Darah segar mengalir bahkan menetes mengenai seprai berwarna putih gading itu. Suara isak tangis Selena terdengar nyaring, mungkin bisa terdengar sampai keluar. Kelihatannya itu sangat menyakiti Selena, karena itu yang pertama bagi Selena.
Wajah Damian terkaku. Dia tak bisa memberikan ekspresi tenang untuk situasi itu. Dia baru sadar atas apa yang dia lakukan beberapa detik lalu yang mengakibatkan Selena memekik kencang dan menangis saat ini. Gadis itu berhenti meronta, kelihatannya sesakit itu sampai tak ingin bergerak.Tangan Damian yang menyilangkan tangan Selena perlahan mengendur. Damian menegakkan tubuhnya dan memastikannya sekali lagi. Setelah melihatnya untuk kedua kalinya, tangan Damian tersapu ke salah satu sisi rambutnya. Menyapu halus rambutnya dan sedikit menariknya.“Ah, apa ini...” Damian bicara dengan suara pelan.Yang Damian pikirkan sekarang adalah perasaan baru saat dia hendak bersatu dengan Selena. Selena tak pernah melakukDamian keluar dari kamar Selena dan menatapi lorong yang sudah sepi. Dia kemudian menuju ke kamarnya yang terletak cukup jauh dari kamar para wanitanya. Dia meluangkan waktu untuk mandi dan membersihkan dirinya. Pikiran Damian masih berada di ranjang, bersama dengan Selena. Perasaan baru yang dia temukan dari Selena berhasil membuatnya merasa pusing selama berada di kamar mandi. Di bawah shower, dia mengguyur dirinya yang masih terasa panas dan bergairah. Hingga untuk pertama kalinya setelah sekian lama, dia harus menuntaskan hasratnya sendirian. Setelah membersihkan diri, dia hendak kembali ke kamar Selena. Entah apa yang dia pikirkan. Namun tanpa dia sadari, ada keinginan untuk tetap di sisi Selena selama sisa malam ini. Sebelum kembali, dia bertemu dengan tangan kanannya, Luca. Luca membungkuk memberi salam pada Damian. “Anda belum tidur? Di mana selama beberapa jam terakhir? Kami mencari Anda, terakhir kali seseorang mengantar Anda ke kama
Selena mengerang pelan seraya memejamkan matanya lagi. Matanya masih bengkak akibat menangis semalaman karena digempur Damian. Matanya masih terasa berat dan dingin. “Kau tidur lebih lama dari orang pada umumnya. Kau tidur hampir 10 jam,” komen Damian. Selena tak menjawab. Pikirannya kosong. Dia ingat dia telah terbangun beberapa kali. Namun karena tubuhnya terasa sangat lemas dan sakit, dia kembali mengistirahatkan dirinya. Dia tak ingin menatap Damian, dia masih ingat betul kejadian semalam yang membuat hatinya terasa sakit. Selena mendudukkan diri dengan hati-hati. Dan dia menyadari pakaiannya telah berganti. Dia tak penasaran bagaimana, karena dia berpikir Damian menyuruh pelayannya. Damian memperhatikan Selena. Ada yang berubah di wajah Selena. Tatapan Selena yang terkesan kosong dan sangat hampa. Dia juga lebih pucat. Benar-benar mengkhawatirkan. “Perlu bantuan?” Damian mengangkat satu alisnya, memperhatikan gerak-gerik Selena. Selena tak mendengarkan, dia menutup telingan
“Ada apa ini? Kenapa kau keluar dari sana? Sejak kapan kau di kamar gadis itu?” Merry menatap Damian, terlihat jelas dari raut wajah terutama matanya, dia sedang cemburu. “Aku tak punya waktu untuk menjawab, dia terluka.” Damian berjalan begitu saja melewati mereka dan membawa Selena menuju ke ruangan yang tempatnya agak jauh dari kamar Selena. Damian meninggalkan residu kebingungan di ruangan itu. Damian tak terlihat datang ke sana sejak pagi, itu berarti dia mungkin bermalam di kamar Selena. Dan kata bermalam cukup sensitif di sana. Damian tak pernah sekali pun bermalam di kamar salah satu para wanita simpanannya itu. “Tuan... bermalam di kamar Selena?” tanya Rose, dia terlihat ingin memperjelas hal tersebut. “Omong kosong! Dia tidak mungkin melakukan itu!” tegas Merry, menyangkalnya dengan cepat. “Ah, sayangnya kita baru saja melihatnya keluar dari sana, dengan membawa Selena yang terluka. Aku pernah terluka juga di depan Tuan tapi Tuan hanya bereaksi dengan memanggilkan dokte
Selena menatapi obat yang diberikan oleh dokter tersebut. Dia berkedip beberapa kali melihat beberapa bentuk obat yang disuguhkan padanya bersama dengan segelas air. “Minum itu! Kau tidak ingin hamil begitu saja, kan? Pertama, kau terlalu muda. Kedua, kau baru melakukannya sekali. Bukankah kau bahkan belum menikmatinya dengan benar?” Damian tersenyum menggoda Selena yang segera mengambil satu persatu butir obat tersebut dan meminumnya. Damian memperhatikan sambil menyilangkan tangan di depan dada. Saat Selena meliriknya dengan tajam, Damian mengalihkan pandangan matanya ke sekeliling. Setelah meminum semuanya, Selena terdiam di sana. Dia menatapi kakinya yang terurai dari bangsal, belum menyentuh lantai. Dia menggerakkan kakinya dengan perlahan. “Kapan terakhir kali menstruasi?” tanya dokter itu untuk mencatat sesuatu. “Minggu lalu,” jawab Selena sambil menatap dokter itu. “Oh, itu cukup buruk jika kau tidak segera meminum obat kontrasepsi, kemungkinan kau mengalami kehamilan cu
Damian menatap Selena dengan perasaan tidak senang. Ucapannya tentang segera melakukan penukaran entah kenapa membuat suasana hatinya berubah. Semula, memang itu yang dia inginkan. Namun, di hadapannya ini ada sosok lemah yang menyenangkan. “Berhenti menangis, sekarang!” titah Damian. Selena tentu tak bisa menghentikan tangisannya begitu saja. Dia tetap meneteskan air matanya. Suara isak tangisnya justru terdengar lebih kencang. Tangannya juga tak tinggal diam, terus mengusap air matanya yang tak berhenti mengalir. Damian tahu itu tak akan berhasil dan mendengus. Dia juga tak mau secara terang-terangan mengakui jika dia menginginkan Selena untuk lebih lama di sisinya. Dan pikirannya memunculkan satu cara yang pasti untuk membuat Selena berhenti menangis dan membuatnya lebih nyaman. Tangan besar itu terukur ke sisi wajah Selena dan mengangkatnya. Selena menatap Damian, mata ke mata. Damian bisa melihat ekspresi sedihnya Selena. Sepertinya apa yang dia katakan pada Selena memberatka
“Axel belum kunjung memberikan reaksi.” Damian berdiri sambil memandang keluar jendela ruang kerjanya. Dia menatapi bagaimana orang-orang yang merupakan bawahannya bekerja di bawah sana. Mereka terlihat sangat sibuk. Memikirkan tentang Axel membuatnya harus memikirkan Selena juga secara tak langsung. Gadis yang sedang dia tahan di mansionnya, yang tak ingin dia lepaskan dengan mudah karena menemukan sesuatu yang hanya bisa dia dapatkan dari Selena. Ekstasi baru membuatnya enggan melepaskan sosok Selena. “Kita tunggu saja,” ucap Damian. Orang suruhan di belakangnya itu hanya bisa mengangguk dan membungkuk sebelum dia meninggalkan ruangan. Meninggalkan Damian sendiri. Dan begitu sendirian, Damian melemparkan tubuhnya ke kursi kantornya sambil mendengus pelan. “Apa yang sebenarnya aku pikirkan?” gumamnya lagi, terdengar lebih frustasi. Damian mengeluarkan handphonenya, dan menatapinya cukup lama. Hingga dia membuka galeri handphonenya, di mana video panasnya dengan Selena ada di s
Selena memakan makan malamnya dengan tenang. Hingga malam, tak ada tanda-tanda yang menyatakan jika Damian kembali ke kamarnya. Itu membuatnya lebih bersantai dari tadi. Meski dia juga sempat memikirkan apa yang terjadi sebelum dia tertidur, dia yakin Damian memeluknya. Gadis itu masih murung dan mengurung dirinya sendiri di kamar itu. Meski tak ada tanda-tanda jika dirinya tidak diperbolehkan keluar. Tak ada tali atau rantai yang mengikatnya. Tak ada apa pun yang mengisyaratkan jika dia tidak sedang dikurung juga di sana. “Apa ada yang Anda inginkan?” tanya pelayan yang mengambil alat makan bekas Selena. “Boleh aku minta dessertnya lagi?” pinta Selena sambil tersenyum sedikit malu, dia menyukai dessert yang disediakan untuk malam ini, berupa waffle dengan es krim. Pelayan tersebut mengangguk dan keluar dari kamar Selena. Dan pelayan lain datang dengan membawakan apa yang Selena pinta. Saat Selena tersenyum kegirangan melihat dessert yang memp
Selena melebarkan matanya terkejut saat Damian menarik kakinya untuk mendekat. Dia berusaha beringsut mundur lagi, namun lagi-lagi Damian menarik kakinya dengan tenaganya yang besar. “Kau mau ke mana?” tanya Damian sambil terkekeh pelan melihat reaksi Selena. “He-hey!” Selena berusaha bangkit dari posisinya yang berbaring dan lengannya menahan Damian. “Perkataanmu ada benarnya... Kenapa kau tidak santai saja dan nikmati waktumu di sini? Tidak perlu bekerja dan tidak perlu memikirkan tentang uang. Hanya berada di atas kasur dan melebarkan kakimu untukku, aku akan memberikan semua yang kau butuhkan dan kau inginkan. Itu cukup adil, bukan?” Damian terkekeh sambil terus mendekatkan dirinya pada Selena. Sementara lengan Selena berada di dada Damian, Selena benar-benar berusaha membentengi dirinya dari Damian yang semakin dekat dengannya. Selena berusaha mendorong Damian agar menjauh darinya, walau usahanya sangat terlihat tak ada gunanya dan sia-si