Share

Menjemput Bahagia (Dokter Tampan itu Bodyguardku)
Menjemput Bahagia (Dokter Tampan itu Bodyguardku)
Penulis: Alannayuanda

1. Wajah Masa Lalu

(Author P.O.V)

"Gajian kali ini di tunda lagi, lusa baru uang  gajian turun," kata Badrun mandor pabrik memberikan pengumuman kepada para pekerja, lalu pergi tanpa menjelaskan lagi.

Terlihat raut kekecewaan di wajah para pekerja, padahal mereka menanti-nanti sejak pagi tadi. Ini hal yang sering terjadi ketika waktu gajian tiba. Ayuni pun sama dengan mereka, kecewa dan hanya bisa pasrah. Dia berjalan keluar pabrik dengan lunglai ingin segera kembali pulang ke rumah melepas penat dan kekecewaan. 

'Ah...Menyebalkan!'

Padahal dia sudah tidak lagi mempunyai simpanan uang, dia merogoh saku celana nya dan memandang uang satu lembar dua puluh ribuan di tangan, "Uang ini harus cukup sampai lusa," dia menggumam dalam. Teringat, tadi pagi dia berjanji akan membelikan ayam goreng kesukaan Yasmin, anak nya.

"Ayuni!"

Dia menoleh pada sumber suara itu, dia melihat Badrun, mandor pabrik dengan tersenyum menyebalkan kepadanya.

"Ada apa pak Badrun?" tanya Ayuni dengan enggan.

"Sepertinya kamu sedang bingung, apa karena hari ini tidak mendapatkan uang? Aku bisa memberimu beberapa jika kau mau," ujarnya dengan seringai nakal.

"Tidak apa-apa terima kasih, aku masih mempunyai uang, permisi aku buru-buru."

Ayuni cepat- cepat memutuskan percakapan itu sebelum mandor itu berbicara banyak lagi. Tentu saja dia tahu maksud arah pembicaraan nya selanjutnya. Selain itu dia tidak mau di lihat pekerja lain dan berprasangka yang bukan-bukan padanya jika terlalu akrab dengan mandor. Dengan statusnya akan mudah memancing reaksi orang untuk berpikian buruk terhadap Ayuni. Apalagi Badrun memang di kenal genit. Dengan statusnya sebagai mandor, dia sering kali memanfaatkan jabatannya itu untuk menggoda pekerja wanita di pabrik. 

"Ah...kamu terlalu kaku Ayuni, jangan terlalu jual mahal lah! Aku bisa tahu dengan caramu memandang uang di tanganmu barusan," balasnya dengan nada mengejek.

Dia memang selalu mencoba merayu dan mengganggu Ayuni, karyawan yang paling cantik di pabrik. Dia pikir dengan menawarkan bantuan, bisa sedikit meluluhkan wanita itu tapi kali ini, dia kembali mendapat penolakan. Tentu saja bukan bantuan cuma-cuma tidak ada yang gratis di dunia ini, pikirannya.

"Sombong sekali wanita ini, tunggu saja suatu saat aku akan membuatmu mengemis di hadapanku," batinnya.

Ayuni berpamitan dan cepat-cepat pergi meninggalkan Badrun, yang dari tadi terus menatapnya ngeri. 

Ayuni berjalan menyusuri jalan setapak yang di tumbuhi ilalang yang sudah menguning, di kiri dan kanan jalan terbentang luas pesawahan yang akan mulai di panen. Cahaya matahari sore menambah aura keemasan di sekitarnya.

"Yasmiin..." Ayuni memanggil anaknya, ketika tiba di depan rumah.

"Untung Ibu cepat pulang Nenek sepertinya tak mau makan lagi," seorang anak datang menyambutnya dengan nada kesal.

"Mengapa Nenek tak mau makan, apakah kau bertengkar lagi dengannya?"

Ayuni tinggal bersama anak dan Bu Ratih, ibu Ayuni  yang sudah tua dan menderita Alzheimer sejak beberapa tahun yang lalu.

"Aku tidak bertengkar dengannya, hanya saja tadi dia pipis di celana dan aku sedikit marah," Yasmin menjelaskan dengan nada khawatir, takut ibunya malah  memarahinya balik.

Namun Ayuni adalah ibu yang pengertian. Dia mengerti dengan kekesalan anaknya, saat anak seusianya menghabiskan waktu belajar dan bermain. Yasmin harus menjaga seorang nenek yang sakit sendirian di rumah ketika ibunya bekerja. 

"Maaf ya, Nenek mungkin lupa lagi Sayang, kamu harus mengerti dia sedang sakit. Hari ini terima kasih sudah menjaga Nenek dengan baik," sambil mengusap kepala anaknya dengan sayang. 

Tampak gadis kecil itu memperhatikan ibunya seperti mencari-cari sesuatu. Namun dia tidak menemukan apa pun, karena ibunya datang dengan tangan kosong. Terlihat raut kekecewaan di wajahnya. Ayuni pun tersenyum dan mengerti dengan apa yang di cari Yasmin.

Yasmin hanya merngerutkan bibirnya, gurat kekecewaan terlihat jelas dan tanpa bertanya pada ibunya dia masuk ke dalam rumah. Ayuni menghela napas merasa  menyesal tidak menepati janji.

Ayuni melihat ibunya duduk di hadapan televisi, entah apa yang ditonton, wajahnya merenggut. Dan dia bisa tahu pasti telah terjadi perang dingin antara nenek dan cucu itu, hal yang biasa terjadi. Namun itu tidak akan berlangsung lama, mereka akan cepat akur kembali. Bagaimanapun mereka saling menyayangi satu sama lain.

"Ibu kenapa tidak mau makan? Kau ingin makan bersamaku?" Ayuni bertanya kepada Bu Ratih.

Wanita tua itu menggeleng dan berkata, "Tidak, aku tidak lapar," jawabnya tanpa mengalihkan pandangannya.

Ayuni pun pergi ke dapur menyiapkan makan malam dengan lauk seadanya. Seandainya tadi sore dia menerima upah nya selama sebulan, pasti hari ini dia bisa menyajikan makanan enak untuk mereka.

Teringat kejadian tadi waktu dia hendak pulang teringat mandor itu yang selalu mengganggunya. Seandainya ada pekerjaan lain yang lebih baik mungkin dia akan pindah bekerja, tapi apa daya dia hanya memiliki ijazah SMA-nya yang dia dapat ketika sedang hamil, tanpa di ketahui pihak sekolah bahwa dia sedang berbadan dua. Seandainya pihak sekolah mengetahui hal itu, Ayuni mungkin tidak akan mendapatkan ijazahnya. Lagipula tidak banyak lapangan pekerjaan yang tersedia di desa, rata-rata mereka bekerja sebagai petani atau merantau ke kota. Ayuni bersyukur bisa diterima bekerja di pabrik, tanpa harus meninggalkan desa, apalagi di kota persaingan kerjanya begitu ketat. Walaupun gajihnya di pabrik hanya cukup untuk keperluan sehari-hari. 

"Ayo Bu kita makan! Sudah lapar nih, kita makan sama-sama, sambil Ayuni suapin mau ya Bu?" Ayuni  mencoba membujuk ibunya.

Wanita tua itu mengalihkan pandangan ke arah anaknya lalu menoleh kepada Yasmin yang dari tadi asik menggambar di buku gambar mengacuhkan neneknya. Sepertinya permusuhan cucu dan nenek masih belum usai. Ayuni pun hanya tersenyum melihat tingkahnya yang seperti anak kecil itu, bahkan terkadang melebihi dari tingkah Yasmin. 

Ayuni lalu mengajak anaknya untuk makan, "Ayo Sayang kita makan, lauknya seadanya, Ibu belum gajian sekarang, katanya di tunda lusa. Ibu tidak lupa ko dengan janji tadi pagi." 

"Kebiasaan banget di tunda terus gajian, itu kan pelanggaran hak asasi buruh," ucap Yasmin sambil beranjak dari tempat duduknya.

Ayuni tertawa mendengar ucapan Yasmin yang seperti orang dewasa, terkadang dia memang seperti orang dewasa bila di ajak bicara, mungkin keadaan yang memaksanya tumbuh seperti orang dewasa.

"Yah biasalah, Ibu juga tidak tahu, bersyukur saja Ibu masih bisa bekerja." 

"Hmm...oke deh! Selama Ibu yang masak apapun makanannya pasti ku makan karena masakan Ibu paling enak di dunia he...he..."

"Ya ampun! Anakku memang paling pintar memuji. Ibu bisa terbang nih dipuji seperti itu."

"Ibu tidak usah khawatir, bila besar nanti aku akan bekerja keras, dan mendapatkan uang yang banyak. Kau tak perlu bekerja di pabrik lagi," ucap gadis kecil itu.

"Kau harus sekolah dan belajar yang rajin dulu." tandas Ayuni sambil meletakan semangkuk sayur bayam untuk mereka makan.

Mendengar tanggapan dari ibunya, ekspresi gadis kecil itu berubah menjadi murung. Tetapi Ayuni tidak menyadari perubahan yang terjadi pada anaknya, dia sibuk menata piring.

Lalu mereka mulai menyantap makan malam bersama, Ayuni menyuapi ibunya yang sepertinya sudah mulai mencair dengan Yasmin, karena mereka sudah mulai saling bicara lagi. Selesai makan dia langsung membereskan pekerjaan rumah yang tampak berantakan karena di tinggal seharian, kemudian bergegas membersihkan diri dan ingin segera merebahkan diri karena lelah bekerja.

Suasana di desa memang sudah sepi jika sudah malam, mungkin karena ini di desa dan orang-orang kebanyakan bekerja di pagi hari nya, mereka tidur lebih awal. Tidak banyak kegiatan ketika malam menjelang. Hanya suara-suara binatang malam yang terdengar. Tak lama Ayuni pergi berbaring ke tempat tidur, beristirahat melepas lelah karena seharian bekerja.

Dia menatap wajah anaknya yang sedang terlelap, seperti biasa ketika beranjak untuk tidur, pikirannya menerawang mengenang kenangan manis yang berubah menjadi memilukan. Dia mengusap kepala anaknya, teringat wajah seseorang di masa lalu yang tercetak jelas di wajah anaknya. Orang yang pernah dia cintai, sekaligus yang memberi kekecewaan terbesar dalam hidupnya. Kata-kata terakhirnya masih terngiang, Ayuni ingin menghapus perkataan yang menyakitkan itu dalam ingatan, tapi sangat sulit. 

***

"Aku mencintaimu tapi untuk merawat anak, itu tidak mungkin Ayuni. Kita masih terlalu muda, aku sudah bilang itu. Aku bisa kehilangan beasiswa di kampus. Terserah kau mau apakan bayi dalam kandunganmu, sekarang aku sibuk. Jangan hubungi aku dulu!" 

***

Karena kesalahannya di masa lalu, putrinya kini harus hidup tanpa orang tua yang utuh seperti anak-anak lainnya. Namun takdir buruk tidak selalu menjatuhkan, melahirkan dan merawatnya adalah keputusan yang tidak pernah Ayuni sesali. Bagaimana mungkin menyesal, hari-harinya menjadi lebih berwarna dan bermakna. Putrinya adalah sumber kekuatan baginya, meskipun masa muda dia habiskan dengan bekerja dan merawat putrinya. Dia menghapus air mata yang membasahi sudut matanya. Tiba-tiba dia melihat anaknya seperti gelisah dalam tidurnya dan mengigau entau apa karena tidak begitu jelas terdengar, mungkin sedang bermimpi buruk. Lalu Ayuni memeluknya dan berkata, "Tidak apa-apa sayang, itu hanya mimpi." 

Pada saat yang sama, di luar tanpa disadari Ayuni, ada sepasang mata yang sejak tadi melihat ke arah rumahnya. Tak lama orang itu pun pergi. Sesaat setelah lampu kamar itu di padamkan.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Syarifah II
ini sangat menarik
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status