Share

Bab 2—MAS

last update Last Updated: 2025-02-28 11:10:33

Tiap tetes air mata yang berjatuhan dari kelopak mata sang adik adalah bagaimana tetes luka yang meninju hati Radzian, lelaki itu berkaca-kaca sambil menyeret bahu adiknya untuk masuk dalam dekapannya.

Radzian mencelus, ia mencelat jauh pada rasa sakit yang sulit dibicarakan, yang jelas pria ini terluka, rasa sakitnya sudah seperti pedang Katana yang merobek dinding di wilayah perang.

"Jangan nangis, sekarang kamu istirahat dan obati luka kamu, untuk besok, istirahat aja dulu, jangan latihan ballet dulu," bujuk Radzian mengelus pangkal kepala adiknya.

Dalam diam dan tenangnya suara Radzian, pria ini tengah membangun kubangan dendam yang ingin sekali segera dia muntahkan, dia menggetir dengan tatapan mendesir.

Vemilla segera bangkit dan menggelengkan kepalanya, lemah. "Gak bisa, kak!" tolak Vemilla bernada lirih.

Warna ketakutan semakin nyata di matanya. "Mama bisa marah kalau aku gak latihan ballet, sebentar lagi 'kan kompetisi internasional," sambung Vemilla.

Rasa sakit yang terukir di tubuhnya tidaklah seberapa, Sabrina—ibu kandung yang melahirkannya itu tidaklah berbuat kasar semacam kekerasan fisik, hanya saja perkataannya yang memimpin dan mendikte membuat Vemilla tak mampu berkutik.

Tatapannya merendah. Ia luruh bagai awan tipis mengirim rinai-nya yang hangat nan lembut. "Tadi ..., mama tahu kalau aku bolos latihan malam gara-gara Gi—"

Degh!

Spontan, Vemilla segera menghentikan ucapannya, dia katupkan bibir dan menekannya sampai napas tersendat-sendat. Terbata-bata dia mengintip ekspresi wajah sang kakak.

Radzian mendelik, malas, sambil berkacak pinggang dia membuang wajah sampai akhirnya dia kembalikan ke posisi semula. "Kakak udah tahu apa yang terjadi," jawab Radzian dengan tegas.

"Lagipula, hanya orang b*doh yang gak menyadari kalau kamu habis mengalami hal buruk," katanya mengerutkan dahu

Telunjuk tangan kanan mengarah ke wajah Vemilla. "Lihatlah, luka di wajahmu, terlihat mengerikan," tandasnya.

Seperi biasa, gadis ini hanya terdiam tanpa sepatah katapun keluar dari mulutnya, perasaannya terlalu lemah, bicara sama saja membuang air mata yang telah terbendung di hatinya.

Radzian membalik bahu adiknya, mendorong gadis itu masuk kembali ke kamarnya, lanjut dia mendudukkan tubuh lemah Vemilla di atas pesisir ranjang.

"Besok, ikut sama kakak, biar mama gak curiga, tapi bukan untuk latihan ballet, kita pergi ke tempat lain," tawar Radzian sambil dia berjalan ke meja rias.

Dari dalam laci, pria bertubuh kekar itu mengambil kotak putih P3K. Vemilla yang sedang gundah tidak lagi merasakan perasaannya berkecamuk pada kepedihan dan perasaan tak menyenangkan lainnya.

"Ke mana, kak?" Antusias gadis itu bertanya pada kakak kandungnya.

Radzian berlutut di hadapan Vemilla, dia mengeluarkan obat krim pereda nyeri dari dalam kotak putih, lantas lelaki itu menunduk di hadapan lutut adiknya, di sana dia mengoles krim pereda nyeri itu di atas luka yang ada di lutut adiknya.

"Apa yang membuatmu senang?" Pertanyaan dijawab pertanyaan lagu oleh Radzian.

Dunia ini kejam, Vemilla dilahirkan di keluarga kaya, tetapi tidak memberinya ketenangan atau kebahagiaan, dia selalu dituntut untuk ini dan itu demi memenuhi ekspektasi orangtuanya.

Vemilla adalah wajah yang dipaksa tanpa cacat, biar luka terpatri di permukaan tubuhnya, gadis ini selalu dituntut untuk sehat, saat jiwanya terluka pun dia selalu dipaksa untuk tersenyum.

Salah satu alasan dia tetap bertahan di keluarga yang mendiskriminasi kehadirannya karena Vemilla seorang wanita adalah kakaknya, gadis itu tersenyum sambil memandangi ketampanan kakaknya.

"Kakak dan ice skating." Dua hal yang tak pernah berubah sejak awal.

Dunia Vemilla yang kelam dan suram hanya ada dua kebahagiaan yang tak tersiar, kehadiran sang kakak selalu menjadi penyembuh paling ampuh dan ice skating adalah kebahagiaan yang harus dia sembunyikan.

Radzian tersenyum tipis. Merasa tersanjung dengan adiknya, bukti lelaki ini sangat mencintai adik kandungnya. "Kakak dan ice skating akan menemanimu," tandas Radzian.

Masa pengobatan berakhir, Radzian meletakkan kotak P3K kembali ke laci sebelumnya. Sang adik tengah tersenyum, matanya berbinar, tetapi rasa kasihan dan iba yang malah membangun diri dengan megah.

Bagaimana bisa senyuman seindah dan semanis itu dikerubungi luka yang berkesinambungan, bukan hanya sikap pilih kasih ke-dua orangtuanya, hingga hari ini masih berlangsung, Vemilla juga harus menghadapi mantan kekasih dengan tempramental buruk.

Adikku yang cantik dan manis, wajahnya terlalu cantik untuk dilukai, tubuhnya terlalu lemah jika harus menghadapi masalah gila ini. Batin Radzian mengiba.

Perasaannya menggetir, tidak mampu membayangkan apa yang sudah terjadi pada adiknya, senyuman lembut itu harus dikekang jeritan rasa takut.

Giovanni sang mantan kekasih dari adiknya telah mengundang amarah Radzian, bagaimana tidak? Vemilla si cantik nan lembut itu harus terus-terusan mendapatkan penghakiman dan kekerasan tak berdasar darinya dengan dalih tidak terima diputuskan.

"Kalian udah putus satu tahun lalu, terus kenapa dia selalu datang lagi dan lagi, gilanya, dia datang saat kakak gak ada di dekatmu, dik," tanya Radzian.

Kini tatapan itu tampak serius dan mendalam, Radzian bersandar pada meja rias di kamar adiknya, seraya menyilangkan tangan di depan dada, lelaki itu menyudutkan pandangan pada Vemilla.

Tak pernah ada rahasia di antara hubungan kakak-beradik kandung ini, Vemilla selalu menjadi gadis kecil yang manis dan penurut. "Dia gak mau diputuskan, Kak, jadi dia selalu datang dan memintaku kembali padanya," jawab Vemilla, jujur.

Awalnya Vemilla terlihat tenang. Namun, beberapa saat kemudian, ketakutan dalam dirinya menggejolak, kemudian tatapannya menjadi lirih dan keruh.

"Aku gak mau kembali, Kak, dia kasar, egois dan angkuh, yang paling penting, aku gak pernah bisa mencintainya."

Inilah alasan utamanya, Giovanni enggan melepaskan Vemilla karena lelaki itu merasa terhina jika wanita keinginannya tidak pernah mencintainya sepanjang hubungan mereka.

Hubungan itu terjalin hanya karena Vemilla merasa kasihan harus menolak Giovanni, dari rasa kasihan itu membawa Vemilla pada hubungan toxic, Radzian mengetahui segalanya, dia sama sekali tidak terkejut akan hal itu.

"Lain kali, kalau emang gak suka jangan dipaksakan," tukas Radzian berusaha tenang di hadapan adiknya, "Istirahat sana, tidur, kakak mau ketemu Davian dulu," pamitnya.

Tubuh tinggi Radzian melenggang keluar dari kamar pribadi sang adik, Vemilla sendiri sudah kelelahan, dia tidak ada energi untuk mengingat kejadian buruk yang terjadi tadi.

Mudah sekali wanita itu untuk terlelap dan bergabung dengan alam bawah sadarnya, usai bicara dan bertukar pikiran dengan kakaknya, perasaan gadis ini selalu jauh lebih baik.

Berbeda dengan Radzian, pria itu masih terkurung amarah dan gejolak balas dendam yang tak berkesudahan. Lelaki itu berlari menuruni tangga hingga dia tiba di lantai satu rumah tersebut.

Drrtt ....

Tanpa aba-aba Radzian segera melakukan panggilan telepon dengan sahabat karibnya. "Halo, Dav, sibuk gak?"

Suara embusan napas berat dari balik panggilan telepon itu menjawab pertanyaan Radzian lebih dulu. "Eum, aman, ada apaan?"

"Aku minta tolong lacak keberadaan si Giovanni sekarang ada di mana?" Menggebu-gebu Radzian keluar dari rumah pribadi sang adik.

Pasalnya, mereka memang hidup terpisah, orangtuanya selalu ada di Bali dimana mereka dilahirkan dengan perbedaan umur cukup jauh, yakni 10 tahun perbedaannya.

Vemilla hidup seorang diri di rumah itu, Radzian melompat ke atas motor gede miliknya yang sejak tadi terparkir di pekarangan luas rumah tersebut.

"Kenapa lagi sama mantan adikmu itu?"

"Si baj*ngan itu harus dih*jar, bisa-bisanya dia melukai adikku sampai wajah dan tangannya memar-memar," jawabnya penuh antusias.

Next ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menjaga Adik Sahabatku   BAB 177—MAS

    Ini adalah impian besar gadis ballerina itu, dia selalu berharap memiliki tempat tenang yang ditanami berbagai macam bunga yang indah, dan bunga Lilac bukan satu-satunya.Namun ia adalah simbol pertemuan utama antara Davian dan Vemilla, sejak Davian menghadiahkan Vemilla buket bunfa Lilac, gadis itu menjadi penuh semangat, ada energi baru yang selalu menjadi kekuatannya.Dan hari ini, kekuatan itu telah lengkap bersama rumahnya, bukan hanya aroma atau sebuah benda pengikat.Vemilla berangsur menaiki tangga berbunga itu, menuju bangunan dikelilingi kaca, berdinding transparan dan rangka besi hitam, ia adalah rumah kaca yang paling indah di mata gadis ini."Masuk, Sayang, aku mau telepon Petra dulu," ucapnya usai membukakan pintu kaca dengan menekan tombol di depannya.Vemilla mengangguk dan memasuki bangunan itu, sementara Davian melipir ke sudut bangunan, di sana dia menelepon Petra. "Halo, Petra, apa semuanya udah siap?" tanyanya pada se

  • Menjaga Adik Sahabatku   BAB 176—MAS

    Vemilla pun Sabrina terkesiap di atas sofa, bahkan istri dari lelaki itu sampai menaikkan kaki dengan detak jantung berdebar, wajahnya memerah, tersipu. "Kak ...?" panggil kecil gadis itu.Malu-malu dia menundukkan wajah dan senyum yang terbit di wajahnya ikut tersembunyi. Davian beranjak dari ambang pintu. Seraya tersenyum dia berangsur berjalan menghadap Vemilla. "Jadi ..., bagaimana hari ini, Sayang?"Berlutut bak seorang pangeran, pria bertubuh jangkung itu meletakkan buket bunga lilac ke sisi tubuh istrinya, berlanjut dia menggenggam erat tangan Vemilla, dia usap punggung tangan lembut sang istri.Lama-lama, Davian menerjunkan sebuah kecupan manis di punggung tangan istrinya. "Apa sekarang udah lebih baik?" tanyanya sekali lagi.Vemilla hanyut oleh perhatian kecil nan manis dari suaminya, dia memerah, tersipu. "Hm, aku udah lebih baik dari satu bulan lalu," bantah gadis itu.Meski malu, Vemilla mendekat dan memeluk leher su

  • Menjaga Adik Sahabatku   BAB 175—MAS

    Pintu terbuka saat Davian menyelesaikan aktivitasnya tadi, dia segera berangsur turun dari ranjang dan berbalik, memandangi seorang dokter wanita yang bertanggung-jawab dengan kondisi istrinya beberapa bulan terakhir ini.Dokter wanita berjubah putih itu masuk, membawa tablet medis di tangannya."Pagi, Pak Davian," sapanya tenang. "Saya ingin menyampaikan perkembangan kondisi Ibu Vemilla.Davian segera mendekat, suaranya berat. "Bagaimana kondisi istri saya, Dok? Apakah ada perubahan baik?"Dokter menatap Vemilla sejenak, lalu menjelaskan, "Kondisi vitalnya stabil. Fungsi pernapasan sudah baik tanpa bantuan ventilator, dan respon sarafnya mulai menunjukkan perbaikan. Meski masih koma, ini pertanda positif.""Berarti ..., dia bisa sadar?" suara Davian tercekat."Secara medis, kami melihat ada kemungkinan besar Ibu Vemilla segera siuman. Aktivitas otak yang kami rekam melalui EEG meningkat signifikan. Itu artinya kesadarannya perlahan k

  • Menjaga Adik Sahabatku   BAB 174—MAS

    Vemilla dinyatakan koma dengan cedera punggung ringan, gadis kecil itu harus terbaring tak sadarkan diri di ranjang rumah sakit yang dingin, berlayar dalam alam sabar yang bingung.Sepanjang waktu, Davian menjaga dan merawat sang istri dengan telaten, berganti dengan Sabrina dan Johan juga Tyana dan Josef, mereka berbagi tugas untuk menjaga putri kesayangan mereka untuk tetap hidup.Sesekali air mata membanjiri pipi ketika mereka menyeka tubuh Vemilla dengan handuk hangat. "Illa Sayangnya Mama ..., cepat bangun, ya, Sayang, Mama, Papa ..., suami kamu, Mama Tyana, dan Papa Josef juga di sini, Nak," rintih perih Sabrina.Handuk hangat itu bergetar di pipi Vemilla. Tubuh gadis itu hangat, namun napasnya dibantu oleh alat yang terpasang di mulut dan hidungnya."Maafkan Mama, Sayang Mama udah banyak membuat kesalahan, Mama janji akan menebus semuanya," sambung Sabrina dengan tangisan yang lebih getir.Tiga lainnya berdiri dengan tangis dan getar tubuh yang berusaha mereka tahan. Ini adalah

  • Menjaga Adik Sahabatku   BAB 173—MAS

    Rencana yang dipertimbangkan Vemilla akhirnya tertunaikan. Gadis bertubuh kecil itu melayang ke bawah, raganya yang lemah terlempar jauh dari balkon lantai tiga kediamannya.Vemilla berlayar sambil menatap langit hitam bertabur beberapa bintang. "Apakah aku akan bertemu Kak Ian?" Lirih suara itu tenggelam oleh kepulan angin.Dan ....Byuur ...!Tubuh Vemilla membanting ke air kolam dan berakhir perlahan tenggelam seiring tubuh gadia itu memberat. Keseimbangan tubuhnya tidak terkendali, ia melayang setengah sadar ke tepian kolam.Tubuhnya berat. Air itu layaknya sebuah batu, mengalir dan aliran napas terasa berat seolah tercekik. Rasa sakit mulai menjalar dari punggung ke area depan tubuhnya, menyeruak ke dinding hati."K-kak ...."Bugh!Kepala gadis itu membentur tepian kolam. Warna merah bercampur dengan air, membenam di antara kepala dan tubuh gadis itu."G-gak! I-ini bukan bagian dari rencana! Aarght

  • Menjaga Adik Sahabatku   BAB 172—MAS

    Selama bukan kematian, aku akan tetap setia menjadi pendamping Pak Davian. Silakan nikmati akibat dari semua yang telah kamu lakukan, Devianza. Batin Petra berucap sambil berjalan keluar dari ruangan itu.Pintu besi yang dilapisi oleh dinging tertutup, dan sebagian dinding dalam ruangan terbuka, transparan masih terjegal oleh bangunan kaca tebal—di dalam sana bukan hal biasa, Devianza membulat, hebat."Aaarght ...!" Jeritan Devianza meraung-raung.Wanita itu terdiam, getir. Bergetar di sudut ruangan. Tubuhnya kian menggigil tatkala mata kuning menyala dari makhluk berbulu lebat di dalam sana, Devianza menempelkan tubuh ke dinding."Aaarght ..., tolong ...! Petra! Petra! Petra ...."Sayang sekali. Dinding itu telah membunuh semua jeritan dan permintaan tolong dsri Devianza. Bahkan, lelaki itu telah berlalu menjauh, meninggalkan lorong yang menyembunyikan keberadaan ruangan tersebut."Giovanni bed*bah! Dia benar-benar mencari masalah!" geram Petra usai dia memantau cctv tersembunyi yang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status