Share

Bab 2

Lagi-lagi tubuhku membeku, ketika kulihat ternyata ATM-ku telah berhasil ia bekukan. Bahkan seluruh isi tabunganku telah habis, ia memindahkan semua uangku ke dalam kartu yang beratas namakan Namira Sahira.

Gila. Ini benar-benar gila. Mana mungkin istriku bisa secerdik ini? Bukankah ia hanya ibu rumah tangga biasa yang bisanya hanya menjaga anak dan ibuku di kampung?

“Bagaimana? Bukankah rumah ini pun juga atas namaku? Apa anda akan tetap setia dengan pria tak bermoral ini, Nona?”

Beberapa saat aku terdiam, berusaha mencerna keadaan saat mengetahui bahwa kini istriku telah berubah menjadi sangat garang. Hingga aku teringat akan sesuatu, bahwa Namira memegang surat kuasa atas seluruh kartu ATM-ku. Sebelum kejadian naas ini terjadi aku memang selalu memprioriaskan Namira, semua aset aku atas namakan dirinya. Bahkan ia pun juga memegang surat kuasa atas nomor rekeningku. Aku tak mengira bahwa hal itu ternyata kini menjadi boomerang untukku sendiri. Itu lah sebabnya ia bisa dengan gampangnya membekukan rekening milikku. Namun, aku tak yakin bahwa ia dapat melakukan hal itu sendiri. Mana mungkin Namira bisa berubah secerdik ini dalam waktu yang sangat singkat? Kebersamaanku dengan Namira bukan waktu yang sebentar, aku tahu betul bagaimana sifatnya. Lalu, kenapa sekarang dia bisa berubah seperti ini? Sungguh aneh jika dia bisa berubah segarang ini dalam waktu satu bulan.

Aku melirik Bella sekilas, berusaha meyakinkan hatiku sendiri bahwa dia tidak akan meninggalkanku dalam keadaan apapun. Mana mungkin aku salah memilihnya menjadi istri kedua? Jika dia tak baik, aku tak akan mau menjadikannya madu untuk Namira. Karena sudah sepantasnya bukan kalau aku harus bersanding dengan wanita yang baik.

“Bagaimana, Nona? Kenapa diam saja? Mau mundur atau ….”

“Tidak! Aku tidak akan mundur. Jika kamu mengira bahwa aku akan meninggalkan Mas Rey, kamu salah. Aku akan tetap ada di sampingnya, ada atau tidak ada dirimu,” tutur Bella membuat hatiku berbunga. Tepat seperti yang aku perkirakan, dia adalah wanita yang baik.

Aku bernafas lega ketika Bella melingkarkan tangannya di lenganku, aku seperti memiliki seribu kekuatan baru. Setidaknya untuk mendamaikan kedua istriku ini, terlebih Namira. Karena sungguh aku tidak ingin kehilangan keduanya.

“Hahaha … Baiklah, itu artinya kini aku memiliki teman untuk mengurusmu, iya kan, Mas?” ucap Namira tak gentar, membuatku lagi-lagi dibuat terkejut olehnya.

Aku hanya mengangguk sekilas tanpa menatapnya, karena aku rasa wanita yang kini berdiri di depanku ini bukanlah Namira yang kunikahi sepuluh tahun yang lalu menggunakan seperangkat alat sholat dan uang dua ratus ribu.

“Yaudah, ayo kita masuk kamar, Mas. Aku capek, pengen buka-buka barang belanjaanku juga,” kata Bella membuyarkan lamunanku.

Bak kerbau yang dicucuk hidungnya aku hanya berjalan mengekor Bella dengan membawa begitu banyak barang belanjaannya. Padahal sebelum ini aku paling anti jika harus berjalan di belakang Namira. Sungguh, Bella mengubah banyak hal tentangku.

“Ets, mau kemana kalian?” hardik Namira ketika kami sampai di depan pintu kamar.

“Mau ke kamar lah, kamu kira ke mall lagi?”

“Namira, sudahlah. Biarkan kami istirahat, seharian ini aku sudah lelah menemani Bella belanja di mall,” kilahku saat Namira berjalan ke arahku.

“Enak saja kamu bicara. Kamu pikir aku nggak capek? Kamu enak jalan-jalan sama wanita itu, sedangkan aku harus rela meninggalkan anak-anak untuk membongkar kelakuan buruk kalian.” Namira berdiri tepat di hadapanku dan Bella, ia masuk terlebih dahulu ke dalam kamar lalu mengeluarkan baju-baju beserta semua alat make-up Bella, “keluar dari kamarku, ini kamar utama dan hanya aku yang boleh menempatinya,” tandas Namira membuat Bella naik pitam saat alat-alat make-upnya dilempar secara kasar oleh Namira.

“Lancang kamu, ya. Beraninya kamu melempar barang-barang mahalku, bahkan kamu sendiri pun tak akan mampu membelinya!” bentak Bella kasar.

“Nay, jaga sikapmu. Tidak seperti ini caramu memperlakukan Bella. Bagaimana pun juga dia ini juga istriku!” ucapku membela Bella.

Namun, sekali lagi ternyata perkataanku tak diindahkan oleh Nay, panggilan sayangku untuknya. Dengan beringasnya ia masih saja melemparkan seluruh isi dalam lemari yang Bella tempati dua bulan belakangan ini.

“Lalu, menurutmu harus bagaimana aku memperlakukan seorang pelakor sepertinya? Apa dia sungguh tak punya harga diri dengan menikahi seorang lelaki yang sudah beristri? Atau dia tidak tahu kalau kamu sudah beristri? Bahkan katak pun akan tertawa jika alasan itu yang akan kamu katakan, mana mungkin wanita seperti ini tidak mencari tahu latar belakangmu terlebih dahulu? Aku pun yakin umur kalian terpaut amat jauh? Ah … sungguh malang nasibmu, Nak. Bahkan kamu lebih pantas menjadi adik angkat kami,” celoteh Namira membuat dadaku kembang kempis. Darimana keberanian yang ia tunjukkan sejak tadi? Dia benar-benar telah berubah rupanya.

Pada akhirnya aku menarik kasar Bella, lalu masuk ke dalam kamar tamu satu yang kosong. Ia memberontak, tak terima dengan perkataan Namira. Namun sebisa mungkin aku segera meredam emosinya, meski sejujurnya hatiku sendiri pun juga panas dengan perkataannya.

“Tenang, kuasai dirimu. Mengalah bukan berarti kalah. Kamu tetap menjadi pemenang hatiku. Namira kita urus nanti, istrirahatlah. Aku akan mengambil semua barang-barang yang baru saja dikeluarkan oleh Namira dari kamar utama,” ucapku membujuk Bella.

Syukurlah, Bella menuruti kata-kataku dengan lantas duduk dan membuka gawainya.

Huuffhh haahhh

Semoga saja ini bukan menjadi permulaan penderitaanku, karena aku hanya menginginkan sebuah kenyamanan dengan memiliki dua istri.

**

“Mas, skincare-ku habis. Nanti habis kerja belikan, ya?” rengek Bella ketika aku baru selesai memakai baju kerja.

Setelah kejadian besar kemarin sore pada akhirnya hatiku sedikit tenang, karena Namira tak lagi mencari gara-gara denganku. Oh iya, aku hampir saja lupa menanyakan tentang kedua anak dan juga ibuku. Jika Namira datang kemari, bersama siapa mereka di kampung? Awas saja jika ibuku sampai tak terurus, aku akan melakukan hal yang tak ia bayangkan.

“Bel, darimana aku bisa dapat uang untuk beli skincare jika seluruh uangku saja sudah di kuras habis oleh Namira?” sanggahku dengan membetulkan kemeja biruku.

Kulirik sekilas bibirnya mengerucut, lalu mendudukkan tubuhnya disisi ranjang. Ia terlihat sangat menggemaskan jika sedang merajuk seperti itu.

“Halah, Mas. Aku tahu kamu masih punya satu ATM cadangan yang tak diketahui istrimu, kan? Kamu sendiri yang mengatakannya semalam,” ucapnya membuatku terdiam.

Sepertinya kini aku melakukan kesalahan lagi, dengan mengatakan semua rahasiaku pada Bella. Belum juga berganti bulan, ia sudah menggunakan hal itu sebagai senjata utamanya. Apakah memang seperti inikah memiliki dua istri? Digerogoti dari segala arah? Astaga, bodohnya diriku yang hanya memikirkan enaknya saja.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status