Share

Menjaga Adik Sahabatku
Menjaga Adik Sahabatku
Author: Teriablackwhite

Bab 1—MAS

last update Last Updated: 2025-02-27 21:08:00

Bagaimana rasanya hidup tanpa dihantui bayang-bayang harapan orangtua? Bagaimana rasanya dicintai dengan tulus tanpa menuntut untuk memenuhi ekspektasi ini dan itu? Menyenangkan bukan?

Ah tidak! Bagi Vemila Viandra Gustavara kehidupan seperti itu hanyalah impian di dunia fantasi, samar-samar tampak nyata tetapi sulit untuk diwujudkan. Atau mungkin masanya akan habis untuk memenuhi ekspektasi orangtuanya sampai nyawanya habis.

Malam itu di tengah badai, badannya basah kuyup, terguyur hujan sepanjang jalan tanpa ada tempat berteduh pun tidak ada seorang pun yang menolongnya—Vemilla pulang dengan tubuh menggigil.

"Kak Ian ...," panggilnya lembut.

Sisa air hujan menetes dari tubuhnya, wajahnya pucat dan luka lebam mengukir eksistensi di lengan kanan, kiri serta ujung-ujung bibirnya. "Kak Ian ..., udah pulang belum?" panggilnya sekali lagi.

Radzian Putra Gustavara—kakak kandung yang selalu ada dalam keadaan dan kondisi apapun bagi wanita cantik berambut long wavy nan kuyup malam ini, tak terdengar apapun kecuali derap langkah sebuah heels.

Degh!!

Debar dalam dada membuncah, tubuh menggigil itu mendadak, kaku, perasaan takut menggeluti dirinya. Napas terengah-engah dan Vemilla terdiam di tengah ruangan.

Arah pandangan menjulang ke lantai atas, dia menyaksikan seorang wanita paruh baya berpakaian modis tengah turun dari sana, ekspresi wajahnya tegang penuh amarah.

Hal pertama yang terbersit di benaknya, adalah ... “Kesalahan apa lagi yang telah kuperbuat.”

"Dari mana aja kamu, Illa?" tanya wanita bergaun ketat berwarna merah mencolok.

Vemilla segera menegakkan posisi berdirinya, dengan wajah tertunduk, menyembunyikan luka yang baru saja dia dapatkan di wajahnya.

"Ma-af ..., Ma, a-aku habis latihan dari studio ballet," jawab Vemilla, bibirnya bergetar.

Tepuk tangan menggema dari wanita itu, bahkan seringai kecil di wajahnya ikut terdengar oleh telinga Vemilla, tetapi suara itu sangat mengerikan, tepuk tangan dari ibu kandungnya adalah perjalanan amarah sang mama menuju puncak.

Derap langkah terdengar mendekat, dua kaki terbalut heels hitam itu kini berada tepat di hadapan Vemilla. "Sejak kapan kamu berbohong sama Mama, Illa?" cecarnya mengintimidasi.

Kebohongan yang dilakukan Vemilla tidak lebih sebagai upaya untuk membawa dirinya pergi dari tekanan selama beberapa saat. Vemilla tidak mampu melawan sang mama, dia memilih berlutut dan menundukkan wajah nyaris bersujud di kaki wanita itu.

"Maaf, Ma ..., Illa cuman ketemu seseorang sebentar aja, dia terus mengusik teman-teman ballet Illa di studio, kalau Illa gak turuti, dia bisa—" rengek Vemilla dengan suara terendah.

Pilu dan pedih dia rasakan tanpa jeda, tetapi sang mama tak peduli, dia menjeda ucapan Vemilla tanpa bertanya apa yang terjadi. "Ketemu sama mantan pacar kamu yang cuman direktur Bank swasta itu 'kan?" potongnya demikian.

Degh!

Seakan gumpalan angin berbondong-bondong untuk meninju jantungnya, sesak tak lagi mencekik, ia seperti menyeretnya dengan tali tambang, lalu melemparnya tanpa belas kasihan.

Vemilla sesenggukan, meremas lutut yang terbalut celana jeans, jari-jemarinya yang kemerahan itu mengeras, perasaannya sungguh menggeram.

"Eum," gumam serak Vemilla.

"Kamu gak perlu mengurus hal gak penting, tugas kamu sebagai anak, harus menjadi wajah yang baik untuk keluarga ini, kakak kamu sedang berjuang untuk memimpin perusahaan, dan kamu hidup dengan baik sebagai ballerina, jangan macam-macam."

Hanya itu?

Tentu! Sejak kapan Sabrina memedulikan anak perempuannya, dalam pemikirannya yang kuno, anak perempuan hanya digunakan sebagai wajah, wujud baik dalam sebuah keluarga, dianggap tidak berguna karena tidak mendatangkan pundi-pundi materi.

Vemilla bangkit dengan layuh, lirih suara hati terdengar memilukan, gadis itu berjalan gontai dengan tubuh kuyup, tiba di kamar, tubuhnya ambruk, sesenggukan di antara ribuan air dari shower di kamar mandinya.

"Bahkan ..., mama gak nanya kenapa aku pulang dalam keadaan kuyup, dan kenapa tubuhku terluka?" rengek Vemilla bernada sendu.

Hatinya mencelus, bagai terbang dan terhempas jauh ke dasar laut, kehidupan ini seperti bayangan di antara serpihan kaca dan runcingnya malapetaka, Vemilla tersedu-sedu di bawah air shower.

Air dingin yang mengalir di tubuhnya menyapu kotoran yang menempel di sana, tetapi tidak mampu meredam luka memar yang terjadi di wajah dan beberapa bagian tubuhnya.

"Illa ...! Illa ...! Vemilla Viandra Gustavara!" Panggilan berulang menggema, mengelilingi seisi ruangan di rumah besar berlantai tiga itu.

Sesosok pria tampan berpenampilan badboy dengan jaket kulit berwarna hitam serta jeans dengan warna senada itu berlarian dari luar memasuki rumah.

Suara angin menggema mengisi tiap ruang di telinganya, wajahnya panik seraya meletakkan helm hitam di atas meja di ruang tengah, tidak hanya panik, butiran amarah pun turut mengukir di sana.

"Vemilla!" panggilnya mengetuk pintu.

Tokk! Tokk! Tokk!

Suara pintu diketuk kencang—menyaring, suaranya seperti genderang yang ditabuh secara berulang, pria itu mondar-mandir di depan pintu kamar adik kandungnya.

Radzian sang putra sulung keluarga Gustavara itu terengah-engah menantikan pintu kamar adiknya terbuka, dia tak ingin menerobos secara sembarangan. Usia Vemilla sudah menginjak usia gadis, akan tidak baik jika dia menerobos begitu saja.

Sejenak, Radzian menyibuk ke ponsel. Deretan pesan masuk dari seorang teman Vemilla dari studio ballet yang sama telah mengabarkan berita mengerikan yang memicu amarahnya.

0812—XXX-XXXX

Maaf, Kak Ian, saya temannya Vemilla dari studio ballet, Giovanni tadi datang ke studio ballet dan membuat kerusuhan, jadi Vemilla terpaksa ikut sama mantan pacarnya itu.

Lalu, saya mengikuti mereka, dan Vemilla dianiaya oleh Giovanni, saya berusaha menghentikannya, lalu malah saya yang diserang, saat itu Vemilla melarikan diri.

Saya pun demikian, tapi saya gak bisa bersama Vemilla, ponselnya gak bisa dihubungi, apa dia sudah pulang, Kak?

Sial! Baj*ngan! Kata pertama yang berkumandang jauh dalam batinnya.

Radzian menggeram, ia menggenggam angin sampai pembuluh tangan terlihat kaku dan tajam. "Giovanni harus dihabisi! Sembarangan melukai adik kesayanganku!" Geram Radzian hingga rahangnya mengeras.

Cklek!

Vemilla keluar dari kamarnya, telah mengganti pakaian dengan piyama putih, matanya merah akibat aksi tangisannya, dengan wajah tertunduk gadis itu mengukir senyum semampunya.

Lantas dia mendongak memamerkan senyuman yang baru saja dia ukir. "Kak Ian, udah pulang?" Lirih suara itu merobek hati Radzian.

Matanya membulat, hebat, pedih dan menyakitkan sekali wajah cantik gadis kecil yang amat dia sayangi kini terdapat luka, lebam itu masih membiru dan Radzian berkaca-kaca.

Langkah gontai diulurkan, Radzian berjalan mendekati sang adik, parau mulai mengerubungi suaranya. "Il-la ...? Apa yang terjadi? Katakan!" Suara rendah itu mendadak meninggi.

Ujung bibir Vemilla yang lebam, menjadi pemicu amarah Radzian pecah, lelaki tangguh bertubuh tinggi itu meremas bahu sang adik dan Vemilla pun menangis.

"Kak Ian ..., Illa capek! Illa ..., gak kuat! Illa harus gimana, kak ...!" Gadis itu merengek di hadapan kakak tercinta.

Next ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menjaga Adik Sahabatku   BAB 139—MAS

    Melodi penyambutan bergema, alunannya mendayu dengan merdu dan lembut, setiap petikan musik menjadi irama yang mengiringi langkah Davian—turun dari atas secara bertahap.Bersamaan dengan tirai merah di atas panggung terbuka, ia melebar dan menarik seorang gadis cantik tertutup topeng putih, persis topeng ballerina yang Davian temui di Singapura.Debar dalam dada lelaki bertubuh tegap itu membuncah, dia membulat dan terdiam, kaku, di tangga tengah antara dua area deretan kursi penonton. "Mus-tahil," bisik Davian.Tatapannya berdebar. Menggelengkan kepala, mencoba mencerna hal-hal yang terjadi begitu mendadak di depan matanya, perlahan dua alis lelaki itu mengerucut, menciut hingga terasa mengecil."Ba-bagaimana bisa?" katanya bernapas berat sambil tersengal-sengal.Bukan frustasi. Davian membenamkan jari-jemarinya ke pangkal kepala karena dia sungguh tak dapat memercayai hal ini, Ballerina cantik yang dia perhatian di Singapura, ternyata istrinya sendiri."What?" seru pelan Davian, "Re

  • Menjaga Adik Sahabatku   BAB 138—MAS

    Vemilla memang tidak begitu mengetahui tentang masa lalu sang mama, dia hanya mendengar dan menyimpukannya tanpa kejelasan visualisasi atau bukti nyata tentang hal-hal yang dikatakan Sabrina padanya.Gadis berpakaian ballerina berwarna putih dengan perpaduan warna merah muda itu mulai beranjak dari posisinya. "Ini ..., tentang keluarga Mama?" tanya Vemilla melanjutkan kepenasarannya yang telah lebih dulu terlontar."Iya, keluarga Mama kamu lagi pembagian warisan, dan orangtuanya memberikan tantangan," jawab Johan dari sana."Tantangan semacam apa, Pah?" Kerut di dahi menandakan jika gadis ini benar-benar penasaran."Siapapun anaknya yang bisa membangun bisnis di tanah itu, maka dia yang berhak mendapatkan warisan atas tanah tersebut," terang Johan tidak ada yang dia tutupi dari gadis kecilnya.Degh!Tantangan mengerikan. Ini seperti perebutan tanah kekuasaan yang sering dilakukan oleh penguasa kerajaan di tanah-tanah sengketa, da

  • Menjaga Adik Sahabatku   BAB 137—MAS

    Tyana menyadari jika suaminya tengah gelisah, mencari sesuatu yang tidak diketahui apa itu, netra wanita itu mendikte apa yang dilakukan oleh Josef.Josef menoleh ke kiri dan Tyana bergerak ke arah berlawanan, dia mencari seseorang yang seharusnya ada. "Mereka gak mungkin gak datang, 'kan, Mah?" kata Josef."Siapa?" Tyana balik bertanya."Johan dan Sabrina."Entahlah. Di mana pasangan yang mengaku sebagai orangtua kandung Vemilla ini, keberadaannya seolah tertelan bumi oasca putri mereka dinikahi oleh Davian.Seakan-akan mereka melepaskan kehidupan Vemilla sepenuhnya pada Davian, mereka kembali ke Bali dan tidak pernah diketahui, apakah mereka pernah kembali atau tidak.Di balik tirai panggung besar itu, para ballerina dengan orang-orang kepercayaan mereka terduduk di kursi tunggu yang tersedia, Vemilla dan Ghania duduk di salah satu kursi itu."Apakah mereka akan datang kali ini?" tanya Ghania bernada iba, juga menyayangkan jika sikap Johan dan Sabrina masih sama seperti dahulu.Yang

  • Menjaga Adik Sahabatku   BAB 136—MAS

    Lima tahun?Waktu yang panjang dan cukup memiliki toleransi yang kuat untuk memberikan ballerina cantik itu untuk berkarir dan mengembangkan karirnya. Hanya saja mereka nampak masih ragu bahwa lelaki ini bisa tahan selama itu.Mereka tidak tahu, jika pernikahan ini atas dasar keterpaksaan takdir yang mengharuskan mereka untuk tinggal di atap yang sama tanpa menimbulkan kecurigaan dan kegaduhan sosial."Baik, Pak Davian, kami akan tetap suportif dan tidak akan ingkar dari tugas, apalagi menyetujui permainan gelap dari lawan yang ...," urai salah satu juri yang ada di depan Davian.Netranya terang-terangan mengerling ke Mahesa yang terdiam, kikuk, duduk di kursi, meremas angin dan menggeram dalam bisu. Dia marah juga kesal, tetapi di depan Davian nyalinya seakan musnah.Davian menyadari pertukaran ekspresi mata yang diberikan juri di depan, secara spontan lelaki itu menjeling ke samping. "Dia ..., Mahesa, pimpinan perusahaan fashion yang berkembang di Singapura, ayah kandung Devianza M

  • Menjaga Adik Sahabatku   Bab 135—MAS

    Buah pikiran dan tanggapan Theliza tidaklah salah, dalam pandangan umum, perhatian dan sikap yang diberikan Tuan misterius ini sangatlah wajar apabila dianggap suatu ketertarikan akan sebuah perasaan.Ghania pun sempat berpikir ke arah ini. "Bisa jadi emang lelaki yang mencintainya secara sembunyi-sembunyi, tapi ...," balas Ghania sedikit meragukan pandangan ini."Pria ini gak pernah datang lagi setelah kompetisi dunia di Singapura itu, dia seperti tertelan bumi, apa dia tinggal di luar negeri, ya?" tambahnya menerawang beberapa kemungkinan yang tidak dapat dipastikan."Bisa jadi. Kita lihat hari ini, apa dia hadir atau tidak, karena kompetisi ini termasuk tingkat internasional, hanya saja diadakannya dalam negeri kita.""Eum," gumam Ghania menganggukkan kepala.Jika benar, kalau pria itu adalah lelaki yang mencintai Illa, sepertinya dia harus patah, karena Illa sudah menikah, meskipun pernikahan ini terbilang tidak murni.Tapi s

  • Menjaga Adik Sahabatku   Bab 134—MAS

    "Hah?!" Vemilla berseru, bingung.Mengapa suaminya berkata demikian. Bahkan sepanjang jalan, pria bertubuh tegap itu tampak serius dan tajam, bukan hanya kerlingan mata, dari segala sudut wajahnya Davian, ketara penuh amarah.Ghania di sini telah memahami ekspresi itu, gadis itu berdeham untuk menimpali ucapan Davian, "Pak Petra baru aja pergi ke—"Sebelum ucapan itu tuntas, Petra telah lebih dulu bergabung dengan mereka, datang dari sudut kiri—pintu keluar gerbang gedung kompetisi.Sembari terengah-engah dia membawa sebuket bunga Lilac dengan hiasan bunga Gypsophila berwarna putih, ada tambahan bugna daisi yang cantik."Ini, sorry tadi bungamu jadi hilang," katanya menyerahkan buket cantik itu pada Ghania.Si gadis model cantik itu terlonjak, dia tak menyangka jika Petra yang merupakan orang nomor dua di perusahaan Light and Sun Modelling memiliki perangai sesungkan ini.Ragu-ragu Ghania mengambil alih dan menyulam senyum, manis, di bibirnya. "Makasih, Pak. Tapi, sebenarnya gak masal

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status