28. Flashback Rasya
***
Rasya mengerjapkan mata untuk mempertajam pandangan. Menyesuaikan akan apa yang diihat. Kepalanya terasa sedikit pusing dan berat, membuat ia harus menggeleng beberapa kali untuk Menyandarkan diri.
Bangkit perlahan, ia menyandar pada kepala ranjang, menunduk dengan tangan memijit pangkal hidung. Ingatan dirinya yang menenggak minuman berkelebat. Pasti ini diakibatkan semua itu.
Rasa nyeri sedikit mereda, ia mendongak dan menelisik ruangan yang bukan miliknya di rumah. Menyibakkan selimut yang menutupi tubuhnya, Rasya bangkit dan memasuki kamar mandi. Sedikit membasuh mukanya, meraih handuk dan membersihkannya.
Tidak lama, pria dengan keadaan pakaian yang sedikit kacau itu keluar dari kamar mandi, mengedarkan pandangan untuk menelisik isi kamar yang saat ini ditempati. Bibirnya menyunggingkan senyuman.
"Ini kamar club, atau kamar hotel? Lengkap
29. Bimbang *** Tasya mendengar suara pintu di belakangnya menutup. Pasti ini ulah dari kekasihnya. Menarik napas dalam, ia siap menerima segala kemarahan dan tuduhan dari Sean. Setelah itu, ia bear-benar akan mengakhiri ini. Namun, tidak ia duga. Bukan sebuah kemarahan atau bentakan yang didapat, melainkan sebuah pelukan hangat yang melingkupi dirinya. Tasya sempat mematung, terkejut akan perbuatan Sean. Menoleh ke arah kiri dimana dagu sang tunangan bertumpu, ia bertanya dalam hati, "Ada apa Sean seperti ini?" Percayalah. Hal itu bukannya membuat Tasya lega, tetapi malah dirundung kegelisahan. Ia takut ada rencana lain di belakang sikap Sean
30. Permintaan Desi *** Zizi dan Desi sama-sama menoleh. Menatap seorang pemuda memakai kaus berwarna hitam dengan lambang bintang di bagian dada. Pelayan kafe ini. Pemuda dengan kulit putih itu meletakkan kue pesanan mereka. "Lalu, apa hubungannya dengan Tasya, Tan? tanya Zizi setelah pelayan kafe berlalu dari sana. Desi tersenyum, gerakannya memotong kue berhenti. Zizi dapat melihat pancaran kebahagiaan di wajah perempuan paruh baya itu. "Seperti yang dulu pernah Tante katakan. Kalau Tante ingin menjodohkan Zizi dengan Rasya," jelasnya dengan senyuman. Zizi mengerti sekarang. "Itu kenapa Tante minta kamu menghubungi sahabat kamu itu untuk datang ke sini." "Oke-oke. Zizi mengerti maksud Tante." Gerakan tangan Desi yang mengangkat cangkir dan diarahkan padanya cukup mampu Zizi pahami tampan kata, ia pun turut meraih cangkir minuman
31. Penyiksaan *** Suara ketukan pintu terdengar. Fokus Ava yang sebelumnya pada laptop di hadapannya teralihkan. "Masuk!" Teriaknya pada seseorang di luar pintu. Tanpa menunggu mengetahui siapa yang mengetuk pintu, Ava kembali mengalihkan pandangan pada layar persegi di hadapannya. Jari lentik bergerak lincah di atas keyboard. Merasa seseorang berdiri di depan mejanya, Ava mendongak. Ia melempar senyum tipis pada perempuan berambut cokelat yang merupakan salah satu pegawai barunya. "Ada apa?" tanyanya kemudian. "Ada seorang wanita yang ingin bertemu dengan Mbak Ava," jelasnya pada Ava.
32. Maaf *** Setelah beberapa saat menangis dalam pelukannya, suara isakkan tidak lagi terdengar dari Clara. Sepertinya perempuan itu sudah merasa baikan. "Sudah tenang?" tanya Ava yang dijawab sebuah anggukan. Pelukan mereka terlepas. Ava memandang wajah sahabatnya yang tampak kacau Ajibata tangis. Tangannya terulur untuk menggenggam tangan sang sahabat. "Jadi, Andi sudah pindah ke Jepang sejak sebulan lalu?" Ava membuka percakapan. Clara mengangguk. Tangan kanannya terangkat untuk membersihkan jejak air mata di pipi. "Kurang lebih segitu." "Sejak saat itu apa kalian tidak pernah lagi berkomunikasi?" Clara menggeleng. Ava hanya bisa menghela napas dalam. "Lalu bagaimana bisa kamu secepat itu menemukan pengganti Andi?" "Waktu itu aku sedang sendirian di cafe. Tiba-tiba seorang pria lewat dan tidak sengaja menumpahkan minumannya pad
33. Kekesalan Kafka *** Seperti biasa, Kafka selalu memasuki apartemen Ziqry tanpa permisi. Apalagi kali ini ia datang dengan membanting pintu secara kasar, membuat si empunya terkejut dan berjingkat di sofa. Tidak memedulikan tatapan Ziqry yang penuh kebingungan ia membanting tubuh pada sofa tepat di samping sang sahabat. Ziqry berkomentar, "Kau kenapa? Datang-datang membuat orang jantungan saja. Bisa tidak kalau datang dengan cara yang biasa saja?" maki pria dengan celana tanpa kaus itu pada Kafka. Kafka melirik tajam pada keberadaan Ziqry, ia mengembuskan napas dalam sebelum bercerita, "Aku kira Ava dan kakakku akan bercerai karena masalah kemarin. Tapi hari ini, aku melihat Rasya meminta maaf pada Ava yang berakhir mereka di atas ranjang," jelasnya. "Sialan," umpatnya, "bahkan aku harus meliha
34. Rencana Liburan *** Kafka menatap Ava yang menangis di bawahnya. Ia menarik napas dalam dan bangkit dari atas tubuh ringkih itu. Duduk di ranjang pada kamar ruangan Ava di toko. Niat hati ingin menyatukan tubuh mereka kini hilang sudah akibat rasa tidak tega. Kafka meraup kasar wajahnya, menyesali apa yang ia lakukan. Hampir saja dirinya melecehkan Ava. Hal ini pernah ia lakukan beberapa waktu lalu. Sebesar ini cintanya pada perempuan itu yang membuat dirinya buta. Beruntung ia kali ini disadarkan kembali. "Maafkan aku, Va. Aku hanya terlalu mencintai kamu sampai aku lepas kontrol seperti ini. Aku sudah merasa frustrasi untuk mendapatkan kamu." Tidak ada jawaban dari Ava, hanya ada suara Isak tangis yang terdengar. Menghela napas dalam kembali, ia menoleh, menatap Ava yang masih meringkuk d
35. Ajakan Desi *** Berdiri di balkon kamar, Tasya memandang ke arah depan. Tangan kanan terlipat memeluk perut sebagai penyangga tangan kiri yang kini sedang menerima panggilan. Terkadang, ia harus berjalan ke sana kemari saat mendengar serentetan perkataan seseorang di seberang sana. "Pokoknya kamu besok harus ikut, ya?" Ingatkah kalian dengan acara keluarga Yarendra yang akan pergi berlibur? Di seberang sana Desi tengah membujuk Tasya agar mau untuk ikut. "Tapi, Tan? Apa boleh Tasya ikut acara keluarga Tante. Itu, kan acara keluarga? Tasya hanya orang luar." "E. Kata siapa kamu orang luar. Kamu itu Tante jodohkan dengan Rasya. Dengan kata lain calon istri Rasya. Bukan orang luar, Sayang." Desi memotong ucapannya. "Tante. Tante serius soal itu? Rasya masih mempunyai
36. Puncak *** Dua mobil Audy dan satu mini kooper telah terparkir rapi di depan sebuah villa yang terlihat megah. Dua sosok pria dewasa mengait pinggang wanita di sampingnya mesra setelah mengeluarkan barang bawaannya dari bagasi mobil. Akan tetapi, seorang pria tampan dengan wajah datar menatap bangunan di hadapannya. Ia menoleh ke arah sang papa lalu bertanya, "Kenapa musti di sini. Di Malang, kan juga banyak tempat seperti ini?' Yarendra terkekeh mendengar pertanyaan putra bungsunya. "Sekali-kali Papa ingin keluar dari tempat tinggal Papa." Kening Kafka terlipat, satu alisnya menukik tajam. "Kenapa tidak sekalian pergi ke luar negri?" dengusnya. Tanpa memedulikan sekitar ia melenggang begitu saja memasuki villa dengan menarik koper menggunakan tangan kanan. Tidak menghiraukan seorang wanita yang sedari