Menyesal Usai Mendua

Menyesal Usai Mendua

Oleh:  Jingga Amelia  Baru saja diperbarui
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
1 Peringkat
23Bab
1.7KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Istriku sengaja kusuruh di kampung untuk mengurus anak-anak dan ibuku yang sakit sedangkan aku memilih menikah lagi di kota. Gagasan yang bagus, bukan? Semua itu memang pantas kudapatkan. Ibuku terjaga, anak-anakku aman, dan di kota aku juga memiliki istri baru sudah terwujud. Rasanya dunia ini tanpa beban sedikitpun. Namun ternyata, semua itu tak berselang lama saat istriku tiba-tiba datang ke kota dan membawa beberapa bukti yang membuatku tak berkutik. Aku tak menyangka jika istriku yang polos itu bisa berubah segarang ini.

Lihat lebih banyak
Menyesal Usai Mendua Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Yani Kurnia
ceritanya bagus
2024-04-30 07:16:15
0
23 Bab
Bab 1
"Maaf, Pak. Kartunya tidak bisa, ada uang cash saja tidak?" ucap kasir toko ketika aku hendak membayar barang belanjaan Bella, istri mudaku."Hah? Tidak bisa? Coba lagi, Mbak," kataku sedikit panik, karena kulirik dari ekor mataku Bella sudah menunggu bersama teman-teman sosialitanya di ujung sana."Maaf, tetap tidak bisa. Ada uang cash saja?" tanyanya sekali lagi, membuat pelipisku tiba-tiba saja basah oleh keringat.Mana mungkin kartuku tidak bisa? Padahal kemarin sore masih bisa kupakai transfer uang bulanan untuk Namira, istri tuaku di kampung.Ya, sudah dua bulan ini aku menikah siri dengan Bella, tanpa sepengetahuan Namira tentunya. Kalau aku jujur, sudah pasti dia tak akan memperbolehkanku menikah lagi. Jabatanku setengah tahun ini naik menjadi manager keuangan. Sedangkan aku terpisah jauh dari Namira karena ia harus mengurus ibuku yang mulai menua di kampung, hal itu membuatku mau tak mau harus menikah dengan Bella agar ada yang menemani hari-hariku.Lagipula Namira sudah sibu
Baca selengkapnya
Bab 2
Lagi-lagi tubuhku membeku, ketika kulihat ternyata ATM-ku telah berhasil ia bekukan. Bahkan seluruh isi tabunganku telah habis, ia memindahkan semua uangku ke dalam kartu yang beratas namakan Namira Sahira.Gila. Ini benar-benar gila. Mana mungkin istriku bisa secerdik ini? Bukankah ia hanya ibu rumah tangga biasa yang bisanya hanya menjaga anak dan ibuku di kampung?“Bagaimana? Bukankah rumah ini pun juga atas namaku? Apa anda akan tetap setia dengan pria tak bermoral ini, Nona?”Beberapa saat aku terdiam, berusaha mencerna keadaan saat mengetahui bahwa kini istriku telah berubah menjadi sangat garang. Hingga aku teringat akan sesuatu, bahwa Namira memegang surat kuasa atas seluruh kartu ATM-ku. Sebelum kejadian naas ini terjadi aku memang selalu memprioriaskan Namira, semua aset aku atas namakan dirinya. Bahkan ia pun juga memegang surat kuasa atas nomor rekeningku. Aku tak mengira bahwa hal itu ternyata kini menjadi boomerang untukku sendiri. Itu lah sebabnya ia bisa dengan gampang
Baca selengkapnya
Bab 3
“Rey, kemarin Namira ke kota. Katanya ada hal penting. Ada apa? Kenapa belum pulang sampai sekarang? Apa kalian ada masalah?”Tubuhku membeku saat ibu menanyakan tentang Namira. Aku harus bilang apa? Apa aku harus jujur tentang masalah pelik yang sedang kuhadapi?Tapi tunggu … Ibu bertanya tentang Namira? Itu artinya ia belum tahu yang sesungguhnya? Namira tidak menceritakan apa yang terjadi denganku? Ah, syukurlah setidaknya ia masih memiliki sedikit perasaan dengan tidak menceritakan yang sebenarnya pada ibuku.“Pekerjaan Rey baik, Bu. Doakan lancar terus, ya,” kataku mengalihkan pembicaraan.“Rey … Kenapa pertanyaan ibu tidak dijawab? Ibu tanya Namira, loh. Tidak tanya tentang pekerjaanmu,” ucap ibu tak terima dengan jawabanku."Em ... A-anu, Bu. Namira katanya kangen sama Rey, Rey juga menyuruhnya datang ke kota. Tapi mungkin dia nggak bakal lama kok, Bu," jawabku berkilah, berharap ibu akan percaya dengan alasanku."Yang bener? Biasanya juga kamu yang pulang, atau kalau nggak ana
Baca selengkapnya
Bab 4
"Astaga. Ibu ... Bagaimana bisa Ibu ada di sini," gumamku lirih saat Namira membukakan pintu untuk orang yang paling aku cintai di dunia ini.Setelah penolakanku kemarin saat Namira mengajakku pulang, tak tahunya hari ini ibu datang kemari. Si*l ... Seperti makan buah simalakama saja. Bergerak kesegala arah terasa keliru."Dengar. Kamu boleh memperlakukanku seperti ini, Mas. Tapi jangan lupa akan karmamu, bahwa yang melahirkanmu itu juga seorang wanita. Bagaimana bisa kamu juga menyakiti hati seorang wanita yang telah melahirkan anak-anakmu?" Masih terngiang jelas di telingaku saat Namira mengatakan hal itu kemarin."Halah, bisanya ceramah aja. Udah Mas, jangan pedulikan dia. Toh pernikahan kita juga sah di depan penghulu, dan aku tak masalah jika hanya dinikahi secara siri," ucap Bella menimpali, membuatku sedikit membumbung tinggi karena pembelaannya.Namira tak bergeming, ia menatap madunya bengis. Belum pernah aku melihatnya dengan tatapan seperti itu. Menyeramkan."Cukup Namira.
Baca selengkapnya
Bab 5
Dadaku berpacu begitu cepat, saat tiba-tiba saja Bella keluar kamar dengan pakaian kurang bahannya. Ia juga mengajakku pergi ke salon saat ibu baru saja tiba di rumah.Keringat dingin mulai membasahi dahiku, sedangkan kulihat Namira tersenyum tipis ke arahku. Persis seperti senyuman mengejek."Rey, kok nggak jawab?" tanya ibu lagi ketika aku terdiam saat ibu bertanya tentang Bella."Em ... Ini, anu, Bu ....""Oh, ini mertuaku? Kenalkan, Bu. Saya istri Mas Rey juga, yang artinya adalah menantumu juga, namaku Bella Cantika," sahut Bella tak terkendali, membuatku sekali lagi hampir saja jantungan.Ibu terperanjat, begitu juga makcik yang berdiri di sisi ibu. Tak terkecuali anak perempuanku yang ada dipelukan ibunya, ia sontak melepaskan pelukannya dan menatapku lekat.Usianya sudah menginjak sembilan tahun, sedikit banyaknya ia pasti tahu apa yang sedang terjadi atas perkataan Bella beberapa saat yang lalu. Ya Tuhan, andai aku bisa memutar waktu pasti aku tak akan melakukan kesalahan bod
Baca selengkapnya
Bab 6
Hingga dini hari, kedua mataku masih saja belum mau terpejam. Pikiranku masih memikirkan paket siang tadi untuk Namira. Hatiku berkecamuk, menerka-nerka siapa Leo itu.Malam ini Bella tidur lebih awal, katanya kepalanya pusing semenjak kehadiran ibu. Sedangkan Makcik pulang ke kampung sore tadi. Sebenarnya aku berharap ibu dan kedua anakku mau menerima Bella seperti kehadiran Namira, tapi rasanya hal itu masih sangat mustahil. Mengingat sikap Kirani dan Zafar ketika berhadapan dengan Bella, mereka sama sekali tak bisa bersikap baik.Akhirnya aku memutuskan keluar kamar hendak mengambil minum di dapur. Namun, aku seperti mendengar seseorang tengah menangis sesegukan di mushola rumah. Tanpa pikir panjang lagi aku lantas mendekat ke arah mushola dan melihat apa yang sedang terjadi.Betapa terkejutnya ketika kulihat ibu duduk bersimpuh dengan linangan air mata, ia menangis sesegukan dengan menyebut namaku. Seketika itu juga hatiku hancur, bagai disayat sembilu ketika melihat ibu menangis
Baca selengkapnya
Bab 7
[Mas, cepet pulang, ya. Sumpah aku di rumah capek banget. Ibumu emang nggak ada akhlak seharian nyuruh-nyuruh aku terus]Jam kerjaku belum juga selesai, Bella sudah mengirimkan pesan menggelikan. Seharusnya ia bahagia bukan? Ibu sudah mau bicara dengannya meskipun dengan dalih menyuruh. Itu artinya ibu sudah mulai membuka hati untuknya. Tapi kenapa Bella malah marah? Harusnya dia sabar sedikit supaya bisa meraih hati ibu sepenuhnya.Kubalas pesannya dengan emotikon jempol dan cium, lalu kembali meneruskan pekerjaanku yang belum selesai. Sejak Namira menarik semua uangku, aku merasa seperti pekerjaanku ini sia-sia saja. Kerja dari pagi sampai sore, lelah, tapi kini uangku ditarik olehnya. Sungguh mengenaskan.Ah, tapi tidak masalah. Yang penting sedikit banyak aku masih bisa menyisihkan uang di ATM tersembunyiku meski jumlahnya tak lebih dari sepuluh juta. Itu pun kemarin sudah digerogoti Bella ketika mengajak ke salon.Tak masalah bagiku, yang penting Bella senang, hari-hariku berwarn
Baca selengkapnya
Bab 8
Kusandarkan tubuhku di sisi jendela kamar yang terbuka, sedangkan Bella masih terduduk diam di atas ranjang. Tak sepatah katapun terucap sejak kepulanganku sore tadi. Terlebih setelah berdebat dengan ibu.Huufftt haaahhKini aku merasa menjadi seorang anak yang durhaka. Demi seorang wanita aku tega membentak ibuku sendiri. Ya Tuhan ... Tolong maafkan aku yang telah tega menggores hati wanita yang telah melahirkanku."Foto apa, Bu?" tanyaku saat ibu menjelaskan perihal kepergian Namira.Ibu diam, kemudian pandangan kami teralihkan pada Bella yang ikut masuk ke dalam kamar utama tempatku berbincang dengan ibu."Tanyakan padanya," sahut ibu dengan menatap tajam wanita yang kucintai dua bulan terakhir ini.Kepalaku rasanya mau pecah, saat penatku di kantor belum hilang tapi sudah berganti dengan masalah pelik di rumah. Padahal harapanku akan bahagia dengan menikahi Bella dan tetap mempertahankan Namira. Tapi ternyata aku salah."Bel, foto apa?"Bella memandangku dan ibu secara bergantian,
Baca selengkapnya
Bab 9
Berulang kali aku mengetik kemudian kembali menghapus kata di dalam layar ponselku. Hatiku bimbang, ketika ingin mengirimkan pesan pada kedua orang tua Namira di kampung. Jika bukan ke kampung, kemana dia pergi? Di kota dia sama sekali tidak tahu arah, rasanya aneh jika dia tidak pulang ke rumah.Namun, jika aku mengirimkan pesan pada ibu dan menanyakan keberadaannya pasti kedua orangtuanya akan tahu apa yang telah terjadi padaku dan Namira. Jika mereka tahu, bisa saja mereka menyuruhku bercerai dengan anaknya. Oh ... Jangan sampai. Aku mencintai Namira, mana mungkin aku bisa bercerai dengannya.Bagaimanapun caranya, aku harus membuat kedua istriku berdamai dan hidup berdampingan. Mereka berdua sangat berarti untukku. Lagipula jika aku sampai berpisah dengan Namira, pasti anak-anak akan dibawa serta olehnya dan aku tak akan sanggup jika harus berpisah dari anak-anak.Kutatap nanar sebuah bingkai foto yang terpasang indah di atas meja kerjaku, foto saat kami baru saja melangsungkan aca
Baca selengkapnya
Bab 10
"Sial!" Aku mengumpat dengan memukul setir kemudi keras saat mobil merah yang kuikuti sejak tadi berbelok arah ke kanan sedang aku harus terhenti karena lampu lalu lintas yang menyala warna merah.Jika itu Namira, bagaimana bisa dia berdandan seperti itu? Lagi pula itu mobil siapa? Lalu, siapa pria itu?Kuambil ponsel yang tersimpan di saku, lalu menekan nomor Namira cepat. Kudekatkan benda pipih itu ke telinga tapi tak sekalipun ia berdering."Nomor yang anda tuju sedang tidak dapat dihubungi"Lagi-lagi aku mengumpat keras, ketika nomor Namira masih saja belum bisa dihubungi. Ada apa ini? Apa aku hanya salah lihat? Tapi wanita tadi benar-benar sangat mirip dengan Namira.Lampu hijau menyala, membuatku mau tak mau harus berbelok arah dan kembali pada perjalananku ke rumah. Hampir sepuluh menit aku mengikutinya namun semua hanya berakhir sia-sia.**Kuparkirkan mobil fortuner hitamku di garasi, lalu turun dan berniat hendak beristirahat setelah lelah seharian ini. Kulihat Kirani dan Za
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status