 Masuk
MasukDavian Antareksa Villarius baru saja putus cinta, kekasih tercintanya memilih untuk meneruskan karir menjadi seorang model international di Paris, Prancis. Besoknya mendapatkan kabar jika sahabat terbaiknya-Radzian Gustavara kecelakaan tunggal melanggar pembatas jalan. Sebelum meninggal dunia, Radzian sempat memberi wasiat untuk menjaga adik satu-satunya yang amat dia sayangi-Vemilla Viandra Gustavara, didengar oleh orangtua dari Radzian dan Vemilla. Davian tidak pernah sekalipun bertemu dengan adik dari sahabatnya, ketika di rumah sakit dia bertemu dengan Vemilla dan jujur saja dia tertarik dengan gadis cantik berkulit putih, postur tubuhnya tinggi dengan tubuh yang ramping. "Ayo menikah, biar aku bisa menjaga kamu 24 jam, kalau bisa kamu kerja di perusahaanku." - Davian. "Hah? Untuk apa kamu menjagaku, aku masih punya orangtua, aku bisa menjaga diriku sendiri, lagian aku gak mau jauh-jauh dari makam Kak Ian." - Vemilla. "Menjalankan wasiat kakak kamu."- Davian. "Oke, dengan satu syarat, kita harus tidur terpisah, karena aku tahu, Kak Davian baru putus cinta dan di hati lo masih ada wanita lain." -Vemilla. "Turuti apapun yang kamu, mau."
Lihat lebih banyakBagaimana rasanya hidup tanpa dihantui bayang-bayang harapan orangtua? Bagaimana rasanya dicintai dengan tulus tanpa menuntut untuk memenuhi ekspektasi ini dan itu? Menyenangkan bukan?
Ah tidak! Bagi Vemila Viandra Gustavara kehidupan seperti itu hanyalah impian di dunia fantasi, samar-samar tampak nyata tetapi sulit untuk diwujudkan. Atau mungkin masanya akan habis untuk memenuhi ekspektasi orangtuanya sampai nyawanya habis. Malam itu di tengah badai, badannya basah kuyup, terguyur hujan sepanjang jalan tanpa ada tempat berteduh pun tidak ada seorang pun yang menolongnya—Vemilla pulang dengan tubuh menggigil. "Kak Ian ...," panggilnya lembut. Sisa air hujan menetes dari tubuhnya, wajahnya pucat dan luka lebam mengukir eksistensi di lengan kanan, kiri serta ujung-ujung bibirnya. "Kak Ian ..., udah pulang belum?" panggilnya sekali lagi. Radzian Putra Gustavara—kakak kandung yang selalu ada dalam keadaan dan kondisi apapun bagi wanita cantik berambut long wavy nan kuyup malam ini, tak terdengar apapun kecuali derap langkah sebuah heels. Degh!! Debar dalam dada membuncah, tubuh menggigil itu mendadak, kaku, perasaan takut menggeluti dirinya. Napas terengah-engah dan Vemilla terdiam di tengah ruangan. Arah pandangan menjulang ke lantai atas, dia menyaksikan seorang wanita paruh baya berpakaian modis tengah turun dari sana, ekspresi wajahnya tegang penuh amarah. Hal pertama yang terbersit di benaknya, adalah ... “Kesalahan apa lagi yang telah kuperbuat.” "Dari mana aja kamu, Illa?" tanya wanita bergaun ketat berwarna merah mencolok. Vemilla segera menegakkan posisi berdirinya, dengan wajah tertunduk, menyembunyikan luka yang baru saja dia dapatkan di wajahnya. "Ma-af ..., Ma, a-aku habis latihan dari studio ballet," jawab Vemilla, bibirnya bergetar. Tepuk tangan menggema dari wanita itu, bahkan seringai kecil di wajahnya ikut terdengar oleh telinga Vemilla, tetapi suara itu sangat mengerikan, tepuk tangan dari ibu kandungnya adalah perjalanan amarah sang mama menuju puncak. Derap langkah terdengar mendekat, dua kaki terbalut heels hitam itu kini berada tepat di hadapan Vemilla. "Sejak kapan kamu berbohong sama Mama, Illa?" cecarnya mengintimidasi. Kebohongan yang dilakukan Vemilla tidak lebih sebagai upaya untuk membawa dirinya pergi dari tekanan selama beberapa saat. Vemilla tidak mampu melawan sang mama, dia memilih berlutut dan menundukkan wajah nyaris bersujud di kaki wanita itu. "Maaf, Ma ..., Illa cuman ketemu seseorang sebentar aja, dia terus mengusik teman-teman ballet Illa di studio, kalau Illa gak turuti, dia bisa—" rengek Vemilla dengan suara terendah. Pilu dan pedih dia rasakan tanpa jeda, tetapi sang mama tak peduli, dia menjeda ucapan Vemilla tanpa bertanya apa yang terjadi. "Ketemu sama mantan pacar kamu yang cuman direktur Bank swasta itu 'kan?" potongnya demikian. Degh! Seakan gumpalan angin berbondong-bondong untuk meninju jantungnya, sesak tak lagi mencekik, ia seperti menyeretnya dengan tali tambang, lalu melemparnya tanpa belas kasihan. Vemilla sesenggukan, meremas lutut yang terbalut celana jeans, jari-jemarinya yang kemerahan itu mengeras, perasaannya sungguh menggeram. "Eum," gumam serak Vemilla. "Kamu gak perlu mengurus hal gak penting, tugas kamu sebagai anak, harus menjadi wajah yang baik untuk keluarga ini, kakak kamu sedang berjuang untuk memimpin perusahaan, dan kamu hidup dengan baik sebagai ballerina, jangan macam-macam." Hanya itu? Tentu! Sejak kapan Sabrina memedulikan anak perempuannya, dalam pemikirannya yang kuno, anak perempuan hanya digunakan sebagai wajah, wujud baik dalam sebuah keluarga, dianggap tidak berguna karena tidak mendatangkan pundi-pundi materi. Vemilla bangkit dengan layuh, lirih suara hati terdengar memilukan, gadis itu berjalan gontai dengan tubuh kuyup, tiba di kamar, tubuhnya ambruk, sesenggukan di antara ribuan air dari shower di kamar mandinya. "Bahkan ..., mama gak nanya kenapa aku pulang dalam keadaan kuyup, dan kenapa tubuhku terluka?" rengek Vemilla bernada sendu. Hatinya mencelus, bagai terbang dan terhempas jauh ke dasar laut, kehidupan ini seperti bayangan di antara serpihan kaca dan runcingnya malapetaka, Vemilla tersedu-sedu di bawah air shower. Air dingin yang mengalir di tubuhnya menyapu kotoran yang menempel di sana, tetapi tidak mampu meredam luka memar yang terjadi di wajah dan beberapa bagian tubuhnya. "Illa ...! Illa ...! Vemilla Viandra Gustavara!" Panggilan berulang menggema, mengelilingi seisi ruangan di rumah besar berlantai tiga itu. Sesosok pria tampan berpenampilan badboy dengan jaket kulit berwarna hitam serta jeans dengan warna senada itu berlarian dari luar memasuki rumah. Suara angin menggema mengisi tiap ruang di telinganya, wajahnya panik seraya meletakkan helm hitam di atas meja di ruang tengah, tidak hanya panik, butiran amarah pun turut mengukir di sana. "Vemilla!" panggilnya mengetuk pintu. Tokk! Tokk! Tokk! Suara pintu diketuk kencang—menyaring, suaranya seperti genderang yang ditabuh secara berulang, pria itu mondar-mandir di depan pintu kamar adik kandungnya. Radzian sang putra sulung keluarga Gustavara itu terengah-engah menantikan pintu kamar adiknya terbuka, dia tak ingin menerobos secara sembarangan. Usia Vemilla sudah menginjak usia gadis, akan tidak baik jika dia menerobos begitu saja. Sejenak, Radzian menyibuk ke ponsel. Deretan pesan masuk dari seorang teman Vemilla dari studio ballet yang sama telah mengabarkan berita mengerikan yang memicu amarahnya. 0812—XXX-XXXX Maaf, Kak Ian, saya temannya Vemilla dari studio ballet, Giovanni tadi datang ke studio ballet dan membuat kerusuhan, jadi Vemilla terpaksa ikut sama mantan pacarnya itu. Lalu, saya mengikuti mereka, dan Vemilla dianiaya oleh Giovanni, saya berusaha menghentikannya, lalu malah saya yang diserang, saat itu Vemilla melarikan diri. Saya pun demikian, tapi saya gak bisa bersama Vemilla, ponselnya gak bisa dihubungi, apa dia sudah pulang, Kak? Sial! Baj*ngan! Kata pertama yang berkumandang jauh dalam batinnya. Radzian menggeram, ia menggenggam angin sampai pembuluh tangan terlihat kaku dan tajam. "Giovanni harus dihabisi! Sembarangan melukai adik kesayanganku!" Geram Radzian hingga rahangnya mengeras. Cklek! Vemilla keluar dari kamarnya, telah mengganti pakaian dengan piyama putih, matanya merah akibat aksi tangisannya, dengan wajah tertunduk gadis itu mengukir senyum semampunya. Lantas dia mendongak memamerkan senyuman yang baru saja dia ukir. "Kak Ian, udah pulang?" Lirih suara itu merobek hati Radzian. Matanya membulat, hebat, pedih dan menyakitkan sekali wajah cantik gadis kecil yang amat dia sayangi kini terdapat luka, lebam itu masih membiru dan Radzian berkaca-kaca. Langkah gontai diulurkan, Radzian berjalan mendekati sang adik, parau mulai mengerubungi suaranya. "Il-la ...? Apa yang terjadi? Katakan!" Suara rendah itu mendadak meninggi. Ujung bibir Vemilla yang lebam, menjadi pemicu amarah Radzian pecah, lelaki tangguh bertubuh tinggi itu meremas bahu sang adik dan Vemilla pun menangis. "Kak Ian ..., Illa capek! Illa ..., gak kuat! Illa harus gimana, kak ...!" Gadis itu merengek di hadapan kakak tercinta. Next ....Ini adalah impian besar gadis ballerina itu, dia selalu berharap memiliki tempat tenang yang ditanami berbagai macam bunga yang indah, dan bunga Lilac bukan satu-satunya.Namun ia adalah simbol pertemuan utama antara Davian dan Vemilla, sejak Davian menghadiahkan Vemilla buket bunfa Lilac, gadis itu menjadi penuh semangat, ada energi baru yang selalu menjadi kekuatannya.Dan hari ini, kekuatan itu telah lengkap bersama rumahnya, bukan hanya aroma atau sebuah benda pengikat.Vemilla berangsur menaiki tangga berbunga itu, menuju bangunan dikelilingi kaca, berdinding transparan dan rangka besi hitam, ia adalah rumah kaca yang paling indah di mata gadis ini."Masuk, Sayang, aku mau telepon Petra dulu," ucapnya usai membukakan pintu kaca dengan menekan tombol di depannya.Vemilla mengangguk dan memasuki bangunan itu, sementara Davian melipir ke sudut bangunan, di sana dia menelepon Petra. "Halo, Petra, apa semuanya udah siap?" tanyanya pada se
Vemilla pun Sabrina terkesiap di atas sofa, bahkan istri dari lelaki itu sampai menaikkan kaki dengan detak jantung berdebar, wajahnya memerah, tersipu. "Kak ...?" panggil kecil gadis itu.Malu-malu dia menundukkan wajah dan senyum yang terbit di wajahnya ikut tersembunyi. Davian beranjak dari ambang pintu. Seraya tersenyum dia berangsur berjalan menghadap Vemilla. "Jadi ..., bagaimana hari ini, Sayang?"Berlutut bak seorang pangeran, pria bertubuh jangkung itu meletakkan buket bunga lilac ke sisi tubuh istrinya, berlanjut dia menggenggam erat tangan Vemilla, dia usap punggung tangan lembut sang istri.Lama-lama, Davian menerjunkan sebuah kecupan manis di punggung tangan istrinya. "Apa sekarang udah lebih baik?" tanyanya sekali lagi.Vemilla hanyut oleh perhatian kecil nan manis dari suaminya, dia memerah, tersipu. "Hm, aku udah lebih baik dari satu bulan lalu," bantah gadis itu.Meski malu, Vemilla mendekat dan memeluk leher su
Pintu terbuka saat Davian menyelesaikan aktivitasnya tadi, dia segera berangsur turun dari ranjang dan berbalik, memandangi seorang dokter wanita yang bertanggung-jawab dengan kondisi istrinya beberapa bulan terakhir ini.Dokter wanita berjubah putih itu masuk, membawa tablet medis di tangannya."Pagi, Pak Davian," sapanya tenang. "Saya ingin menyampaikan perkembangan kondisi Ibu Vemilla.Davian segera mendekat, suaranya berat. "Bagaimana kondisi istri saya, Dok? Apakah ada perubahan baik?"Dokter menatap Vemilla sejenak, lalu menjelaskan, "Kondisi vitalnya stabil. Fungsi pernapasan sudah baik tanpa bantuan ventilator, dan respon sarafnya mulai menunjukkan perbaikan. Meski masih koma, ini pertanda positif.""Berarti ..., dia bisa sadar?" suara Davian tercekat."Secara medis, kami melihat ada kemungkinan besar Ibu Vemilla segera siuman. Aktivitas otak yang kami rekam melalui EEG meningkat signifikan. Itu artinya kesadarannya perlahan k
Vemilla dinyatakan koma dengan cedera punggung ringan, gadis kecil itu harus terbaring tak sadarkan diri di ranjang rumah sakit yang dingin, berlayar dalam alam sabar yang bingung.Sepanjang waktu, Davian menjaga dan merawat sang istri dengan telaten, berganti dengan Sabrina dan Johan juga Tyana dan Josef, mereka berbagi tugas untuk menjaga putri kesayangan mereka untuk tetap hidup.Sesekali air mata membanjiri pipi ketika mereka menyeka tubuh Vemilla dengan handuk hangat. "Illa Sayangnya Mama ..., cepat bangun, ya, Sayang, Mama, Papa ..., suami kamu, Mama Tyana, dan Papa Josef juga di sini, Nak," rintih perih Sabrina.Handuk hangat itu bergetar di pipi Vemilla. Tubuh gadis itu hangat, namun napasnya dibantu oleh alat yang terpasang di mulut dan hidungnya."Maafkan Mama, Sayang Mama udah banyak membuat kesalahan, Mama janji akan menebus semuanya," sambung Sabrina dengan tangisan yang lebih getir.Tiga lainnya berdiri dengan tangis dan getar tubuh yang berusaha mereka tahan. Ini adalah
Rencana yang dipertimbangkan Vemilla akhirnya tertunaikan. Gadis bertubuh kecil itu melayang ke bawah, raganya yang lemah terlempar jauh dari balkon lantai tiga kediamannya.Vemilla berlayar sambil menatap langit hitam bertabur beberapa bintang. "Apakah aku akan bertemu Kak Ian?" Lirih suara itu tenggelam oleh kepulan angin.Dan ....Byuur ...!Tubuh Vemilla membanting ke air kolam dan berakhir perlahan tenggelam seiring tubuh gadia itu memberat. Keseimbangan tubuhnya tidak terkendali, ia melayang setengah sadar ke tepian kolam.Tubuhnya berat. Air itu layaknya sebuah batu, mengalir dan aliran napas terasa berat seolah tercekik. Rasa sakit mulai menjalar dari punggung ke area depan tubuhnya, menyeruak ke dinding hati."K-kak ...."Bugh!Kepala gadis itu membentur tepian kolam. Warna merah bercampur dengan air, membenam di antara kepala dan tubuh gadis itu."G-gak! I-ini bukan bagian dari rencana! Aarght
Selama bukan kematian, aku akan tetap setia menjadi pendamping Pak Davian. Silakan nikmati akibat dari semua yang telah kamu lakukan, Devianza. Batin Petra berucap sambil berjalan keluar dari ruangan itu.Pintu besi yang dilapisi oleh dinging tertutup, dan sebagian dinding dalam ruangan terbuka, transparan masih terjegal oleh bangunan kaca tebal—di dalam sana bukan hal biasa, Devianza membulat, hebat."Aaarght ...!" Jeritan Devianza meraung-raung.Wanita itu terdiam, getir. Bergetar di sudut ruangan. Tubuhnya kian menggigil tatkala mata kuning menyala dari makhluk berbulu lebat di dalam sana, Devianza menempelkan tubuh ke dinding."Aaarght ..., tolong ...! Petra! Petra! Petra ...."Sayang sekali. Dinding itu telah membunuh semua jeritan dan permintaan tolong dsri Devianza. Bahkan, lelaki itu telah berlalu menjauh, meninggalkan lorong yang menyembunyikan keberadaan ruangan tersebut."Giovanni bed*bah! Dia benar-benar mencari masalah!" geram Petra usai dia memantau cctv tersembunyi yang












Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen