Share

Bab 13

Author: Camelia
Efendi yang mengirim pesan, mengatakan bahwa hari ini ada acara dan Jose juga akan hadir. Dia bertanya apakah Aura ingin datang. Aura langsung membalas.

[ Tentu saja mau. ]

Aura punya satu kelebihan sejak kecil, yaitu semakin dia terjatuh, semakin gigih dia bangkit. Selama Jose belum secara langsung mengatakan bahwa dia tidak ingin bekerja sama, Aura pun tidak akan menyerah.

Efendi mengirimkan alamatnya. Aura melihatnya sekilas, lalu segera pergi ke kamar mandi untuk mandi dan berdandan dengan cantik sebelum berangkat ke lokasi.

Saat turun dengan membawa kontrak dan proposal, dia melihat Serra dan Ghea sedang berbisik di sofa. "Ibu, kalau Kak Daffa tetap bertunangan dengan Aura, aku harus gimana?"

Serra mencibir. "Ada Ibu di sini, kamu takut apa? Kamu bukan ...."

"Hei, lain kali kalau mau diskusi tentang cara merebut barang orang, setidaknya cari tempat yang lebih tersembunyi. Aku mendengarnya lho, jadinya canggung, 'kan?"

Aura turun sambil tersenyum puas melihat perubahan ekspresi mereka.

Meskipun keduanya bermuka tebal, wajah mereka tetap memerah. Sebenarnya wajar kalau mereka membicarakan hal ini di ruang tamu. Biasanya setiap akhir pekan, Aura akan tidur sepanjang hari di kamarnya. Mereka mungkin tidak menyangka dia akan tiba-tiba turun.

Aura mendekati mereka, lalu tersenyum santai. "Kalian nggak perlu repot-repot merebut Daffa. Aku sama sekali nggak tertarik dengan pria yang sudah busuk. Nggak perlu sembunyi-sembunyi begitu."

Dia memang selalu berbicara tajam. Kalau ada yang menyakiti dia, dia akan membalas saat itu juga. Setelah selesai berbicara, dia tidak peduli dengan wajah pucat Serra dan Ghea, lalu berjalan pergi.

Aura mengendarai mobil selama satu jam penuh sebelum tiba di lokasi. Namun, saat dia sampai di pintu masuk kelab, seorang petugas menghentikannya. "Maaf, tempat ini telah dipesan untuk acara. Apa kamu membawa undangan?"

Aura terdiam sesaat, tidak menyangka dia perlu undangan untuk masuk. Dia menggigit bibirnya, lalu menyahut, "Sebentar, aku telepon temanku."

Dia segera menelepon Efendi. Sialnya, pria itu tidak menjawab. Bahkan setelah dia menelepon lebih dari 10 kali, tetap tidak ada jawaban.

Saat Aura sedang kesal, sebuah sosok yang sangat familier muncul dari arah tempat parkir. Aura tak kuasa merasa terkejut. Kelopak matanya sampai berkedut.

Ini terlalu kebetulan. Sepertinya, dia dan Jose sangat berjodoh. Ke mana pun dia pergi, mereka selalu bertemu.

Jose hanya melirik sekilas sebelum langsung mengalihkan pandangan dan berjalan masuk. Anehnya, petugas tidak menghentikannya.

Aura bergegas maju, lalu merangkul lengan Jose. "Sayang, tunggu aku."

Jose berhenti sejenak, menunduk dan mengernyit menatapnya.

Aura tersenyum. "Begini, aku nggak punya undangan dan Efendi nggak menjawab teleponku ...."

Jose mengatupkan bibirnya dengan ekspresi agak kesal. Namun, pada akhirnya dia tidak mengatakan apa-apa. Dia membiarkan Aura merangkul lengannya dan masuk bersamanya.

Begitu masuk, Jose segera menarik lengannya dari rangkulan Aura dan berjalan pergi dengan langkah besar, seolah-olah mereka tidak saling mengenal.

Aura berdecak. Sebenarnya mereka memang tidak dekat, hanya pernah tidur bersama sekali. Dia segera mengejar dan memanggil, "Pak Jose, tunggu aku!"

Jose pun berhenti dan berbalik menatapnya. "Ada urusan lagi?" Suaranya dingin tanpa emosi sedikit pun.

Aura mengangguk. "Tentu saja ada! Ini tentang kerja sama kita. Apa sekarang kamu punya waktu?"

Jose menatapnya dengan senyuman tipis. "Kamu benar-benar pantang menyerah ya?"

Dia mengangkat pergelangan tangannya untuk melihat jam. "Baiklah, kamu punya waktu 10 menit."

Setelah itu, Jose membuka pintu salah satu ruang privat dan masuk lebih dulu.

Melihat ini, Aura segera mengikuti dengan patuh. Dia merasa tumpukan uang yang rapi sedang melambai padanya.

Begitu masuk ke ruangan, Jose langsung duduk di sofa yang empuk. Tubuhnya yang tinggi tegap membuat sofa itu terlihat lebih kecil.

Aura duduk di sebelahnya, mengeluarkan proposalnya dan berkata, "Pak Jose, kami benar-benar telah menyiapkan proposal ini dengan serius."

"Kalau kamu menandatangani kontrak ini, bukan hanya biaya promosi yang bisa dikurangi hingga sepertiga, tapi kami juga lebih unggul dibandingkan dengan perusahaan periklanan besar."

Begitu Aura selesai berbicara, Jose menatapnya dengan ekspresi penuh makna. "Oh? Keunggulan seperti apa? Coba jelaskan."

Saat berbicara, jari panjangnya mengetuk meja di depannya dengan pelan. Sementara itu, tatapannya tertuju ke dada Aura.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Emmy Hermawati
bagus , lanjutkan....
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 638

    "Menurutmu gimana?"Aura menatapnya, tersenyum. "Oke, terima kasih."Hari itu adalah akhir pekan. Jose tidak perlu bekerja, jadi dia mengajak Aura keluar dengan murah hati.Saat mereka sampai di rumah teh, Anrez sudah menunggu di dalam. Dia datang lebih awal, duduk dengan alis yang berkerut dalam.Satu jam sebelumnya, Jose tiba-tiba menelepon dan berkata ingin bertemu. Entah karena urusan sebelumnya membuatnya marah atau ada alasan lain.Yang jelas, Jose sama seperti Tigor, sama-sama sulit ditaklukkan. Jika Anrez tidak datang, itu tidak bisa diterima.Anrez semakin cemas dan gelisah. Padahal sudah musim gugur, tetapi punggungnya berkeringat. Entah bagaimana Aura di Keluarga Alatas sekarang. Dia menebak-nebak dalam hati, tidak sadar bahwa pintu rumah teh sudah terbuka."Pak Anrez." Suara Jose yang rendah terdengar di telinga Anrez, membuat Anrez terkejut sejenak. Kemudian, dia segera tersenyum menyanjung ke arah Jose.Namun, ketika melihat Aura mengikuti Jose dari belakang, senyuman Anr

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 637

    Jose berhenti melangkah, menoleh menatap Aura. "Ada urusan lain?"Aura mengatupkan bibir pelan, berpikir sejenak sebelum bertanya, "Bisa tolong aku satu hal?"Mendengar itu, Jose mengangkat sudut bibirnya, tersenyum mengejek. Kemudian, dia melangkah mendekat sambil menatap Aura. "Berani juga kamu. Aku nggak mempermasalahkan urusan tadi, eh kamu malah merajalela."Nada suaranya terdengar bercanda, tidak seperti marah. Namun, makna tersiratnya jelas. Itu berarti menolak, 'kan?Aura terdiam sebentar, menunduk dengan agak kecewa. "Kalau begitu, anggap saja aku nggak bilang apa-apa."Jose menatap penampilan menyedihkan Aura. Dia berhenti sesaat, lalu kembali melangkah dan mengangkat dagu Aura dengan jarinya. "Ceritakan dulu. Semua tergantung mood-ku."Apakah ini berarti ada peluang? Hati Aura berbunga-bunga, tetapi dia menggigit bibir, berpura-pura terlihat sedih.Dia menatap Jose dengan mata berkilau, menampakkan sedikit rasa bersalah. "Kamu benar. Aku salah karena menipumu, tapi masih ber

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 636

    Melihat Aura sengaja mengalihkan pembicaraan, Jose menunduk menatapnya, lalu tersenyum mengejek. "Begitu ya? Tapi aku penasaran juga."Aura merasa punggungnya menegang. Dia menunduk tanpa tahu harus menjawab apa. Ada beberapa hal di ponselnya yang memang tidak pantas dilihat Jose. Dia terdiam sejenak, tak menemukan alasan untuk menolak."Hmm?" Jose sedikit menggeser tubuhnya, meraih ponsel Aura. "Ayolah, buka."Aura tidak bergerak, telapak tangannya hampir berkeringat. Namun, mata Jose yang dalam menatapnya tanpa bergerak sedikit pun, seolah-olah menatap mangsa yang bisa dia kendalikan kapan saja.Tak lama kemudian, Jose mulai kehilangan kesabaran. Sudut bibirnya yang tadinya tersenyum kini sedikit menurun. Dia mengangkat alis ke arah Aura.Aura menarik napas dalam-dalam, seolah-olah menyiapkan keberanian. Dia meraih ponselnya, membuka layar dengan sidik jari.Jose menatap layar yang menyala, matanya yang tajam pun menyipit. Aura bahkan bisa merasakan hawa dingin yang menyebar dari tub

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 635

    Selesai berbicara, Aura jelas melihat mata Jose memancarkan sinar berbahaya. Dia menelan ludah. Hanya sebuah panggilan, kenapa harus marah begitu?Jose menatapnya diam, seolah-olah memberi pesan, kalau tidak memanggil, tidak boleh tidur.Aura menjulurkan lidah, menjilat sudut bibirnya. Akhirnya, dengan suara kecil, dia memanggil, "Jo."Setelah memanggil, Aura merasa geli luar biasa. Dia menoleh, menyembunyikan wajahnya di selimut. Hanya panggilan sederhana, tetapi begitu keluar dari mulutnya, seluruh tubuhnya dipenuhi rasa malu.Jose mengangkat alisnya. Dia tidak ingin meloloskan Aura begitu saja, jadi meraih dagu mungil Aura, memutar wajahnya agar menatapnya. "Nggak dengar jelas, ulangi sekali lagi."Aura sungguh tak berdaya. Dalam gelap, suara Jose terdengar semakin rendah dan berat. Aura tidak terlalu ingin melakukannya. Dia menyelinap ke selimut lagi, tetapi tangan panjang Jose menyingkap selimut itu. Dengan tubuh tinggi Jose, Aura tak punya tempat untuk menghindar.Melihat Jose ta

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 634

    "Aku bukan takut." Aura berkata dengan agak canggung, "Hanya saja, kamu sudah beberapa hari nggak pulang. Temani aku sebentar ya.""Heh ...." Jose terkekeh pelan. Tawa itu tidak mengandung emosi, entah karena merasa senang atau mentertawakan Aura yang keras kepala. Entah karena senang atau karena mengejek keras kepalanya Aura.Namun, Aura tidak marah. Film ini sudah lama ingin dia tonton, hanya saja selalu tidak ada yang menemani. Setiap kali sampai ke bagian paling seru, dia selalu berhenti karena takut. Namun, dengan adanya Jose di sini, rasanya tidak terlalu menakutkan lagi.Seorang pelayan yang cermat mengantar sepiring buah, lalu pergi tanpa suara. Aura memegang piring buah itu, kedua kakinya yang putih jenjang melipat di atas sofa.Dia memasukkan sebutir anggur ke mulutnya, berpikir sejenak, lalu menyodorkan sebutir kepada Jose. Dia tidak menoleh, hanya menyodorkannya begitu saja dengan alami.Jose melirik tangan Aura yang terulur, mengangkat alis, lalu sedikit menunduk untuk men

  • Menjadi Tawanan CEO Dingin   Bab 633

    Suara Jose terdengar lembut, seolah-olah dia hanya sedang berbincang santai dengan Aura.Aura terdiam sejenak, lalu mendongak menatap Jose. "Kamu ini figur publik, wajar kalau setiap gerakanmu selalu ada mata yang mengawasi. Banyak orang yang bisa menyebarkan informasi ini. Lagi pula, orang yang tahu soal ini juga nggak sedikit."Jose mengangkat alis. "Kamu ada benarnya. Hanya saja untuk urusan ini, aku sudah berpesan ke semua orang. Kamu pikir siapa yang berani melawan perintahku?"Hati Aura langsung tercekat, nalurinya mengatakan Jose sudah tahu sesuatu. Dia menunduk, lalu menggigit bibir pelan sebelum berkata, "Mungkin ada orang yang nggak tahu diri."Jose terkekeh-kekeh, tangannya terangkat mencubit lembut cuping telinga Aura. Dia tidak menggunakan tenaga, tetapi sentuhan kasar ujung jarinya yang melintas di kulit tipis itu cukup membuat tubuh Aura refleks bergetar."Memang nggak tahu diri. Sepertinya perlu benar-benar diselidiki. Kalau sudah ketahuan, harus dicabut giginya, lalu d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status