Aura hampir gila. Kalau bukan karena merasa jijik, dia benar-benar ingin menerobos masuk dan menjahit mulut Daffa.Jelas-jelas dia tidak melakukan hal itu, tetapi Daffa tetap bersikeras. Bukankah ini artinya dia ikut diseret ke dalam lumpur?Aura sebenarnya sangat paham, Jose membawa Daffa bukan sepenuhnya karena ingin membela dirinya.Semua ini karena kesombongan dan rasa kepemilikan Jose yang tinggi. Dia tidak bisa terima kalau miliknya disentuh orang lain.Dulu Jose pernah bilang, dia tidak suka pria lain menyentuh Aura. Semalam saat Jose masuk ke kamar, yang dilihatnya adalah Daffa sedang menindih dirinya.Sementara itu, Aura benar-benar tidak punya tenaga untuk melawan. Dari sudut pandang Jose, bukankah itu seperti mereka saling suka?Semakin dipikirkan, Aura semakin merasa nyawanya terancam. Andai saja dia tidak menuruti saran Marsel.Aura menarik napas dalam-dalam, tampak sangat teraniaya. "Pak Jose, kita sudah bersama selama ini, tapi kamu lebih percaya ucapan sepihak Daffa?"N
Jose mengangkat tangannya dan mengusap ujung hidung Aura, lalu mendorong pintu dan masuk ke ruangan tempat Daffa dikurung.Aura tidak memahami maksud Jose. Namun, karena Jose tidak mengatakan apa-apa, dia pun tidak berani bergerak. Satu-satunya yang bisa dia lakukan adalah menoleh dan menyaksikan apa yang terjadi di dalam ruangan.Jose melangkah masuk, lalu duduk di atas sofa dan menyalakan sebatang rokok untuk diri sendiri. Di balik kepulan asap, dia menatap ke arah Daffa yang tergantung di atas."Daffa, kamu masih nggak mau bicara soal kejadian semalam?"Daffa mengangkat kepalanya menatap Jose. Meskipun sudah dipukuli semalaman, Aura bisa melihat jelas bahwa Daffa masih tidak menyerah.Dia malah tertawa kecil. "Jose, aku sudah bilang, semalam aku dan Aura memang janjian. Entah sudah berapa kali aku tidur sama dia. Kamu pikir kamu nemu harta karun? Hahaha. Asal kamu tahu, yang kamu dapat itu cuma barang bekas yang kubuang.""Oh ya?" Jose tersenyum tipis. Di ruangan yang remang-remang
Tangan Aura sempat terhenti. Dia menggeleng sambil menyahut, "Nggak ada kok.""Benar begitu?" Jose menyipitkan mata sedikit, jelas tak percaya.Setiap kali gadis di depannya ini bersikap manis padanya, hampir selalu ada maunya. Hari ini datang membawa makanan, tetapi bilang tak ada maksud apa-apa. Jose tidak percaya.Aura pun tampaknya menyadari hal itu. Wajahnya sedikit memerah."Datang buat minta tolong ya?"Aura tampak semakin bingung. "Minta tolong apa?""Oh?" Suara Jose dalam dan berat. Suku kata terakhir ditarik panjang-panjang, penuh nada curiga. Jelas sekali, dia tidak percaya pada jawaban Aura.Jose mengangkat tangannya, menghapus noda darah di sana. Tatapannya seketika menjadi sangat dingin. "Coba tebak, ini darah siapa?"Aura menggeleng. "Aku nggak tahu.""Kalau begitu, biar aku tunjukkan." Jose tersenyum samar, lalu berdiri dan mendorong tengkuk Aura, membawanya keluar.Jari Jose kasar, sementara kulit Aura sangat halus. Begitu disentuh, Aura langsung merasa geli dan sepert
Jose memang orang yang sangat pemilih soal makanan. Aura tidak bisa masak, tetapi memesan makanan adalah keahliannya.Bagaimanapun, Jose telah sangat membantunya kemarin, jadi dia merasa perlu membalas kebaikan itu dengan baik.Dia pergi ke Restoran Forest dan memesan beberapa hidangan kesukaan Jose, lalu menambahkan satu porsi bubur yang bagus untuk pencernaan. Setelah semua siap, barulah dia keluar dari restoran.Melihat hal itu, Marsel berkata, "Nona cukup telepon saja pihak Restoran Forest, nanti mereka antar ke tempat Tuan Jose."Aura tersenyum lembut. "Kalau begitu 'kan terlihat kurang tulus."Marsel mengangkat alis. "Benar juga."Pantas saja bosnya begitu menyukai Aura. Gadis ini memang tahu cara mengambil hati orang.Dia menghela napas dalam hati. Bosnya sudah benar-benar terperangkap dalam pesona wanita ini. Sambil berpikir begitu, Marsel membukakan pintu mobil untuk Aura.Mobil melaju sampai ke Kelab Fana, baru berhenti. Aura turun dan berdiri di depan pintu, memandang vila b
Marsel mengangguk. "Sudah dibawa juga."Jose mengangguk, lalu menoleh sekilas ke arah kamar tempat Aura berada."Kamu berjaga di sini. Kalau dia sudah bangun, kasih tahu aku."Marsel tertegun sejenak. "Tuan mau ke sana sekarang? Perlu kupanggilkan dokter untuk periksa luka Tuan dulu?"Keributan yang terdengar dari dalam tadi cukup besar. Dia sungguh khawatir luka Jose akan terbuka lagi.Jose melirik tajam ke arahnya. Marsel pun langsung bungkam, menunduk sambil berkata, "Baik."Bertahun-tahun mengikuti Jose membuat Marsel tahu betul kapan harus berbicara dan kapan sebaiknya diam.Saat Marsel mengira Jose tidak akan menyetujui, pria itu malah menginstruksi, "Ambilkan kotak P3K."Marsel segera mengangguk. Dia segera mengambilnya dari belakang dan memberikannya kepada Jose sambil tersenyum lebar. Saat mendengar kegaduhan di dalam tadi, dia langsung teringat akan cedera Jose dan menyuruh orang menyiapkannya.Jose hanya mendengus dingin, lalu berbalik dan masuk kembali ke kamar. Saat Marsel
Namun, otaknya yang nyaris lumpuh tak mampu mencerna terlalu banyak informasi. Mendengar ucapan Jose barusan, Aura tampak sedih dan mencebik."Pak Jose ... jangan, aku takut ...." Aura memanyunkan bibirnya, seperti sedang bertingkah manja.Usai berbicara, efek obat yang sempat mereda kini kembali menyerangnya. Dia mengeluarkan suara lirih karena merasa tidak nyaman. Kemudian, dia berbalik untuk menyalakan keran air, tetapi Jose lebih dulu menahannya."Mau lagi?" Jose mencubit pelan dagunya, senyuman tipis menggantung di bibirnya. Dia tampak puas melihat reaksi Aura.Aura menggigit bibir dengan gelisah. Tubuhnya semakin panas dan tak tertahankan. Mendengar nada Jose yang menggoda, dia refleks melingkarkan tangan ke leher pria itu. Dia ingin mencium Jose, tetapi Jose menghindar lagi.Aura termangu, ekspresinya semakin kecewa."Minta padaku," bisik Jose di telinganya. Suara beratnya mengalir pelan seperti udara hangat yang membuat tubuh Aura merinding.Aura masih memiliki sisa kesadaran.