Share

06. Kabar mengejutkan

Di sisi lain, Galaksi masih mengompres dahi Mentari dengan air es batu sesuai dengan yang disarankan Arumi tadi.

Tapi sudah hampir setengah jam lamanya demam Mentari tak juga turun dan Gala berhasil dibuat panik setengah mati.

“Ayo dong Sayang, bangung! Kamu mau bikin Kakak mati berdiri karena khawatirin kamu?” lirih Gala sambil memeras handuk kecil yang baru saja ia celupkan ke dalam baskom berisi air es untuk mengompres Mentari lagi.

“Kak Gala,” lirih Mentari dengan suara yang serak dan mata yang mulai terbuka.

“Iya Sayang Kakak disini. Alhamdulillah, ya Tuhan! Akhirnya Mentari bangun juga.” Gala sampai kembali meneteskan air matanya saking bahagianya melihat mata istrinya sudah terbuka dan kini tengah menatap sayu kepadanya.

“Kak Gala kenapa nangis?” Dengan sisa tenaganya yang tersisa Mentari berusaha mengangkat tangannya untuk menghapus air mata Gala.

“Kakak khawatir sama kamu, Sayang. Demam kamu tinggi banget, dari tadi subuh Kakak bangunin kamu tapi kamunya nggak bangun-bangun. Gimana Kakak nggak takut coba?”

Galaksi memeluk erat tubuh Mentari yang masih terbaring lemas. Jantung Gala yang berdegup kencang membuat Mentari yakin bahwa suaminya tidak berbohong.

“Ka Gala nggak usah khawatir lagi. Sekarang Tari udah baik-baik aja.”

Mendengar itu Gala langsung melerai pelukannya dengan Mentari. “Kamu nggak baik-baik aja, Tari. Kamu masih demam tinggi. Tunggu Arumi dateng dulu ya, Kakak udah nitip obat kamu sama dia.”

“Arumi? Kakak udah kasih tau dia kalau kita udah nikah?” tanya Mentari dan Gala hanya menggeleng sebagai jawaban.

“Nanti kalau dia sama Alzi udah nyampe sini baru kita kasih tau. Kita nggak punya alesan buat nutupin pernikahan kita dari siapapun, Sayang. Bahkan dari semua orang di kampus sekalipun, kita nggak bakal rahasiain pernikahan ini. Lagi pula kampus nggak melarang mahasiswanya menikah.”

“Aku ikut apapun keputusan Kak Gala. Sekarang Kakak adalah imam aku, kepala keluarga yang harus aku patuhi,” balas Mentari dengan senyumannya yang begitu cantik sehingga mampu menggetarkan hati Gala.

“Nggak gitu juga konsepnya, cantik. Meskipun Kakak ini adalah suami kamu dan kepala keluarga bukan berarti kamu nggak boleh putusin apapun. Kamu boleh berpendapat apa aja dan nggak harus selalu nurut sama Kakak.”

Gala mengusap lembut pucuk kepala Mentari. Setidaknya Gala bisa bernafas lega karena Mentari sudah bangun meskipun demamnya belum turun.

“GALAA!! MANA SAHABAT GUE? LO APAIN DIA SAMPAI BISA DEMAM, HAH?”

Gala spontan menutup kuping Mentari dengan kedua tangannya mendengar suara teriakan melengking yang berasal dari pintu kontrakannya. Tanpa melihat pun Gala sudah tau siapa yang datang.

“Itu orang dateng-dateng bukannya salammulaikum tapi malah langsung teriak kayak orang utan. Bener-bener ya sahabat kamu.” Gala berceloteh kesal karena ia yakin yang baru saja teriak-teriak di depan pintu kontrakannya adalah Arumi sahabat istrinya.

Mentari terkekeh kecil melihat raut kesal sang suami.“Kakak harusnya nggak usah kaget lagi. ‘Kan Kakak tau sendiri Arumi emang gitu dari dulu.”

“Kakak jadi kasian sama Alzi yang harus punya pacar modelan toa rusak kayak begitu.”

“Kalau mereka nggak sama mana mungkin mereka bisa langgeng pacaran dari jaman SMA Kak,” kekeh Mentari.

“Kamu bener juga, Sayang. Kadang Kakak mikir gini, kok bisa orang sinting sama orang gila bersatu.”

Gala masih misuh-misuh tidak jelas dan tidak berniat membukakan pintu untuk tamunya.

Kenapa Gala seperti itu? Jelas karena Alzi bisa masuk ke dalam kontrakan ini meskipun pintu terkunci sekalipun.

Alzi memiliki kunci cadangan kontrakan Gala karena sahabat Gala itu sering menginap apabila Alzi muak melihat kelakuan pamannya dirumah Alzi sendiri.

“Wah.. parah lo, Gal. Tamu dateng bukannya dibukain pintu tapi lo malah asik-asikan berduaan dalam kamar. Ingat woi, kalian bukan muhrim. Kalau terus berduaan gini hati-hati kalian! Ntar kalau ada sayton yang lewat bisa kembung Sembilan bulan si Mentari ntar.”

Gala menatap jengah sahabatnya yang baru saja menceramahi dirinya. “Jangan sembarangan ngomong itu mulut. Kalau lo tau yang sebenarnya gue takutnya lo malah nyahok , syok berat terus kena serangan jantung. iii.. ngeri gue, anjay."

Alzi melotot mendengar perkataan Gala. Baru saja Alzi membuka mulut untuk membalas Gala tapi kalimat yang sudah Alzi siapkan harus ia telan kembali karena Arumi menyumpal mulutnya dengan sepotong roti.

"Diem kalian berdua!" Arumi menatap tajam keduanya secara bergantian. "liat noh sahabat gue lagi sakit tapi kalian malah debat depan dia. Nanti kalau dia pusing sakit kepala atau apalah itu, kelian mau tanggung jawab, hah?

"Tanggung jawab apaan sih, Yang? Aku 'kan nggak ada apa-apain dia."

Gala melotot mendengar jawaban Alzi yang diluar dugaan. Sungguh Gala tak habis pikir, entah akan seperti apa hidup Alzi kalau sehari saja sahabatnya berhenti bicara ngelantur dan ngomong mesum.

Tingkat kejahilan Alzi sudah overdosis, jadi harap dimaklumi jika pria itu sering bicara mesum dan ngomong asal ceplos.

Tapi meskipun sering ngomong mesum percayalah Alzi tidak semesum omongannya. Dia hanya berani banyak omong dan tidak akan berani melakukannya secara langsung karena Alzi sangat menghargai yang namanya perempuan.

"Ngomong gitu lagi gue sunat lo sekali lagi, Tuan muda Abraham," gertak Gala tapi Alzi justru terbahak dan tidak takut sama sekali.

"Sunat aja kalau lo bisa. Sosis gue bulunya udah lebat jadi nggak masalah kalau masih ada yang mau nyunat dia."

"ALZII!!!"

Arumi kembali memekik nyaring menyerukan nama Alzi saking kesalnya mendengar ucapan kekasihnya yang tidak pernah beres itu.

"Apa Ayang? Mau ngamar ya? Hayo atuh."

"Alzi sialan!" Setelah mengumpati Alzi dengan kasar Arumi memilih duduk mendekat kepada sahabatnya yang tengah terbaring lemah.

Dari pada harus meladeni Alzi dan Gala yang tidak akan ada habisnya lebih baik Arumi mengecek sendiri keadaan sahabatnya.

Kebetulan banget Arumi adalah mahasiswi kedokteran, jadi ia bisa sedikit-sedikit tentang mengecek keadaan seseorang.

Sebenarnya Mentari pun juga seorang mahasiswi kedokteran. Tapi berhubung dirinya sendiri yang sedang sakit jadi sangat tidak mungkin Mentari bisa memeriksa keadaanya sendiri.

"Apa yang lo rasain sekarang?" Armui yang merupakan seorang gadis bar-bar bertanya kepada Mentari dengan suaranya yang ia lembutkan.

"Gue pusing sama sedikit mual juga," sahut Mentari dengan suaranya yang lemah.

"Al! Tebus obat ini ke apotek!" Tanpa beban Arumi menyodorkan selembar kertas yang sudah ia tulis resep obat untuk Mentari.

Alzi melongo tak percaya. "Aku?" tanyanya sambil menunjuk dirinya sendiri.

Arumi menatap malas Alzi. "Iya kamu lah, emang disini siapa lagi yang namanya Alzi selain kamu?"

"Kenapa nggak Gala aja? Mentari 'kan pacarnya Gala?" protes Alzi yang langsung dihadiahi tatapan tajam oleh Arumi.

"Tari lagi butuh Gala buat di sini. Jadi kamu sebagai sahabat harus pengertian dong, lagian didepan sana ada apotek. Kamu belinya kesana aja!"

Alzi hanya bisa menggerutu apa lagi melihat Gala yang malah menjulurkan lidah mengejeknya.

"Iye gue pergi, tapi sebelum itu gue mau nanya dulu. Kenapa bisa si Mentari disini? dalam kamar lo pula?" Kali ini Alzi bertanya dengan raut wajah yang serius.

"Gue sama Tari udah nikah."

"WHAT?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status