Sejak Alzi dan Arumi pamit pulang tiga jam yang lalu, Gala benar-benar menempel pada Mentari seperti perangko.
Gala benar-benar tidak mau jika harus kehilangan Mentari disaat dia baru merasa memiliki seseorang dalam hidupnya.
Dari kecil dibesarkan di panti asuhan dan tidak pernah merasa disayangi membuat Gala sangat posesif setelah merasa memiliki Mentari."Kak Gala nggak mau mandi? Ini udah sore loh." Mentari mengusap rambut Gala penuh kelembutan.Gala memejamkan matanya menikmati usapan lembut dari sang istri.'Selama gue hidup di dunia ini belum pernah rasanya gue merasakan sentuhan lembut penuh kasih sayang dari seseorang.'Gala membatin menikmati kenyamanan yang ia rasakan."Bentar lagi, Sayang. Kambing aja nggak mandi-mandi belinya tetep mahal. Berarti Kakak yang ganteng ini kalau nggak mandi bakalan tetep wangi." Gala semakin mempererat pelukannya dengan Mentari tanpa mau beranjak sama sekali.Sedangkan Mentari hanya terkekeh geli dengan bibirnya yang masih pucat walaupun demamnya sudah agak reda.Suaminya ini kalau menjawab suka ada-ada saja."Perumpamaan dari mana itu, Kak Gala?" tanya Mentari dengan kekehan kecilnya."Nggak dari mana-mana kok, Sayang. 'Kan Kakak yang bilang barusan, berarti perumpamaan itu asalnya dari Kakak sendiri," jawab Gala dengan entengnya.Mentari menggeleng pelan, sungguh Gala tidak akan pernah hilang akal untuk menjawab ucapan seseorang."Kak Gala bener-bener nggak mau mandi? Emang nggak lengket-lengket ini badan nggak mandi-mandi dari kemarin?" Mentari mengusap wajah tampan Gala dengan telapak tangannya."Kakak terlalu nyaman dipeluk sama kamu, Sayang. Dan Kakak nggak mau kehilangan pelukan ternyaman ini," lirih Gala dikala teringat saat Mentari lebih memilih mati daripada harus hidup seburuk ini."Kakak janji, Tari. s Suatu saat nanti Kakak akan memberikan segalanya untuk kamu. Rumah mewah, perhiasan indah, mobil mewah, dan lain sebagainya saat Kakak udah nggak miskin lagi," tutur Gala bersungguh-sungguh.Mentari tersenyum tipis. "Tari nggak butuh semua itu, Kak. Cukup Kakak setia sama Tari selamanya, kasih Tari kasih sayang yang sudah lama nggak pernah lagi Tari rasakan dan Kak Gala udah mau nampung Tari aja itu udah lebih dari cukup, Kak."Gala mengangkat wajahnya dan mendongak menatap Mentari. "Itu udah pasti, Sayang. Nggak ada yang lebih berarti bagi Kakak selain kamu di dunia ini. Tapi kehormatan dan juga kekayaan juga kamu butuhkan untuk membungkam mulut orang-orang yang udah rendahin kamu."Rupanya sedikit banyaknya Gala menyimpan dendam atas apa yang Mentari alami karena ketidak adilan dari keluarganya sendiri.Mentari yang paham akan isi pikiran Gala lantas menghela nafas kasar. "Jangan menyimpan dendam, Kak Gala! Dendam hanya akan menjadi kobaran api pada diri Kakak sendiri. Biarkan mereka melakukan apa yang mereka mau, dan kita lakukan apa yang kita inginkan."Gala hanya diam tak menyahut ucapan Menari.Perlu diingat jika Gala tidak memiliki hati sebaik Mentari! Bahkan Gala sudah bersumpah pada dirinya sendiri bahwa ia akan membuat perhitungan kepada siapa saja yang telah membuat Mentari nya menderita saat ini suatu saat nanti.Mentari pun diam saat ia tau jika perasaan sang suami sedang tidak baik-baik saja. Terbukti dengan tangan Gala yang terkepal kuat menyalurkan rasa marah yang tidak bisa ia lampiaskan.Gala masih memeluk Mentari dengan erat berusaha meredam amarah yang membuncah dalam dadanya. Pelukan Mentari dan usapan lembut yang diberikan sang istri mampu meredam rasa marah dalam diri Gala.Ibarat kata, Mentari adalah pawang yang paling tepat untuk Gala yang merupakan predator mematikan jika ketenangannya diusik.Tidak ada yang tau tentang sisi gelap seorang Galaksi, bahkan Mentari sekalipun. Hanya Alzi satu-satunya orang yang mengetahui seperti apa Galaksi sebenarnya.*****Pagi ini Mentari sudah bangun pagi-pagi sekali dan memasak sarapan yaitu nasi goreng untuk dirinya dan juga Gala sebelum mereka berangkat ke kampus.Keadaan Mentari semakin membaik dan sekarang ia sudah bisa beraktivitas seperti biasa kembali.Sedangkan Gala selesai shalat subuh tadi pria itu kembali tidur dengan alasan ngantuk berat padahal Mentari sudah mengatakan tidak baik kalau tidur kembali sehabis shalat subuh.Tapi Gala mengatakan bahwa dirinya ngantuk berat dan butuh tidur lagi pada akhirnya Mentari membiarkan sang suami melanjutkan tidurnya."Kak Gal nggak terlalu suka telor mata sapi jadi telornya aku dadar aja." Mentari sesekali berceloteh di sela kegiatannya memasak.Lebih dari satu tahun bersama membuat Mentari dan Gala mengenal baik satu sama lain.Mentari hafal segala sesuatu tentang Gala, begitupun sebaliknya.Tangan Mentari begitu lihai menggunakan wajan dan alat dapur lainnya. Mentari sangat lihai dalam hal memasak karena seperti yang kita semua ketahui Mentari diperlakukan seperti pembantu di rumahnya dulu.Berada di dalam kamar kecilnya, tidur Gala terusik karena mencium aroma yang menggugah selera dari arah dapurnya."Baunya enak banget," gumam Gala dengan mata masih terpejam.Rupanya jiwanya masih tertidur setengah."Istri gue lagi masak pasti?" lanjutnya dengan bibir menyunggingkan senyum cerah.Tak pernah terbayangkan oleh Gala sebelumnya bahwa hari ini akan ada seseorang yang membuatkan nya sarapan untuk pertama kalinya.Mata Gala yang tadinya terasa berat mendadak jadi melek selebar-lebarnya saat aroma masakan menyapa indra penciumannya."Gue yang tadinya ngantuk berat mendadak jadi laper nyium aroma masakan Mentari." Gala langsung duduk dan melangkah ke kamar mandi.Rasanya Gala sudah sangat tidak sabar untuk mencicipi masakan Mentari yang selalu sukses membuat Gala ketagihan."Biasanya gue cuma makan bekel yang disiapkan Mentari diem-diem dari rumahnya. Tapi sekarang gue bisa masak masakan dia selagi gue punya uang buat beli bahan makanan."Gala tersenyum pahit teringat dengan kalimatnya yang terakhir. Saat kembali diingat-ingat uang yang tersisa di dompet Gala hanya tiga ratus ribu rupiah saja dan uang segitu bisa Gala pastikan tidak akan cukup sampai ia gajian lagi bulan depan.Mungkin jika hanya dirinya sendiri saja uang itu bisa cukup untuk Gala.Tapi sekarang ada Mentari yang harus ia kasih jajan untuk ke Kampus dan membeli bahan makanan juga."Kayaknya gue harus minta gaji dimuka sama Alzi." Setelah ditimang-timang meminta gaji dimuka adalah keputusan yang terbaik.TokTokTok"Kak Gala! Masih lama nggak?"Gala tersadar dari lamunannya saat mendengar suara Mentari memanggilnya."Bentar Sayang!"Gala segera menyudahi ritual mandinya dan buru-buru membuka pintu kamar mandi."Kamu juga mau mandi ya?" tanya Gala.Tak Gala perlihatkan sedikitpun beban batinnya kepada Mentari karena Gala tidak ingin Mentari kepikiran dan sakit lagi."Tari udah selesai mandi, Kak. Tari cuma mau manggil Kakak buat sarapan bareng," jawab Mentari dengan senyum manisnya.Gala mengacak gemas rambut panjang Mentari. "Mandi dari kapan, hm? Ini masih pagi banget loh.""Aku udah terbiasa bangun tidur langsung mandi biar lebih seger aja beraktivitas."Sepasang pengantin baru yang lagi anget-angetnya itu sudah berada diatas tikar dengan dua piring nasi goreng yang diatasnya ada telor dadar kesukaan Gala."Kamu emang paling tau apa yang Kakak suka, Sayang," puji Gala disela kunyahan nya.Mentari hanya bisa tersenyum tipis, setidaknya dari kejadian yang ia alami Mentari bisa memetik hikmahnya.Dulu waktu masih tinggal bersama ayahnya Mentari tidak pernah diberi sarapan yang cukup. Tapi sekarang Mentari bisa makan sampai kenyang tanpa ada yang membatasi.'Sebenarnya, ini agak miris juga, ya,' batin Mentari pedih.
Tahun demi tahun telah berganti, kini kehidupan Galaksi dan Mentari telah banyak berubah.Kontrakan kecil mereka dulu kini sudah berubah menjadi rumah mewah yang di bangun dari hasil kerja keras Gala dan Mentari, Alzi juga sudah mekahi Arumi dan berhasil merebut kembali haknya dari Om Nino setelah ia lulus kuliah.Gala dan Alzi juga telah membangun sebuah rumah sakit mewah untuk istri mereka sesuai dengan cita-cita kedua perempuan itu yang ingin memiliki rumah sakit sendiri.Fakta mengejutkan juga terjadi, Bu Santi ternyata adalah ibu kandung Gala dan Tuan Surya si lintah darat ternyata ayah kandungnya. Saudara kembar Gala ternyata telah meninggal dunia setelah kejadian naas yang menimpa keluarganya kala itu, dan Tuan Surya kini sudah tobat dan berhenti menjadi rentenir.Gala sudah menerima orang tuanya, mereka terpisah bukan karena keinginan orang tuanya. Gala tidak membenci mereka karena ia tau mereka juga tersiksa karena mencari dirinya selama
Gala memandang nanar kaki kirinya yang terpasang gips, mendengar dari istrinya bahwa kaki kirinya retak membuat Gala syok berat. Mentari masih setia memeluk sang suami sambil menangis, Mentari tak kuasa melihat wajah sedih Gala saat pertama kali ia katakan bahwa kaki Gala retak dan butuh waktu selama empat bulan untuk menyembuhkannya. “Kak Gala nggak perlu mikirin apapun, cuma empat bulan, Kak. Abis itu kaki Kakak bakalan sembuh lagi.” Gala menatap istrinya begitu sendu. “Iya cuma empat bulan, tapi menjalang itu kita gimana? Gimana caranya Kakak bisa kerja dalam keadaan kaki di gips kayak gini?” Gala pusing membayangkan mereka akan makan apa kedepannya, dengan apa ia harus membayar uang kontrakan kalau dirinya tidak bekerja. Untungnya skripsi Gala telah selesai dan tinggal menunggu hari wisuda, harusnya Gala sudah langsung bekerja di salah satu perusahaan besar setelah mendapatkan ijazah. Tapi
“Keadaan pasien sudah baik-baik saja, operasinya berjalan lancar.” “Hufff ….” Mentari menghela nafas lega, pasokan udara yang mulanya seolah menghilang dari paru-parunya kini kembali terisi penuh dan Mentari sudah bisa bernafas dengan leluasa. Begitu pula dengan Alzi dan Arumi, keduanya juga nampak lega mendengar kabar baik dari Dokter yang baru saja selesai menangani operasi Gala. “Tapi saya juga membawa kabar buruk, kaki kiri pasien mengalami retak sehingga harus dipasangkan gips.” Deg Ucapan Dokter itu membuat Mentari kembali menegang, sebenarnya tak apa apapun yang terjadi pada Gala Mentari akan tetap menerima asalkan nyawa suaminya itu terselamatkan. Tapi Mentari memikirkan bagaimana nanti reaksi Gala saat mengetahui bahwa kakinya retak, Mentari sangat paham kalau tulang retak tidak akan bisa sembuh dalam waktu singkat. Paling cepat mungkin bisa mencapai waktu empat bulan, b
Duduk sendirian di atas lantai dingin rumah sakit dengan perasaan kalut luar biasa, itu yang Mentari rasakan saat ini. Di depan ruangan operasi yang lampunya sedang menyala pertanda bahwa operasi sedang berlangsung Mentari duduk seorang diri.Tangis perempuan berusia dua puluh satu tahun itu tidak reda sejak melihat langsung betapa menyedihkannya keadaan sang suami yang kini tengah berjuang antara hidup dan mati.Orang-orang yang berlalu lalang di koridor rumah sakit hanya bisa menatap iba Mentari, mata gadis itu sudah bengkak dan memerah tapi tangisnya belum berhenti.“Apa engkau juga akan mengambil suamiku setelah engkau renggut ibu ku, Tuhan? Aku harus dengan siapa kalau Kak Gala benar-benar pergi?”Mentari menjerit pilu, ia tak peduli akan semua orang yang tengah menatapnya. Yang Mentari inginkan sekarang hanyalah keselamatan Galaksi, suaminya.Dunia Mentari sekarang berpusat pada Gala, hanya demi Gala ia memilih tetap hidup di dunia
Dunia seakan runtuh tepat menimpa kepala Mentari saat ini, tubuhnya bergetar hebat dengan nafas terasa berat melihat pemandangan menyakitkan mata di depan sana.“K-kak Gala.” Bahkan untuk bicara sepatah kata saja suara Mentari langsung bergetar, bahkan hampir tak terdengar.“Maaf, Nak. Kamu kenal korban itu?”Kesadaran kembali mengambil alih tubuh Mentari.“Di ma-na korban motor Scoopy merah itu, Pak?” tanya Mentari terbata, jari telunjuknya terulur menunjuk motor Scoopy yang mentari yakini seratus persen adalah motor suaminya.“Ada seberang sana, Neng.” Bapak-bapak itu menunjuk halte bus di seberang jalan. “Keadaannya cukup parah, tapi masih beruntung dari pada korban lain yang langsung meninggal di tempat.”Mata Mentari tertuju ke halte bis yang ditunjukkan oleh warga itu, di sana Mentari dapat melihat ada beberapa orang yang tengah menjaga korban kecelakaan.“Bilang sama Tari, kalau itu bukan Kak Gala.” Mentari terus berceloteh di sepanjang larinya menuju seberang jalan.Karena kec
“Kak Gala kok nggak bisa dihubungi ya, Alzi juga nggak angkat telpon dari aku. Harusnya Kak Gala udah sampai di cafe.”Mentari meremas erat ponsel yang baru saja ia gunakan untuk menghubungi Gala dan Alzi, tapi ponsel keduanya yang sama-sama tidak bisa dihubungi membuat perasaan Mentari semakin cemas.Jika ponsel Gala tidak aktif, Alzi malah tidak menjawab panggilan darinya.“Kemana aja sih mereka?”Dalam rasa gelisah yang melanda, Mentari juga merasa kesal dalam waktu bersamaan.Sudah tiga puluh menit sejak Gala pergi, harusnya suaminya itu sudah sampai di cafe.“Kalau Kak Gala udah sampe kenapa dia nggak ngabarin aku?” Pertanyaan itu lolos dari bibir Mentari.Hati Mentari semakin tak tenang memikirkan keberadaan suaminya, kenapa disaat ia benar-benar butuh kabar seperti ini Gala malah tidak memberinya kabar.“Aku makin nggak tenang kalau gini caranya, aku harus susul Kak Gala sekarang juga.”Tanpa pikir panjang, Mentari langsung menyambar tas selempang kecil yang hanya muat satu han