Share

09. Tebakan tak berdasar

"Kamu yakin kuat buat kuliah? Mending nggak masuk dulu yah, buat hari ini ... aja Kakak nggak mau kamu sakit lagi." Gala yang sudah rapi dengan kemeja putih dan celana jeans hitam yang ia pakai untuk berangkat ke kampus kembali menanyai istrinya yang saat ini tengah bersiap-siap.

Mentari menghentikan kegiatannya yang tengah menyusun peralatannya kedalam tas sejenak dan menatap Gala dengan senyuman di bibirnya.

"Aku kuat kok, Kak. Aku janji nggak akan kecapekan, boleh ya aku ikut ke kampus?"

Gala hanya mampu menghembuskan napas kasar. Kalau sudah begini ia mana bisa menolak permintaan Mentari.

"Yaudah deh, tapi jangan sampai kamu terlalu cepek!" pasrah Gala disambut senyum lebar oleh Mentari.

Mentari kembali menyiapkan keperluannya dan menatap cermin sesaat untuk memastikan penampilannya sudah benar-benar oke.

Yang namanya perempuan walaupun tidak hobi berdandan sekalipun, tidak akan bisa lepas dari yang namanya cermin.

Setiap kali bertemu cermin pasti bawaannya ingin ngaca terus.

Percepat saja, kini sepasang suami istri itu sudah berada di kampus. Kedatangan Mentari langsung disambut gembira oleh Sahabatnya Arumi.

"Udah kuliah aja lo, udah sembuh emang?" tanya Arumi saat Mentari sudah berdiri di sampingnya.

"Alhamdulillah, Rum. Aku udah lebih baik dari kemarin. Aku nggak mau libur selagi aku masih kuat," jawab Menteri.

'Aku nggak mau libur karena itu bisa aja mempengaruhi beasiswa aku, Rum,' sambung Mentari dalam hati.

Mentari tidak ingin kehilangan beasiswa yang sudah susah payah ia dapatkan. Apa lagi sekarang kalau sampai beasiswa Mentari dicabut ia tidak akan bisa kuliah lagi karena tidak ada biaya.

"Ngapain masih pada berdiri disini? Ayo kita anter kalian dulu!"

Mentari dan Arumi terlonjak kaget saat Alzi tiba-tiba datang seperti setan.

"Nggak usah dianterin juga keles. Kita bukan anak kecil yang harus kalian anterin." Arumi menatap Alzi malas karena menurutnya Alzi terlalu lebay.

"Kalian kita anter sampai ke kelas dan kita nggak terima penolakan. Istri gue habis sakit jadi gue harus anter dia dan mastiin dia aman sampai ke kelas."

Arumi melotot mendengar Gala begitu berani menyebut istri di tempat seramai ini.

"Heh, biji kedondong! Lo nggak takut kalau ada yang denger ucapan lo? Ini di kampus, goblok."

Gala memutar bola matanya ke atas. "Gua sama Mentari udah putusin kalau kita berdua nggak akan rahasiain pernikahan kita dari siapapun," balas Gala memasang tampang yang sungguh menyebalkan di mata Arumi.

"Yaudah ayok!"

Malas meladeni Gala lagi, akhirnya Arumi menggandeng tangan Mentari dan berjalan lebih dulu menuju kelas mereka diikuti Gala dan Alzi dari belakang layaknya bodyguard.

Tak butuh waktu lama, kini mereka berempat sudah sampai didepan pintu kelas Arumi dan Mentari.

"Makasih ya, Kak Gala sama Alzi udah anterin kita!" tutur Mentari dengan senyum ramahnya dan juga suaranya yang lembut membuat hati siapa saja yang mendengarnya langsung adem.

"Sama-sama, Sayang! Belajarnya jangan terlalu diforsir dulu, okey! Kakak nggak mau kamu sakit lagi." Gala ikut tersenyum, tangan kanannya terangkat untuk mengacak rambut panjang Mentari.

Mentari mencium punggung tangan Gala, rutinitas suami istri pada umumnya. "Kakak nggak usah khawatir! Tari bisa kok jaga diri."

Alzi menatap iri keuwauan sepasang pengantin baru tersebut. merasa tak mau kalah dari Gala ia ikut mengulurkan tangan kanannya ke hadapan Arumi.

"Apaan?" tanya Arumi dengan dahi yang berkerut samar.

"Ck!" Alzi berdecak kesal. "Masak kayak gini aja kamu nggak paham sih?" protes Alzi.

Arumi menatap datar Alzi karena dirinya sudah kesal. "Aku bukan dukun yang harus tau kode-kodean dari kamu," sembur Arumi dengan gigi yang ia katup kan seakan begitu emosi dengan tingkah Alzi yang selalu ada-ada saja.

Arumi memang bukan cewek menye-menye yang selalu ingin dimanja oleh kekasihnya. Justru dalam hubungan mereka, Alzi lah yang sering ingin dimanja Arumi seperti balita.

"Cium juga tangan aku! Masak kayak gitu aja kamu nggak peka?"

Plak

"Awwws! Sayang sakit," pekik Alzi saat tangannya ditampar tanpa rasa kasihan oleh Arumi.

"Enak aja minta cium tangan segala. Ingat Tuan Muda Abraham ! Kita ini masih belum muhrim kalau kamu lupa?"

Alzi langsung melempem melihat tatapan Arumi yang menatap dirinya dengan tajam.

"Jangan marah-marah juga kali, Ayang! Kalau kamu mau aku halalin sekarang yah tinggal bilang aja. Nanti sore aku bakal dateng kerumah kamu buat lamar kamu."

Arumi menatap gemas Alzi serasa ingin mencakar Alzi saat ini juga. "Enak aja itu mulut mau halalin aku. Rebut dulu perusahaan dari Om kamu kalau kamu mau nikahin aku. Kalau enggak sorry banget, Sayang! Aku belum siap kamu ajak hidup melarat."

Alzi ternganga mendengar celotehan panjang kali lebar yang keluar dari bibir kekasihnya.

"Kamu nggak mau kalau seandainya kita hidup sederhana aja? Terus kalau sampai aku nggak berhasil ambil alih perusahaan atau tiba-tiba perusahaan bangkrut, gimana?" Alzi mencecar Arumi denger berbagai pertanyaan.

Sungguh Alzi jadi ketar ketir kalau dirinya hidup susah Arumi tidak jadi mau ia nikahi.

"Ya enggak lah, perempuan mana coba yang mau diajak hidup melarat?" balas Arumi tanpa beban membuat Alzi semakin melebarkan matanya.

"Ada tuh, si Mentari." Alzi menunjuk Menteri yang menonton perdebatan keduanya bersama Gala. "Dia mau nikah sama Gala padahal Gala masih miskin," lanjutnya membuat Arumi tertawa kencang.

Ternyata mengerjai kekasihnya ini menyenangkan juga. Mana mungkin Arumi memandang Alzi dari hartanya saja.

"Baperan banget sih jadi cowok? Haha udahlah, pergi sana! Dosen kita udah muncul tuh." Arumi tertawa sepuas hati dan menunjuk seorang pria buncit berkepala plontos berjalan kearah kelas mereka.

Alzi justru menatap datar Arumi yang saat ini masih tertawa keras hingga mata gadis itu berair.

"Tunggu pembalasan dari saya, nona Arumi."

Setelah mengatakan itu Alzi langsung pergi dari sana denger membawa hatinya yang begitu dongkol karena perbuatan Arumi di pagi hari seperti ini.

Gala hanya menggelengkan kepalanya melihat ketidak jelasan sepasang kekasih itu. Bukan hal baru lagi bagi dirinya dan Mentari melihat segala kelakuan Alzi dan Arumi.

"Sayang, Kakak pergi dulu ya." Setelah mengecup kening Mentari Gala pergi dari sana menyusul Alzi yang belum terlalu jauh.

Arumi juga mengajak Mentari untuk memasuki kelas karena Dosen mereka juga hampir sampai.

Sepeninggal Mentari dan Arumi, para siswi yang tadinya tak sengaja melihat Gala mencium kening Mentari jadi bergosip seketika.

"Kenapa interaksi mereka udah kayak suami istri aja ya? Kak Gala cium kening Mentari dan tadi juga Mentari cium tangan Kak Gala."

"Aneh banget. Kalau iya mereka udah nikah, tapi kapan?"

"Apa jangan-jangan---"

Para perempuan yang menghibahkan Galaksi dan Mentari saling pandang dengan mata melotot.

"Apa kita sepemikiran?" tanya salah satu dari mereka.

"Njir, nggak yakin gue orang baik-baik kayak merek malah kayak gitu."

"Yee.. mana tau aja 'kan? Jaman sekarang yang diam-diam kayak gitu tuh yang lebih mematikan."

Mungkin mereka mengira Mentari hamil diluar nikah.

Begitu orang-orang saat ini. Menebak sesuai isi pikiran mereka tanpa tahu masalah sebenarnya seperti apa.

Seorang gadis yang kebetulan lewat tersenyum puas mendengar ghibahan mereka.

"Mampus lo Mentari! Kalau bisa makin buruk reputasi lo di kampus ini dan berakhir beasiswa lo dicabut dan nggak bisa kuliah lagi."

Dia adalah Fania, adik tiri Mentari yang berbahagia diatas luka Mentari dan kini masih punya niat buruk untuk menghancurkan Mentari.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status