masih menghiasi wajahnya. "Ayah, kata-katamu tadi salah. Ghea tinggal gratis di rumah ini. Seharusnya dia melakukan sesuatu agar merasa lebih berguna, 'kan?"

Begitu ucapan itu dilontarkan, wajah Serra dan Ghea langsung berubah suram. Namun, Serra segera tersenyum pada Anrez. "Benar juga, Anrez. Yang dikatakan Aura itu ada benarnya."

Wajah Anrez menjadi masam. Dia berbalik dan memelototi Aura. "Kalau kamu nggak mau makan, pergi saja!"

Senyuman Aura justru semakin cerah. "Ini rumahku, kenapa aku nggak boleh makan? Masa iya semuanya harus diberikan kepada orang luar?"

Ucapannya ini penuh makna. Kemudian, dia melirik ke arah Ghea yang masih berdiri diam. "Ghea, ayo duduk. Lihat, Ayah sampai marah begitu. Orang yang nggak tahu mungkin akan mengira kamu anak kandungnya."

Setelah itu, dia menoleh ke arah Kasih, pelayan rumah mereka. "Kenapa masih diam di situ? Cepat ambilkan aku piring dan sendok. Masa kamu benar-benar menunggu Nona Kedua ambil?"

Aura menekankan kata nona kedua dengan sangat jelas. Ghea terdiam sesaat, lalu akhirnya duduk di kursinya.

Sejak Aura bergabung di meja makan, suasana langsung berubah menjadi suram. Hanya Aura yang tampaknya tidak menyadari apa pun dan tetap makan dengan santai.

Akhirnya, Serra yang memecah keheningan di meja makan. "Aura, aku dengar Daffa kecelakaan semalam dan masuk rumah sakit? Dia baik-baik saja?"

Aura meliriknya, tersenyum ramah. "Kalau ingin tahu, kenapa nggak pergi lihat sendiri?"

Serra terdiam karena respons itu. Namun, dia kembali tersenyum. "Kamu ini, buat apa aku menjenguknya?"

"Nanti aku akan suruh Bi Kasih beli bahan makanan untuk memasak sup penambah nutrisi. Nanti sore, kamu dan Ghea nggak ada kegiatan, 'kan? Kalian bisa jenguk Daffa bersama."

Aura meliriknya sekilas. "Nggak usah, biar Ghea saja yang pergi. Sekalian mereka bisa mempererat hubungan."

Memang itulah yang Serra inginkan, tetapi dia tidak bisa langsung mengakuinya. Jadi, dia menoleh menatap Ghea. "Ghea, jelaskan. Sebenarnya apa yang terjadi?"

Ghea tergagap. "Nggak ada ... Aku dan Kak Daffa benar-benar nggak punya hubungan apa-apa. Aku nggak mungkin merebut pacar Kak Aura, 'kan?"

Matanya langsung berkaca-kaca, menatap Aura dengan penuh kepolosan. "Kak, serius nggak ada apa-apa. Jangan marah pada Kak Daffa lagi. Aku nggak akan menemui Kak Daffa lagi kok."

Aura hanya terus menyuapkan sup ke mulutnya sambil diam-diam menikmati akting Ghea. Dia tidak berkata apa-apa, sementara Serra segera menghela napas.

"Aura, jangan marah sama adikmu. Pasti kamu salah lihat. Dia nggak mungkin berani merebut Daffa darimu." Serra tersenyum lembut. "Jangan sampai kamu bertengkar sama Daffa cuma karena Ghea."

Aura tetap tidak berbicara. Ibu dan anak ini memang ahli dalam berpura-pura suci. Dengan kata-kata ini, mereka membuat Ghea seolah-olah tidak bersalah, seakan-akan Aura menuduhnya tanpa alasan. Sungguh lucu.

Di sisi lain, Anrez memang menyukai permainan seperti ini. Dia langsung membanting sendok ke meja, lalu menatap Aura. "Sudahlah, jangan terus begini. Kamu sudah cukup sering menuduh adikmu!"

"Aku nggak peduli apa yang kamu rencanakan. Pokoknya pertunanganmu sama Daffa tetap harus berlangsung seperti yang direncanakan."

Anrez berdiri. "Aku ada urusan. Nanti sore, kamu dan Ghea harus jenguk Daffa. Jangan sampai Keluarga Santosa mengira keluarga kita nggak harmonis dan kita jadi bahan tertawaan."

Aura menyipitkan matanya sedikit, menatap Anrez yang pergi begitu saja. Jari-jarinya yang memegang sendok pun semakin erat hingga ujung jarinya memucat.

Begitu Anrez pergi, senyuman lembut di wajah Serra langsung menghilang. Dia menatap Aura dengan dingin dan tersenyum tipis. "Aura, lain kali jangan lagi menuduh Ghea."

Aura terkekeh-kekeh, membuka dan menutup mulutnya, tetapi tidak mengeluarkan suara.

Namun, ekspresi Serra dan Ghea langsung berubah masam. Itu karena mereka mengerti kata-kata yang Aura ucapkan tanpa suara tadi.

Melihat wajah keduanya yang kesal, suasana hati Aura menjadi sangat baik. Dia meletakkan sendoknya, lalu naik ke lantai atas dan masuk ke kamar. Saat mengambil ponselnya, dia melihat ada pesan baru.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 425

    Aura terdiam beberapa saat. Tatapannya mulai terlihat memelas saat menatap Jose. "Pak Jose, boleh aku tinggal di sini sebentar?"Jose melirik ke arah mie instan di tangan Aura, ekspresinya langsung berubah sedikit jijik. "Coba bilang, kali ini kamu datang ke tempatku karena apa lagi?"Sambil berbicara, dia melangkah ke sofa dan duduk, lalu menarik longgar dasinya. Penampilannya terlihat sangat lelah.Aura melirik ke arah mie instan di tangannya, lalu segera berjalan ke dapur untuk membereskan sisanya. Begitu kembali, Jose sudah memegang segelas anggur di tangannya.Aura mendekat. Sebenarnya selain ingin menumpang untuk sementara waktu, tujuan utama Aura kali ini adalah meminjam beberapa orang dari Jose.Kalau ingin meminta bantuan, tentu harus menunjukkan sikap yang sopan. Tangan mungil Aura terulur ke bahu Jose, mulai memijat. Tenaganya sangat lemah, pijatannya seperti garukan ringan.Namun, Jose justru tampak menikmatinya. Matanya yang biasa dingin pun terpejam sejenak. "Kelihatannya

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 424

    Setengah jam kemudian, Aura duduk di sebuah kafe tak jauh dari kantor. Karena suasana hatinya sedang tidak baik, dia memesan segelas kapucino. Minuman manis itu sedikit membantu meredakan emosinya.Tak lama kemudian, seorang pria duduk di hadapannya."Bu Aura memang selalu tepat waktu.""Ada hasil apa kali ini?" Aura tidak membuang waktu.Detektif pribadi, Sammy, duduk di hadapannya dan membetulkan topi di kepalanya. "Urusanmu kali ini benar-benar sulit. Nyawaku hampir melayang. Tapi, aku berhasil dapatkan yang kamu mau."Sambil berbicara, dia melemparkan satu map dokumen ke hadapan Aura. "Silakan lihat sendiri."Aura membukanya. Saat melihat isi map itu, ekspresinya tetap datar. Penyelidikan tentang Keluarga Santosa memang membuahkan sedikit hasil.Bagaimanapun, Keluarga Santosa bukan keluarga sembarang, tidak mungkin mudah dibongkar. Terutama Markos, pria itu terlihat tenang, tetapi sangat kejam dalam bertindak.Andai saja dia tidak mendengar percakapan Daffa secara tidak sengaja seb

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 423

    Namun, ekspresi yang muncul bukanlah bahagia, melainkan terkejut. Lebih tepatnya, terkejut yang disertai rasa tidak percaya."Ini kontrak kerja sama antara Grup Tanjung dengan Renald? Kamu berhasil dapat tanda tangannya?"Aura melirik Anrez sekilas. "Ya, jadi sekarang kamu bisa suruh orang ini keluar."Anrez mengernyit. Wajahnya tak menunjukkan sedikit pun kegembiraan, hanya sepasang mata keruh yang tajam menatap Aura.Setelah hening beberapa saat, barulah dia bertanya dengan nada dingin, "Jadi, ini alasanmu nggak pulang semalaman?"Ekspresi Aura langsung berubah. Dia tahu Anrez memang tidak suka padanya, tetapi tak menyangka kebencian itu bisa sejahat ini.Bahkan di hadapan orang luar, dia masih bisa menuduh Aura mendapatkan kontrak itu lewat tidur dengan Renald.Meskipun Aura sudah lama kecewa pada Anrez, saat itu hatinya tetap terasa sangat sakit. Seolah-olah dadanya dicengkeram erat oleh sesuatu, hingga hampir tak bisa bernapas.Aura menggertakkan giginya agar suaranya tak bergetar

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 422

    "Eee ... kemarin katanya ada yang mau membunuh dia, gimana kelanjutannya?"Marsel langsung menjadi waspada, menoleh ke sekeliling, baru kemudian berkata pelan kepada Aura, "Nona Aura, sebaiknya nggak usah ikut campur soal ini."Aura mengangguk. "Baiklah."....Karena pikirannya sedang penuh, Aura menjadi sedikit linglung. Saat tiba di kantor, waktu sudah menunjukkan pukul 9.30 pagi.Leona sudah menunggunya di depan pintu. Begitu melihatnya, Leona langsung menghampiri. "Bu Aura, kenapa baru datang? Pak Anrez mencari Ibu."Begitu mendengar nama Anrez, Aura langsung merasa kesal tanpa sebab. "Dia cari aku buat apa?"Belum sempat Leona menjawab, Aura sudah melihat Anrez. Dia berdiri tak jauh dari sana dengan wajah masam, seolah-olah Aura berutang padanya.Langkah kaki Aura terhenti. Sebelum dia sempat bersuara, Anrez sudah menegur, "Semalam kamu nggak pulang lagi, coba lihat kamu sekarang jadi apa!"Baru mulai berbicara saja sudah kedengaran seperti bapak-bapak. Sayangnya, dia sendiri tak

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 421

    Saat pertempuran berpindah dari kamar mandi ke ranjang, Aura sudah kehabisan tenaga. Selain kehabisan tenaga, dia juga malas-malasan sejak awal. Tak peduli Jose berbuat apa, dia tetap berbaring malas di tempat tidur, bahkan untuk menggerakkan jari saja tidak punya tenaga.Kapan semuanya selesai pun dia tak tahu. Yang dia tahu hanya semalaman tubuhnya dipeluk oleh tubuh hangat Jose. Malam itu, Aura tidur dengan sangat nyenyak.Keesokan harinya, dia bangun lebih dulu daripada Jose. Dia sedikit menggerakkan tubuhnya, hendak berbalik untuk melihat wajahnya. Namun, baru bergeser sedikit, tubuhnya sudah ditarik kembali oleh Jose.Tubuh pria itu panas membara, hanya sedikit bergerak saja Aura sudah bisa merasakan ada sesuatu yang keras menempel di punggung bawahnya. Seketika, wajahnya memerah.Kemudian, terdengar suara Jose yang serak dan malas. "Jangan gerak-gerak."Aura pun benar-benar tak berani bergerak lagi. Tubuhnya sekarang masih terasa sakit. Dia tidak sanggup jika harus dihajar Jose

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 420

    "Kalau begitu kamu saja yang bilang, gimana supaya kamu bisa maafin aku?"Aura tahu betul Jose adalah orang yang sangat pendendam. Kalau masalah hari ini tidak dibereskan, dia tidak tahu akan seperti apa ke depannya. Namun, Jose tetap tak mengucapkan sepatah kata pun.Aura terdiam sejenak, lalu dengan hati-hati mendekat dan mengecup bibirnya. "Kalau masih belum puas, kamu boleh gigit aku juga."Jose mengangkat alis sedikit, lalu mengejek, "Heh, katanya wanita itu plin-plan. Hari ini aku benaran membuktikannya.""Pergi sana." Jose berdiri dan berjalan ke lantai atas. "Aku mau istirahat."Sikapnya luar biasa dingin. Aura langsung terdiam. Namun, tak lama kemudian, dia pun memahami.Pria seangkuh Jose ditolak dengan cara menyakitkan. Tidak menyuruh orang untuk mengusirnya saja sudah sangat bermurah hati.Langkah kaki Jose tidak berhenti. Sementara itu, Aura tetap berdiri di tempatnya cukup lama, tidak bergerak. Barulah beberapa saat kemudian, seolah-olah telah membuat keputusan, dia pun i

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status