Mendengar teriakan itu, spontan Mentari mendorong tubuh Gala dari atas tubuhnya agar sang ayah tak melihat kejadian yang tidak disengaja itu.
Namun percuma, Fania lebih cerdik dari itu. Dengan liciknya Fania malah memotret bagaimana Gala yang tidak sengaja berciuman dengan Mentari.Marwan dan istrinya sontak berlari cepat ke arah suara teriakan Fania yang berasal dari arah kamar Mentari."Ada apa, Sayang?" Rosa menatap panik anak kesayangannya yang baru saja berteriak.Tanpa ragu Fania menunjuk Gala dan Mentari yang saat ini hanya bisa menunduk tak berani melihat kedatangan Mawan dan juga Rosa."Nia liat mereka lagi berbuat mesum, Ayah," beritahu Fania, ia tentu saja mengerang bebas.Lidah Fania seolah tak bertulang mengatakan kalimat hina itu tentang Mentari."Kamu jangan Fitnah aku, Nia! Itu cuma salah paham, aku cuma mau pinjemin Kak Gala handuk." Mentari mencoba membela dirinya sedangkan Gala hanya diam karena belum saatnya ia bicara."Gue nggak fitnah, gue ada buktinya," sahut Fania.Satu tangan Fania terangkat memegang ponselnya tinggi-tinggi."Kalau cuma minjemin handuk, lalu kenapa PACAR kamu ini ikutan masuk ke kamar kamu?" Rosa malah semakin menambahkan agar Marwan lebih mempercayai Fania.Marwan yang mulai terpengaruh pun menatap marah Mentari yang kembali menunduk."Siniin HP kamu, Nia! Ayah mau liat." Dengan rahang mengeras Marwan meminjam ponsel Fania untuk melihat sendiri bukti apa yang Fania punya."Ini, Yah. Tapi jangan dibanting ya HP, Nia! Ini tuh handphone mahal soalnya," peringati Fania sebelum memberikan ponselnya kepada Marwan.Marwan tidak menggubris, ia mengambil ponsel milik Fania tanpa banyak bicara.Rahang Marwan semakin mengeras saat bisa melihat jelas sebuah foto tidak senonoh yang di dalamnya adalah anak kandungnya sendiri.Darah Marwan seketika mendidih bersamaan dengan wajah dan matanya yang memerah menandakan kemarahan yang luar biasa."DASAR ANAK TIDAK TAU DIRI!"DegMentari memejamkan mata saat bentakan itu diberikan oleh ayahnya sendiri. Satu-satunya keluarga kandung yang masih Mentari miliki setelah ibunya meninggal beberapa tahun silam.Tapi, ini bukanlah hal baru lagi bagi Mentari, Ia sudah terbiasa dengan sikap kasar ayahnya semenjak sang ibu meninggal dunia apalagi sejak ayahnya itu beristri baru."Sekarang kalian berdua ikut saya!"Setelah mengatakan itu Marwan berlalu begitu saja disusul oleh Fania dan ibunya yang sempat-sempatnya melempar senyum miring kepada Menteri.Sebenarnya tadi kedua ibu dan anak itu sudah melihat bahwa Gala tak sengaja terjatuh diatas tubuh Mentari dari jendela. Tapi mereka membuat drama seolah-olah itu adalah kesengajaan yang Mentari perbuat.Percepat saja, kini mereka semua sudah berada di ruang tamu."Hebat kamu, Mentari." Marwan menatap nyalang putrinya yang masih menunduk. "Bukannya membalas jasa saya yang telah bersusah payah membesarkan kamu, kamu malah berbuat hal yang tak senonoh di rumah saya.""Tari bisa jelasin Ayah. Ini hanya salah paham." Mentari mencoba membela diri.Saat ini Mentari tengah berdiri disamping Gala yang sama sekali tidak bersuara dari tadi.Meskipun ini hanya kesalahpahaman, namun Gala tau letak kesalahannya di mana. Tidak seharusnya Gala masuk kedalam kamar seorang gadis disaat rumah gadis itu tengah kosong."Saya kecewa sama kamu, Mentari. Saya menyesal telah punya anak seperti kamu, kenapa kamu tidak bisa menjadi seperti adikmu. Dia selalu tahu bagaimana caranya membahagiakan orang tua."Air mata Mentari semakin mengalir deras saat lagi dan lagi dirinya dibanding-bandingkan dengan adik tirinya."Tari kurang apa lagi, Yah? Harus bagaimana lagi caranya supaya Tari bahagiain, Ayah? Hiks ... Ta-Tari udah bisa masuk kampus favorit dengan beasiswa, Tari juga udah dapet piala dan berbagai piagam dari berbagai kejuaraan. Tari harus gimana lagi, hiks?"Kadang Mentari heran sendiri, sebenarnya apa kelebihan Fania daripada dirinya? Kenapa Fania selalu dianggap sempurna sedangkan dirinya yang selalu mencoba untuk menjadi lebih baik selalu tidak dihargai.Setahu Mentari, Fania tidak memiliki prestasi apapun kecuali hobi shopping dan menghambur-hamburkan uang.Apakah Itu yang harus ia tiru?"Kalau kamu memang mau membahagiakan ayah kamu, lalu kenapa kamu memasukkan laki-laki ke dalam kamar kamu disaat rumah dalam keadaan kosong, Mentari?"Rosa sok memasang wajah kecewanya menatap Mentari seolah-olah dirinya ikut kecewa dengan apa yang Mentari lakukan.Padahal aslinya ia sudah tertawa puas dalam hati melihat Mentari sudah berada dalam masalah besar."Tapi Bu---""DIAM KAMU MENTARI! SAYA SUDAH MUAK MELIHAT WAJAH KAMU!" bentak Marwan sembari mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Melihat itu, Gala mengepalkan tangannya kuat-kuat saat satu-satunya orang yang ia sayangi di dunia ini kini dibentak dan dihina di depan matanya.Terlebih, kala adik dan ibu tiri kembali berdrama."Kak Mentari sebagai Kakak aku harusnya berikan contoh yang baik sama aku. Kalau udah gini Ayah sama ibu juga yang bakal malu sama tetangga, mau tarok dimana muka mereka kalau sampai elo yang orang-orang kenal baik selama ini malah hamil diluar nikah."
"Apa yang adik kamu katakan benar, Mentari. Ibu nggak mau menanggung malu kalau sampai ada tetangga yang tau kalau kamu membawa seorang laki-laki ke dalam kamar.""Tapi aku nggak berbuat apa---""DIAAAM!!"Marwan berteriak sambil berdiri lalu membawa langkahnya untuk lebih dekat kepada putrinya."Kamu, kenapa kamu diam sedari tadi? Apa saja yang telah kamu lakukan kepada anak gadis saya?"Kini Marwan menunjuk Gala yang masih berdiri disamping Mentari dengan wajah tenangnya.Inilah salah satu hal istimewa dalam diri Gala. dalam situasi seperti apapun pria itu akan tetap bersikap tenang agar tidak gegabah dalam mengambil keputusan."Kalau saya jawab jujur apakah Om akan percaya?"Gala memberanikan diri untuk mendongak menatap kedua mata Marwan dengan berani."Jawab dengan jujur! Saya tidak mau lagi mendengar kebohongan," tekan Marwan."Saya tidak berbuat apapun kepada Mentari. Saya hanya ...""Hanya apa, Hah? HANYA MENGAMBIL KEHORMATAN GADIS BODOH INI?!" teriak Marwan sangat marah.BughSatu pukulan mendarat di rahang Gala sehingga membuat sudut bibirnya robek dan mengeluarkan cairan kental berwarna merah.Tapi Gala sama sekali tidak bereaksi apa-apa. Ia masih berdiri ditempat semula, bahkan ia sama sekali tidak meringis."CUKUP, AYAH HENTIKAN!" Mentari yang masih menangis itu memekik saat ayahnya malah memukuli Gala.Marwan terkekeh sesinis saat Mentari berani berteriak kepadanya hanya demi membela laki-laki miskin itu."Setelah berbuat mesum dirumah saya sekarang kamu juga berani berteriak kepada saya?" desis Marwan."Bukan seperti itu maksud Tari, Ayah."Mentari mencoba meraih tangan sang Ayah untuk meminta maaf. Tapi tangannya malah ditepis kasar hingga ia hampir terjatuh jika saja Gala tidak menahan tubuhnya."Dasar anak tidak tahu diri! Pergi kamu dari rumah saya!"Pria paruh baya itu dengan teganya mengusir anak kandungnya dari rumah hanya karena sebuah kesalah pahaman dan tidak membiarkan putrinya menjelaskan."Maafin Tari, Ayah! Tari nggak maksud bentak Ayah." Mentari dengan air mata meleleh tiada henti terus memohon maaf agar tidak diusir."Usir saja dia, Mas! Kamu mau menanggung malu karena punya anak yang hamil di luar nikah?"Mendengar hal itu Mentari hanya bisa menangis, Sedangkan Gala pria yang berdiri di samping Nafisa tidak tega melihat gadis yang ia cintai di usir dari rumah begitu saja."Saya akan menikahi Mentari dan membawanya pulang bersama saya jika kalian tidak menginginkannya lagi," ujarnya begitu lantang dan sangat yakin.Kini, Mentari menatap tak percaya Gala yang mengatakan ingin menikahi dirinya."Kak---""Sudahlah, Tari. Kakak udah nggak sanggup lagi liat kamu diperlakukan kayak gini. Lebih baik Kakak menikahi kamu daripada kamu diusir dan tinggal seorang diri di luar sana."Mata Gala memerah menahan amarah, Bahkan dirinya dengan mentari tidak diberi kesempatan untuk menjelaskan yang sebenarnya.Marwan tersenyum sinis. "Punya apa kalau untuk menghidupi anak bodoh ini?" tanyanya membuat tangan Gala semakin terkepal kuat.Untuk kesekian kalinya ia mendengar Mentarinya dihina oleh ayah kandungnya sendiri."Saya memang miskin tapi saya masih bisa memberi tari kehidupan dan bahagia di luar sana daripada di sini bersama kalian, Tari diperlakukan setidak adil ini.""Bahagia?" Marwan tertawa keras mengejek Gala. "kamu kira dengan kamu yang miskin seperti ini bisa membahagiakan Mentari? Ingat, Tari nggak akan kenyang kalau cuma pakai cinta dan cinta sama sekali tidak bisa dimakan."Gala memejamkan mata saat
"Akhirnya si bodoh itu pergi juga dari rumah ini." Fauzia dengan pakaian seksinya tersenyum bahagia menikmati kebahagiaannya."Kamu bahagia karena sudah menjadi tuan putri satu-satunya di rumah ini?" "Ini yang Fania inginkan, Bu. Mengusir lalat kecil itu jauh-jauh dari rumah ini."Adik dan ibu tiri Mentari itu begitu bahagia setelah membuat drama seolah-olah Mentari sudah berbuat hal tak senonoh dan sekarang sudah diusir dari rumah."Ibu yakin anak itu nggak akan bahagia hidup dengan laki-laki miskin itu. Pasti dia akan hidup susah, menderita bahkan buat makan sehari-hari pun pasti akan susah ha ha ha."Sungguh Rosa ini adalah sejenis ibu tiri yang jahat dan tidak punya hati. Dia tertawa keras membayangkan penderitaan Mentari di luar sana."Dan Fania bakal terus nambah penderitaan dia di kampus," balas Fania dengan senyuman nya yang licik."Caranya?" tanya Rosa dengan sebelah alis terangkat."Aku nggak suka liat dia hidup damai, Bu. Meskipun di luar sana dia hidup susah tapi aku yak
“Apa kamu berhasil mendapatkan apa yang saya minta?”Seorang pria paruh baya dengan setelan jas rapi yang duduk di kursi kebesarannya menatap orang kepercayaannya dengan mata tajam itu. “Sudah, Tuan. Dia mahasiswa jurusan bisnis semester akhir yang sebentar lagi akan lulus, dia memiliki kepintaran otak yang sangat luar biasa.” Orang kepercayaannya itu menjelaskan sambil membolak-balik map merah yang ia pegang.“Ada lagi?” tanyanya dengan wajah dingin itu.“Namanya, Galaksi Bimantara. Dia hanyalah seorang anak dari panti asuhan. Kecerdasannya sudah tidak bisa diragukan lagi, menurut saya dia sangat cocok untuk dijadikan seperti yang anda mau,” jelasnya lagi.“Berikan dokumen itu, kamu boleh pergi!” usirnya tanpa basa-basi.Aldez Zefrino, seorang pengusaha kayak raya yang dikenal dengan sikap dingin nan tak tersentuh itu menatap map di tangannya dengan seksama.Ia membaca deretan huruf demi huruf di dalam sana tanpa terkecuali.“Galaksi Bimantara, dia memiliki prestasi segudang dan di
Di sisi lain, Galaksi masih mengompres dahi Mentari dengan air es batu sesuai dengan yang disarankan Arumi tadi.Tapi sudah hampir setengah jam lamanya demam Mentari tak juga turun dan Gala berhasil dibuat panik setengah mati.“Ayo dong Sayang, bangung! Kamu mau bikin Kakak mati berdiri karena khawatirin kamu?” lirih Gala sambil memeras handuk kecil yang baru saja ia celupkan ke dalam baskom berisi air es untuk mengompres Mentari lagi.“Kak Gala,” lirih Mentari dengan suara yang serak dan mata yang mulai terbuka.“Iya Sayang Kakak disini. Alhamdulillah, ya Tuhan! Akhirnya Mentari bangun juga.” Gala sampai kembali meneteskan air matanya saking bahagianya melihat mata istrinya sudah terbuka dan kini tengah menatap sayu kepadanya.“Kak Gala kenapa nangis?” Dengan sisa tenaganya yang tersisa Mentari berusaha mengangkat tangannya untuk menghapus air mata Gala.“Kakak khawatir sama kamu, Sayang. Demam kamu tinggi banget, dari tadi subuh Kakak bangunin kamu tapi kamunya nggak bangun-bangun.
"Coba lo ulangi lagi, Gal! Siapa tau aja gue salah denger?"Arumi menatap Galaksi dengan ekspresi yang sulit diartikan."Nggak, Rum. Lo nggak salah denger, gue sama Mentari emang udah nikah kemarin."Jawaban Galaksi berhasil membuat Arumi terduduk seketika. Arumi beralih menatap sahabatnya yang hanya diam menunduk."Kenapa kalian tiba-tiba nikah? Lo nggak hamil 'kan?" tanya Arumi membuat mentari menatapnya dengan tajam."Serendah itu kamu mikir tentang aku, Rum?" Mendadak Arumi merasa bersalah. "Sorry kalau ucapan gue bikin lo tersinggung. Tapi gue perlu tau alesan kenapa kalian menikah?""Ada apa, Gal? Apa yang gue nggak tau?" Kini giliran Alzi menanyai Gala."Gue sama Mentari menikah karena kesalahpahaman---"Suami istri muda itu lalu menceritakan seluruh kejadian yang mereka alami alasan mengapa mereka bisa menikah secara mendadak."Gue nggak punya pilihan lain selain nikahin Mentari. Gue nggak mungkin tega biarin gadis yang gue cintai harus diusir dari rumah dan nggak tau harus k
Sejak Alzi dan Arumi pamit pulang tiga jam yang lalu, Gala benar-benar menempel pada Mentari seperti perangko.Gala benar-benar tidak mau jika harus kehilangan Mentari disaat dia baru merasa memiliki seseorang dalam hidupnya.Dari kecil dibesarkan di panti asuhan dan tidak pernah merasa disayangi membuat Gala sangat posesif setelah merasa memiliki Mentari."Kak Gala nggak mau mandi? Ini udah sore loh." Mentari mengusap rambut Gala penuh kelembutan.Gala memejamkan matanya menikmati usapan lembut dari sang istri.'Selama gue hidup di dunia ini belum pernah rasanya gue merasakan sentuhan lembut penuh kasih sayang dari seseorang.'Gala membatin menikmati kenyamanan yang ia rasakan."Bentar lagi, Sayang. Kambing aja nggak mandi-mandi belinya tetep mahal. Berarti Kakak yang ganteng ini kalau nggak mandi bakalan tetep wangi." Gala semakin mempererat pelukannya dengan Mentari tanpa mau beranjak sama sekali.Sedangkan Mentari hanya terkekeh geli dengan bibirnya yang masih pucat walaupun demam
"Kamu yakin kuat buat kuliah? Mending nggak masuk dulu yah, buat hari ini ... aja Kakak nggak mau kamu sakit lagi." Gala yang sudah rapi dengan kemeja putih dan celana jeans hitam yang ia pakai untuk berangkat ke kampus kembali menanyai istrinya yang saat ini tengah bersiap-siap.Mentari menghentikan kegiatannya yang tengah menyusun peralatannya kedalam tas sejenak dan menatap Gala dengan senyuman di bibirnya."Aku kuat kok, Kak. Aku janji nggak akan kecapekan, boleh ya aku ikut ke kampus?"Gala hanya mampu menghembuskan napas kasar. Kalau sudah begini ia mana bisa menolak permintaan Mentari."Yaudah deh, tapi jangan sampai kamu terlalu cepek!" pasrah Gala disambut senyum lebar oleh Mentari.Mentari kembali menyiapkan keperluannya dan menatap cermin sesaat untuk memastikan penampilannya sudah benar-benar oke.Yang namanya perempuan walaupun tidak hobi berdandan sekalipun, tidak akan bisa lepas dari yang namanya cermin.Setiap kali bertemu cermin pasti bawaannya ingin ngaca terus.Perc
Sementara itu, Mentari menggerakkan lehernya menatap sekeliling dengan pandangan heran."Kamu ngerasa mereka dari tadi natap aku nggak sih, Rum?" Mentari membelokkan kepalanya ke samping dan berbisik lirih tepat di daun telinga Arumi.Arumi mengurungkan niatnya yang semula ingin menyuapkan mie ayam kedalam mulutnya. Arumi ikut mengamati sekitar dan benar saja.Semua pasang mata penghuni kantin terfokus pada Mentari. Mereka juga bisik-bisik dengan pandangan julid untuk Mentari.Arumi menatap tak suka semua itu.Trang..Arumi menjatuhkan sendok dengan kasar ke dalam mangkok mie ayamnya hingga menimbulkan bunyi yang cukup nyaring.Matanya menajam menatap semua penghuni kantin yang rata-rata diisi oleh perempuan."Kenapa pada natapin kita? Ada yang mau disampaiin silahkan! Jangan cuma berani bisik-bisik di belakang doang! Kalau berani ngomong langsung ke orangnya!" Suara Arumi menggema di dalam kantin yang mendadak sunyi.Mentari menggenggam tangan Arumi. "Udah, Rum. Jangan gitu! Siapa ta