Share

02. Keputusan

Mendengar teriakan itu, spontan Mentari mendorong tubuh Gala dari atas tubuhnya agar sang ayah tak melihat kejadian yang tidak disengaja itu.

Namun percuma, Fania lebih cerdik dari itu. Dengan liciknya Fania malah memotret bagaimana Gala yang tidak sengaja berciuman dengan Mentari.

Marwan dan istrinya sontak berlari cepat ke arah suara teriakan Fania yang berasal dari arah kamar Mentari.

"Ada apa, Sayang?" Rosa menatap panik anak kesayangannya yang baru saja berteriak.

Tanpa ragu Fania menunjuk Gala dan Mentari yang saat ini hanya bisa menunduk tak berani melihat kedatangan Mawan dan juga Rosa.

"Nia liat mereka lagi berbuat mesum, Ayah," beritahu Fania, ia tentu saja mengerang bebas.

Lidah Fania seolah tak bertulang mengatakan kalimat hina itu tentang Mentari.

"Kamu jangan Fitnah aku, Nia! Itu cuma salah paham, aku cuma mau pinjemin Kak Gala handuk." Mentari mencoba membela dirinya sedangkan Gala hanya diam karena belum saatnya ia bicara.

"Gue nggak fitnah, gue ada buktinya," sahut Fania.

Satu tangan Fania terangkat memegang ponselnya tinggi-tinggi.

"Kalau cuma minjemin handuk, lalu kenapa PACAR kamu ini ikutan masuk ke kamar kamu?" Rosa malah semakin menambahkan agar Marwan lebih mempercayai Fania.

Marwan yang mulai terpengaruh pun menatap marah Mentari yang kembali menunduk.

"Siniin HP kamu, Nia! Ayah mau liat." Dengan rahang mengeras Marwan meminjam ponsel Fania untuk melihat sendiri bukti apa yang Fania punya.

"Ini, Yah. Tapi jangan dibanting ya HP, Nia! Ini tuh handphone mahal soalnya," peringati Fania sebelum memberikan ponselnya kepada Marwan.

Marwan tidak menggubris, ia mengambil ponsel milik Fania tanpa banyak bicara.

Rahang Marwan semakin mengeras saat bisa melihat jelas sebuah foto tidak senonoh yang di dalamnya adalah anak kandungnya sendiri.

Darah Marwan seketika mendidih bersamaan dengan wajah dan matanya yang memerah menandakan kemarahan yang luar biasa.

"DASAR ANAK TIDAK TAU DIRI!"

Deg

Mentari memejamkan mata saat bentakan itu diberikan oleh ayahnya sendiri. Satu-satunya keluarga kandung yang masih Mentari miliki setelah ibunya meninggal beberapa tahun silam.

Tapi, ini bukanlah hal baru lagi bagi Mentari, Ia sudah terbiasa dengan sikap kasar ayahnya semenjak sang ibu meninggal dunia apalagi sejak ayahnya itu beristri baru.

"Sekarang kalian berdua ikut saya!"

Setelah mengatakan itu Marwan berlalu begitu saja disusul oleh Fania dan ibunya yang sempat-sempatnya melempar senyum miring kepada Menteri.

Sebenarnya tadi kedua ibu dan anak itu sudah melihat bahwa Gala tak sengaja terjatuh diatas tubuh Mentari dari jendela. Tapi mereka membuat drama seolah-olah itu adalah kesengajaan yang Mentari perbuat.

Percepat saja, kini mereka semua sudah berada di ruang tamu.

"Hebat kamu, Mentari." Marwan menatap nyalang putrinya yang masih menunduk. "Bukannya membalas jasa saya yang telah bersusah payah membesarkan kamu, kamu malah berbuat hal yang tak senonoh di rumah saya."

"Tari bisa jelasin Ayah. Ini hanya salah paham." Mentari mencoba membela diri.

Saat ini Mentari tengah berdiri disamping Gala yang sama sekali tidak bersuara dari tadi.

Meskipun ini hanya kesalahpahaman, namun Gala tau letak kesalahannya di mana. Tidak seharusnya Gala masuk kedalam kamar seorang gadis disaat rumah gadis itu tengah kosong.

"Saya kecewa sama kamu, Mentari. Saya menyesal telah punya anak seperti kamu, kenapa kamu tidak bisa menjadi seperti adikmu. Dia selalu tahu bagaimana caranya membahagiakan orang tua."

Air mata Mentari semakin mengalir deras saat lagi dan lagi dirinya dibanding-bandingkan dengan adik tirinya.

"Tari kurang apa lagi, Yah? Harus bagaimana lagi caranya supaya Tari bahagiain, Ayah? Hiks ... Ta-Tari udah bisa masuk kampus favorit dengan beasiswa, Tari juga udah dapet piala dan berbagai piagam dari berbagai kejuaraan. Tari harus gimana lagi, hiks?"

Kadang Mentari heran sendiri, sebenarnya apa kelebihan Fania daripada dirinya? Kenapa Fania selalu dianggap sempurna sedangkan dirinya yang selalu mencoba untuk menjadi lebih baik selalu tidak dihargai.

Setahu Mentari, Fania tidak memiliki prestasi apapun kecuali hobi shopping dan menghambur-hamburkan uang.

Apakah Itu yang harus ia tiru?

"Kalau kamu memang mau membahagiakan ayah kamu, lalu kenapa kamu memasukkan laki-laki ke dalam kamar kamu disaat rumah dalam keadaan kosong, Mentari?"

Rosa sok memasang wajah kecewanya menatap Mentari seolah-olah dirinya ikut kecewa dengan apa yang Mentari lakukan.

Padahal aslinya ia sudah tertawa puas dalam hati melihat Mentari sudah berada dalam masalah besar.

"Tapi Bu---"

"DIAM KAMU MENTARI! SAYA SUDAH MUAK MELIHAT WAJAH KAMU!" bentak Marwan sembari mengangkat tangannya tinggi-tinggi. 

Melihat itu, Gala mengepalkan tangannya kuat-kuat saat satu-satunya orang yang ia sayangi di dunia ini kini dibentak dan dihina di depan matanya.

Terlebih, kala adik dan ibu tiri kembali berdrama.

"Kak Mentari sebagai Kakak aku harusnya berikan contoh yang baik sama aku. Kalau udah gini Ayah sama ibu juga yang bakal malu sama tetangga, mau tarok dimana muka mereka kalau sampai elo yang orang-orang kenal baik selama ini malah hamil diluar nikah."

"Apa yang adik kamu katakan benar, Mentari. Ibu nggak mau menanggung malu kalau sampai ada tetangga yang tau kalau kamu membawa seorang laki-laki ke dalam kamar."

"Tapi aku nggak berbuat apa---"

"DIAAAM!!"

Marwan berteriak sambil berdiri lalu membawa langkahnya untuk lebih dekat kepada putrinya.

"Kamu, kenapa kamu diam sedari tadi? Apa saja yang telah kamu lakukan kepada anak gadis saya?"

Kini Marwan menunjuk Gala yang masih berdiri disamping Mentari dengan wajah tenangnya.

Inilah salah satu hal istimewa dalam diri Gala. dalam situasi seperti apapun pria itu akan tetap bersikap tenang agar tidak gegabah dalam mengambil keputusan.

"Kalau saya jawab jujur apakah Om akan percaya?"

Gala memberanikan diri untuk mendongak menatap kedua mata Marwan dengan berani.

"Jawab dengan jujur! Saya tidak mau lagi mendengar kebohongan," tekan Marwan.

"Saya tidak berbuat apapun kepada Mentari. Saya hanya ..."

"Hanya apa, Hah? HANYA MENGAMBIL KEHORMATAN GADIS BODOH INI?!" teriak Marwan sangat marah.

Bugh

Satu pukulan mendarat di rahang Gala sehingga membuat sudut bibirnya robek dan mengeluarkan cairan kental berwarna merah.

Tapi Gala sama sekali tidak bereaksi apa-apa. Ia masih berdiri ditempat semula, bahkan ia sama sekali tidak meringis.

"CUKUP, AYAH HENTIKAN!" Mentari yang masih menangis itu memekik saat ayahnya malah memukuli Gala.

Marwan terkekeh sesinis saat Mentari berani berteriak kepadanya hanya demi membela laki-laki miskin itu.

"Setelah berbuat mesum dirumah saya sekarang kamu juga berani berteriak kepada saya?" desis Marwan.

"Bukan seperti itu maksud Tari, Ayah."

Mentari mencoba meraih tangan sang Ayah untuk meminta maaf. Tapi tangannya malah ditepis kasar hingga ia hampir terjatuh jika saja Gala tidak menahan tubuhnya.

"Dasar anak tidak tahu diri! Pergi kamu dari rumah saya!"

Pria paruh baya itu dengan teganya mengusir anak kandungnya dari rumah hanya karena sebuah kesalah pahaman dan tidak membiarkan putrinya menjelaskan.

"Maafin Tari, Ayah! Tari nggak maksud bentak Ayah." Mentari dengan air mata meleleh tiada henti terus memohon maaf agar tidak diusir.

"Usir saja dia, Mas! Kamu mau menanggung malu karena punya anak yang hamil di luar nikah?"

Mendengar hal itu Mentari hanya bisa menangis, Sedangkan Gala pria yang berdiri di samping Nafisa tidak tega melihat gadis yang ia cintai di usir dari rumah begitu saja.

"Saya akan menikahi Mentari dan membawanya pulang bersama saya jika kalian tidak menginginkannya lagi," ujarnya begitu lantang dan sangat yakin.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status