Share

08. Memetik hikmah

Sejak Alzi dan Arumi pamit pulang tiga jam yang lalu, Gala benar-benar menempel pada Mentari seperti perangko.

Gala benar-benar tidak mau jika harus kehilangan Mentari disaat dia baru merasa memiliki seseorang dalam hidupnya.

Dari kecil dibesarkan di panti asuhan dan tidak pernah merasa disayangi membuat Gala sangat posesif setelah merasa memiliki Mentari.

"Kak Gala nggak mau mandi? Ini udah sore loh." Mentari mengusap rambut Gala penuh kelembutan.

Gala memejamkan matanya menikmati usapan lembut dari sang istri.

'Selama gue hidup di dunia ini belum pernah rasanya gue merasakan sentuhan lembut penuh kasih sayang dari seseorang.'

Gala membatin menikmati kenyamanan yang ia rasakan.

"Bentar lagi, Sayang. Kambing aja nggak mandi-mandi belinya tetep mahal. Berarti Kakak yang ganteng ini kalau nggak mandi bakalan tetep wangi." Gala semakin mempererat pelukannya dengan Mentari tanpa mau beranjak sama sekali.

Sedangkan Mentari hanya terkekeh geli dengan bibirnya yang masih pucat walaupun demamnya sudah agak reda.

Suaminya ini kalau menjawab suka ada-ada saja.

"Perumpamaan dari mana itu, Kak Gala?" tanya Mentari dengan kekehan kecilnya.

"Nggak dari mana-mana kok, Sayang. 'Kan Kakak yang bilang barusan, berarti perumpamaan itu asalnya dari Kakak sendiri," jawab Gala dengan entengnya.

Mentari menggeleng pelan, sungguh Gala tidak akan pernah hilang akal untuk menjawab ucapan seseorang.

"Kak Gala bener-bener nggak mau mandi? Emang nggak lengket-lengket ini badan nggak mandi-mandi dari kemarin?" Mentari mengusap wajah tampan Gala dengan telapak tangannya.

"Kakak terlalu nyaman dipeluk sama kamu, Sayang. Dan Kakak nggak mau kehilangan pelukan ternyaman ini," lirih Gala dikala teringat saat Mentari lebih memilih mati daripada harus hidup seburuk ini.

"Kakak janji, Tari. s Suatu saat nanti Kakak akan memberikan segalanya untuk kamu. Rumah mewah, perhiasan indah, mobil mewah, dan lain sebagainya saat Kakak udah nggak miskin lagi," tutur Gala bersungguh-sungguh.

Mentari tersenyum tipis. "Tari nggak butuh semua itu, Kak. Cukup Kakak setia sama Tari selamanya, kasih Tari kasih sayang yang sudah lama nggak pernah lagi Tari rasakan dan Kak Gala udah mau nampung Tari aja itu udah lebih dari cukup, Kak."

Gala mengangkat wajahnya dan mendongak menatap Mentari. "Itu udah pasti, Sayang. Nggak ada yang lebih berarti bagi Kakak selain kamu di dunia ini. Tapi kehormatan dan juga kekayaan juga kamu butuhkan untuk membungkam mulut orang-orang yang udah rendahin kamu."

Rupanya sedikit banyaknya Gala menyimpan dendam atas apa yang Mentari alami karena ketidak adilan dari keluarganya sendiri.

Mentari yang paham akan isi pikiran Gala lantas menghela nafas kasar. "Jangan menyimpan dendam, Kak Gala! Dendam hanya akan menjadi kobaran api pada diri Kakak sendiri. Biarkan mereka melakukan apa yang mereka mau, dan kita lakukan apa yang kita inginkan."

Gala hanya diam tak menyahut ucapan Menari.

Perlu diingat jika Gala tidak memiliki hati sebaik Mentari! Bahkan Gala sudah bersumpah pada dirinya sendiri bahwa ia akan membuat perhitungan kepada siapa saja yang telah membuat Mentari nya menderita saat ini suatu saat nanti.

Mentari pun diam saat ia tau jika perasaan sang suami sedang tidak baik-baik saja. Terbukti dengan tangan Gala yang terkepal kuat menyalurkan rasa marah yang tidak bisa ia lampiaskan.

Gala masih memeluk Mentari dengan erat berusaha meredam amarah yang membuncah dalam dadanya. Pelukan Mentari dan usapan lembut yang diberikan sang istri mampu meredam rasa marah dalam diri Gala.

Ibarat kata, Mentari adalah pawang yang paling tepat untuk Gala yang merupakan predator mematikan jika ketenangannya diusik.

Tidak ada yang tau tentang sisi gelap seorang Galaksi, bahkan Mentari sekalipun. Hanya Alzi satu-satunya orang yang mengetahui seperti apa Galaksi sebenarnya.

*****

Pagi ini Mentari sudah bangun pagi-pagi sekali dan memasak sarapan yaitu nasi goreng untuk dirinya dan juga Gala sebelum mereka berangkat ke kampus.

Keadaan Mentari semakin membaik dan sekarang ia sudah bisa beraktivitas seperti biasa kembali.

Sedangkan Gala selesai shalat subuh tadi pria itu kembali tidur dengan alasan ngantuk berat padahal Mentari sudah mengatakan tidak baik kalau tidur kembali sehabis shalat subuh.

Tapi Gala mengatakan bahwa dirinya ngantuk berat dan butuh tidur lagi pada akhirnya Mentari membiarkan sang suami melanjutkan tidurnya.

"Kak Gal nggak terlalu suka telor mata sapi jadi telornya aku dadar aja." Mentari sesekali berceloteh di sela kegiatannya memasak.

Lebih dari satu tahun bersama membuat Mentari dan Gala mengenal baik satu sama lain.

Mentari hafal segala sesuatu tentang Gala, begitupun sebaliknya.

Tangan Mentari begitu lihai menggunakan wajan dan alat dapur lainnya. Mentari sangat lihai dalam hal memasak karena seperti yang kita semua ketahui Mentari diperlakukan seperti pembantu di rumahnya dulu.

Berada di dalam kamar kecilnya, tidur Gala terusik karena mencium aroma yang menggugah selera dari arah dapurnya.

"Baunya enak banget," gumam Gala dengan mata masih terpejam.

Rupanya jiwanya masih tertidur setengah.

"Istri gue lagi masak pasti?" lanjutnya dengan bibir menyunggingkan senyum cerah.

Tak pernah terbayangkan oleh Gala sebelumnya bahwa hari ini akan ada seseorang yang membuatkan nya sarapan untuk pertama kalinya.

Mata Gala yang tadinya terasa berat mendadak jadi melek selebar-lebarnya saat aroma masakan menyapa indra penciumannya.

"Gue yang tadinya ngantuk berat mendadak jadi laper nyium aroma masakan Mentari." Gala langsung duduk dan melangkah ke kamar mandi.

Rasanya Gala sudah sangat tidak sabar untuk mencicipi masakan Mentari yang selalu sukses membuat Gala ketagihan.

"Biasanya gue cuma makan bekel yang disiapkan Mentari diem-diem dari rumahnya. Tapi sekarang gue bisa masak masakan dia selagi gue punya uang buat beli bahan makanan."

Gala tersenyum pahit teringat dengan kalimatnya yang terakhir. Saat kembali diingat-ingat uang yang tersisa di dompet Gala hanya tiga ratus ribu rupiah saja dan uang segitu bisa Gala pastikan tidak akan cukup sampai ia gajian lagi bulan depan.

Mungkin jika hanya dirinya sendiri saja uang itu bisa cukup untuk Gala.

Tapi sekarang ada Mentari yang harus ia kasih jajan untuk ke Kampus dan membeli bahan makanan juga.

"Kayaknya gue harus minta gaji dimuka sama Alzi." Setelah ditimang-timang meminta gaji dimuka adalah keputusan yang terbaik.

Tok

Tok

Tok

"Kak Gala! Masih lama nggak?"

Gala tersadar dari lamunannya saat mendengar suara Mentari memanggilnya.

"Bentar Sayang!"

Gala segera menyudahi ritual mandinya dan buru-buru membuka pintu kamar mandi.

"Kamu juga mau mandi ya?" tanya Gala.

Tak Gala perlihatkan sedikitpun beban batinnya kepada Mentari karena Gala tidak ingin Mentari kepikiran dan sakit lagi.

"Tari udah selesai mandi, Kak. Tari cuma mau manggil Kakak buat sarapan bareng," jawab Mentari dengan senyum manisnya.

Gala mengacak gemas rambut panjang Mentari. "Mandi dari kapan, hm? Ini masih pagi banget loh."

"Aku udah terbiasa bangun tidur langsung mandi biar lebih seger aja beraktivitas."

Sepasang pengantin baru yang lagi anget-angetnya itu sudah berada diatas tikar dengan dua piring nasi goreng yang diatasnya ada telor dadar kesukaan Gala.

"Kamu emang paling tau apa yang Kakak suka, Sayang," puji Gala disela kunyahan nya.

Mentari hanya bisa tersenyum tipis, setidaknya dari kejadian yang ia alami Mentari bisa memetik hikmahnya.

Dulu waktu masih tinggal bersama ayahnya Mentari tidak pernah diberi sarapan yang cukup. Tapi sekarang Mentari bisa makan sampai kenyang tanpa ada yang membatasi.

'Sebenarnya, ini agak miris juga, ya,' batin Mentari pedih.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status