"Coba lo ulangi lagi, Gal! Siapa tau aja gue salah denger?"
Arumi menatap Galaksi dengan ekspresi yang sulit diartikan."Nggak, Rum. Lo nggak salah denger, gue sama Mentari emang udah nikah kemarin."Jawaban Galaksi berhasil membuat Arumi terduduk seketika. Arumi beralih menatap sahabatnya yang hanya diam menunduk."Kenapa kalian tiba-tiba nikah? Lo nggak hamil 'kan?" tanya Arumi membuat mentari menatapnya dengan tajam."Serendah itu kamu mikir tentang aku, Rum?" Mendadak Arumi merasa bersalah. "Sorry kalau ucapan gue bikin lo tersinggung. Tapi gue perlu tau alesan kenapa kalian menikah?""Ada apa, Gal? Apa yang gue nggak tau?" Kini giliran Alzi menanyai Gala."Gue sama Mentari menikah karena kesalahpahaman---"Suami istri muda itu lalu menceritakan seluruh kejadian yang mereka alami alasan mengapa mereka bisa menikah secara mendadak."Gue nggak punya pilihan lain selain nikahin Mentari. Gue nggak mungkin tega biarin gadis yang gue cintai harus diusir dari rumah dan nggak tau harus kemana." Galaksi tersenyum tipis. "Lagian mau itu sekarang ataupun besok sama aja bagi gue. Gue bakalan tetep nikahin Mentari," lanjutnya."Emang biadab itu si lampir sama nenek sihir. Tega banget mereka nyingkirin elo dari rumah lo sendiri." Arumi mengepalkan tangannya kuat-kuat.Bukan Arumi yang diperlukan seperti itu, tapi rasa sakit yang Mentari rasakan dapat Arumi rasakan juga. "Tega banget ayah lo, Tar. Itu lidahnya nggak berat apa bilang mutusin hubungan sama anak kandungnya sendiri?" Sungguh Alzi tak habis pikir dengan isi otak si botak Marwan itu."Emang ada baiknya juga Tari tunggal disini. Mereka selalu perlakukan Mentari dengan tidak baik dan sangat tidak adil,” tambah Arumi diangguki Alzi."Setelah gue sukses nanti mereka bakal terima serangan balik dari gue," gumam Gala yang hanya bisa didengar oleh Alzi saja."Sekarang udah ngobrolnya, kamu cepetan beli obat buat Mentari!" titah Arumi teruntuk sang kekasih tercinta Alzi Abraham sang pewaris tunggal keluarga konglomerat yang sayangnya hidupnya harus diatur oleh pamannya sendiri.Di sini hanya Arumi yang kehidupannya lebih baik. Meskipun berasal dari keluarga sederhana hidup pas-pasan, setidaknya Arumi punya kedua orang tua yang sangat menyayangi dirinya."Siap Ayang!" Alzi memperagakan hormat kehadapan sang kekasih. "Babang Alzi akan pergi sekarang juga," lanjutnya dengan segala tingkah tengilnya."Rum, gue titip Mentari dulu ya. Gue mau bikinin dia sarapan dulu," pinta Gala dibalas acungan jari jempol dari Arumi.Gala beranjak menuju dapur kecilnya yang hanya ada satu kulkas, satu meja kecil tempat kompor gas, satu rak piring kecil dan tidak ada meja makan.Hanya sebuah tikarlah yang menjadi tempat Gala makan selama ini. Tapi Gala tetap bersyukur dengan hidupnya meskipun hidup serba kekurangan dan sebatang kara, bahkan Gala sama sekali tidak tau siapa orang tuanya ataupun seperti apa rupa mereka.Gala tidak mau tau mencari tau siapa orang tua kandungnya, baginya orang yang sudah membuangnya tidak ada gunanya ia cari lagi.Bagi Gala, ia hanyalah seorang anak malang yang ada karena tidak diinginkan. bisa jadi dia anak dari wanita malam dan wanita itu membuang dirinya setah lahir.Gala sebodoh amat dengan siapa dirinya yang sesungguhnya, Gala akan membuktikan dirinya akan sukses meskipun ia hanya hidup sebatang kara.Gala menggeleng mengusir pikiran tenteng orangtunya. Ia kembali fokus pada bahan makanan di depannya."Biasanya kalau orang sakit makannya bubur 'kan ya? Ya udah deh, bikinin Tari bubur aja."Gala berceloteh seorang diri sambil bergerak lincah dan begitu fasih dengan alat serta bumbu-bumbu dapur yang ia pegang."Gue harus kerja lebih rajin lagi nanti. Sekarang gue harus berusaha bikin Mentari bahagia dan kalau gue banyak uang dan enggak miskin lagi dia bakalan bahagia."Semangat seorang Galaksi untuk meraih sebuah kesuksesan semakin bertambah sejak Mentari menjadi istrinya."Jangan bilang setelah menikah lo juga berubah jadi orang sinting, Gal?" Alzi yang baru pulang dari apotek langsung menghampiri Gala ke dapur dan tanpa disengaja ia melihat Sahabatnya itu berbicara sendiriGala mendengkus kasar melihat kedatangan Alzi. "Gue cuma lagi merancang buat cari kerjaan tambahan supaya bisa kasih yang terbaik buat Mentari," sahut Gala membuat Alzi menghela nafas kasar."Beban lo makin gede aja setelah menikah. Lo nggak perlu cari kerja tambahan, gue selaku bos yang baik bakal naikin gaji lo asalkan lo mau sesekali nyanyi juga di Cafe."Gala terlihat berpikir sejenak mendengar penawaran dari sahabat sekaligus bos nya itu. Biasanya Gala hanya bekerja sebagai juru masak di Cafe Alzi, tapi beberapa waktu terakhir ini Alzi meminta dirinya untuk menjadi penyanyi juga karena kebetulan Gala memiliki bakat dalam menyanyi."Boleh deh, tapi gue nggak mau kerja sampai larut malam karena gue nggak mungkin biarin istri gue sendirian di kontrakan.""Oke, nggak masalah. Lo bisa pulang jam sembilan malam, satu jam lebih terlambat daripada biasanya.""Oke Pak Bos, berarti fiks nih ya gaji gue dinaikin?" canda Gala sehingga membuat Alzi gemas mendengar panggilan pak bos dari Sahabatnya sendiri.Iya, Alzi gemas ingin menampol."Serah lo, dah." Alzi menatap kesal Galaksi tapi merasa terenyuh dalam hati. 'Selagi gue mampu buat bantuin lo maka bakal gue lakuin apapun itu, Gal,' lanjutnya dalam hati.Melihat senyum Gala yang seperti tanpa beban membuat Alzi merasa bangga dengan sahabatnya ini.Alzi sangat tau bahwa pikiran Gala tak setenang wajahnya. Beban yang dipikul Gala semakin bertambah besar untuk kedepannya.Belum lagi kalau Gala juga harus punya anak, tapi Alzi berharap Sahabatnya itu menunda untuk punya anak setidaknya menjelang mereka lulus kuliah dan Gala sudah mendapatkan pekerjaan yang tepat.Alzi yakin tidak akan sulit bagi Gala yang memiliki otak yang sangat cerdas untuk mendapatkan pekerjaan setelah gelar sarjana sudah berhasil ia dapatkan.Beralih ke dalam kamar, kini Menteri tengah dibantu duduk oleh Arumi."Lo kuat nggak? Kalau nggak kuat mending tiduran aja dulu!" tutur Arumi dengan sangat perhatian.Bersahabat selama bertahun-tahun membuat dua gadis itu saling menyayangi layaknya saudara kandung."Aku kuat kok, Rum. Aku juga udah agak baikan kok," jawab Mentari dengan senyum menenangkan."Jangan terlalu dipikirin masalah lo, Tar! Gue tau mental lo nggak baik-baik aja karena masalah ini. Tapi tolong pikirin kesehatan lo sama perasaan Gala juga!""Pasti Kak Gala makin terbebani dengan adanya aku ya, Rum? Baiknya aku ini emang mati aja sekalian nyusulin ibu ke surga."Arumi menggeleng kuat. "Bukan gitu maksud gue, Tari ... lo nggak boleh ngomong gitu! Mati nggak akan bisa nyelesain masalah, jadi stop punya pemikiran sesempit itu!""Aku ini cuma bakalan jadi beban buat Kak Gala, Rum. Aku nggak mau bikin dia susah cuma karena harus hidupin aku juga. Akan jauh lebih baik kalau aku mati aja, Rum," balas Mentari dengan mata berkaca-kaca."Berhenti punya pikiran kayak gitu, Mentari!" Sela Gala yang baru memasuki kamar kontrakannya bersama Alzi.Gala berjalan cepat dengan semangkok bubur yang ia bawa."Kamu mau ninggalin Kakak sendirian di dunia ini, Tari?" lirih Gala dengan suara bergetar menahan tangis.Jika saja Mentari dibiarkan sendiri dalam keadaan seperti ini bukan tidak mungkin Mentari akan berbuat nekat dan menyakiti dirinya sendiri dan Gala tidak akan membiarkan itu terjadi."Selam Kakak hidup di dunia ini baru kali ini Kakak ngerasa memiliki keluarga dengan hadirnya kamu, Tari. Jadi kamu mau menghancurkan banyak harapan yang sudah Kakak bangun untuk kita?"Menteri menggeleng kuat. Tatapan kosong yang Gala tunjukkan sudah cukup membuat hati Mentari terenyuh."Maaf, Kak Gala. Maafin Tari, hikss Tari nggak maksud bikin Kakak sakit hati."Mentari menangis sejadinya sambil memeluk Gala dengan erat."Jangan pernah bicara seperti itu lagi Mentari! Kita akan hadapi semuanya."Mentari semakin terisak dengan pelukannya kepada Gala yang semakin erat. Sementara itu, Arumi dan Alzi yang menyaksikan itu dibuat ikut meneteskan air mata haru."Ingus kamu meler tuh!" Ucapan Arumi sontak membuat Alzi mendelik.
Tahun demi tahun telah berganti, kini kehidupan Galaksi dan Mentari telah banyak berubah.Kontrakan kecil mereka dulu kini sudah berubah menjadi rumah mewah yang di bangun dari hasil kerja keras Gala dan Mentari, Alzi juga sudah mekahi Arumi dan berhasil merebut kembali haknya dari Om Nino setelah ia lulus kuliah.Gala dan Alzi juga telah membangun sebuah rumah sakit mewah untuk istri mereka sesuai dengan cita-cita kedua perempuan itu yang ingin memiliki rumah sakit sendiri.Fakta mengejutkan juga terjadi, Bu Santi ternyata adalah ibu kandung Gala dan Tuan Surya si lintah darat ternyata ayah kandungnya. Saudara kembar Gala ternyata telah meninggal dunia setelah kejadian naas yang menimpa keluarganya kala itu, dan Tuan Surya kini sudah tobat dan berhenti menjadi rentenir.Gala sudah menerima orang tuanya, mereka terpisah bukan karena keinginan orang tuanya. Gala tidak membenci mereka karena ia tau mereka juga tersiksa karena mencari dirinya selama
Gala memandang nanar kaki kirinya yang terpasang gips, mendengar dari istrinya bahwa kaki kirinya retak membuat Gala syok berat. Mentari masih setia memeluk sang suami sambil menangis, Mentari tak kuasa melihat wajah sedih Gala saat pertama kali ia katakan bahwa kaki Gala retak dan butuh waktu selama empat bulan untuk menyembuhkannya. “Kak Gala nggak perlu mikirin apapun, cuma empat bulan, Kak. Abis itu kaki Kakak bakalan sembuh lagi.” Gala menatap istrinya begitu sendu. “Iya cuma empat bulan, tapi menjalang itu kita gimana? Gimana caranya Kakak bisa kerja dalam keadaan kaki di gips kayak gini?” Gala pusing membayangkan mereka akan makan apa kedepannya, dengan apa ia harus membayar uang kontrakan kalau dirinya tidak bekerja. Untungnya skripsi Gala telah selesai dan tinggal menunggu hari wisuda, harusnya Gala sudah langsung bekerja di salah satu perusahaan besar setelah mendapatkan ijazah. Tapi
“Keadaan pasien sudah baik-baik saja, operasinya berjalan lancar.” “Hufff ….” Mentari menghela nafas lega, pasokan udara yang mulanya seolah menghilang dari paru-parunya kini kembali terisi penuh dan Mentari sudah bisa bernafas dengan leluasa. Begitu pula dengan Alzi dan Arumi, keduanya juga nampak lega mendengar kabar baik dari Dokter yang baru saja selesai menangani operasi Gala. “Tapi saya juga membawa kabar buruk, kaki kiri pasien mengalami retak sehingga harus dipasangkan gips.” Deg Ucapan Dokter itu membuat Mentari kembali menegang, sebenarnya tak apa apapun yang terjadi pada Gala Mentari akan tetap menerima asalkan nyawa suaminya itu terselamatkan. Tapi Mentari memikirkan bagaimana nanti reaksi Gala saat mengetahui bahwa kakinya retak, Mentari sangat paham kalau tulang retak tidak akan bisa sembuh dalam waktu singkat. Paling cepat mungkin bisa mencapai waktu empat bulan, b
Duduk sendirian di atas lantai dingin rumah sakit dengan perasaan kalut luar biasa, itu yang Mentari rasakan saat ini. Di depan ruangan operasi yang lampunya sedang menyala pertanda bahwa operasi sedang berlangsung Mentari duduk seorang diri.Tangis perempuan berusia dua puluh satu tahun itu tidak reda sejak melihat langsung betapa menyedihkannya keadaan sang suami yang kini tengah berjuang antara hidup dan mati.Orang-orang yang berlalu lalang di koridor rumah sakit hanya bisa menatap iba Mentari, mata gadis itu sudah bengkak dan memerah tapi tangisnya belum berhenti.“Apa engkau juga akan mengambil suamiku setelah engkau renggut ibu ku, Tuhan? Aku harus dengan siapa kalau Kak Gala benar-benar pergi?”Mentari menjerit pilu, ia tak peduli akan semua orang yang tengah menatapnya. Yang Mentari inginkan sekarang hanyalah keselamatan Galaksi, suaminya.Dunia Mentari sekarang berpusat pada Gala, hanya demi Gala ia memilih tetap hidup di dunia
Dunia seakan runtuh tepat menimpa kepala Mentari saat ini, tubuhnya bergetar hebat dengan nafas terasa berat melihat pemandangan menyakitkan mata di depan sana.“K-kak Gala.” Bahkan untuk bicara sepatah kata saja suara Mentari langsung bergetar, bahkan hampir tak terdengar.“Maaf, Nak. Kamu kenal korban itu?”Kesadaran kembali mengambil alih tubuh Mentari.“Di ma-na korban motor Scoopy merah itu, Pak?” tanya Mentari terbata, jari telunjuknya terulur menunjuk motor Scoopy yang mentari yakini seratus persen adalah motor suaminya.“Ada seberang sana, Neng.” Bapak-bapak itu menunjuk halte bus di seberang jalan. “Keadaannya cukup parah, tapi masih beruntung dari pada korban lain yang langsung meninggal di tempat.”Mata Mentari tertuju ke halte bis yang ditunjukkan oleh warga itu, di sana Mentari dapat melihat ada beberapa orang yang tengah menjaga korban kecelakaan.“Bilang sama Tari, kalau itu bukan Kak Gala.” Mentari terus berceloteh di sepanjang larinya menuju seberang jalan.Karena kec
“Kak Gala kok nggak bisa dihubungi ya, Alzi juga nggak angkat telpon dari aku. Harusnya Kak Gala udah sampai di cafe.”Mentari meremas erat ponsel yang baru saja ia gunakan untuk menghubungi Gala dan Alzi, tapi ponsel keduanya yang sama-sama tidak bisa dihubungi membuat perasaan Mentari semakin cemas.Jika ponsel Gala tidak aktif, Alzi malah tidak menjawab panggilan darinya.“Kemana aja sih mereka?”Dalam rasa gelisah yang melanda, Mentari juga merasa kesal dalam waktu bersamaan.Sudah tiga puluh menit sejak Gala pergi, harusnya suaminya itu sudah sampai di cafe.“Kalau Kak Gala udah sampe kenapa dia nggak ngabarin aku?” Pertanyaan itu lolos dari bibir Mentari.Hati Mentari semakin tak tenang memikirkan keberadaan suaminya, kenapa disaat ia benar-benar butuh kabar seperti ini Gala malah tidak memberinya kabar.“Aku makin nggak tenang kalau gini caranya, aku harus susul Kak Gala sekarang juga.”Tanpa pikir panjang, Mentari langsung menyambar tas selempang kecil yang hanya muat satu han