Share

Bab 4

"Astaga. Ibu ... Bagaimana bisa Ibu ada di sini," gumamku lirih saat Namira membukakan pintu untuk orang yang paling aku cintai di dunia ini.

Setelah penolakanku kemarin saat Namira mengajakku pulang, tak tahunya hari ini ibu datang kemari. Si*l ... Seperti makan buah simalakama saja. Bergerak kesegala arah terasa keliru.

"Dengar. Kamu boleh memperlakukanku seperti ini, Mas. Tapi jangan lupa akan karmamu, bahwa yang melahirkanmu itu juga seorang wanita. Bagaimana bisa kamu juga menyakiti hati seorang wanita yang telah melahirkan anak-anakmu?" Masih terngiang jelas di telingaku saat Namira mengatakan hal itu kemarin.

"Halah, bisanya ceramah aja. Udah Mas, jangan pedulikan dia. Toh pernikahan kita juga sah di depan penghulu, dan aku tak masalah jika hanya dinikahi secara siri," ucap Bella menimpali, membuatku sedikit membumbung tinggi karena pembelaannya.

Namira tak bergeming, ia menatap madunya bengis. Belum pernah aku melihatnya dengan tatapan seperti itu. Menyeramkan.

"Cukup Namira. Hargai keputusanku, dan kalau perlu bantu aku untuk menjelaskan pada Ibu tentang status yang kini tengah kusandang."

Emosiku memuncak, melihat tiga hari ini Namira berubah menjadi garang dan tak terkendali. Aku yakin ada sesuatu dibalik semua ini. Mana mungkin dia berubah sedrastis ini dalam kurun waktu yang sangat singkat?

"Dasar wanita nggak tahu diuntung. Masih untung Mas Rey mau denganmu, bukannya bersyukur malah kaya gini." Sekali lagi Bella menimpali perkataanku.

Selangkah Namira mendekat, lalu menampar keras pipi Bella keras hingga terhuyung ke samping.

"Dengar juga jal*ng. Silahkan kamu menikmati lelaki ini, asal kamu mau hidup susah dengannya. Bahkan semua isi ATM-nya telah kukuras, semua asetnya pun juga atas namaku. Aku pun tak akan menceraikan lelaki ini agar tak sepeserpun harta gono gini jatuh kepada kalian!" tandas Namira lantang, membuatku terlonjak kaget.

"Hahaha ... Kalau kamu nggak mau cerai, biar Mas Rey yang menceraikanmu. Terima saja nasib burukmu, Namira."

Astaga! Apalagi ini ... Kepalaku hampir saja mau pecah dengan pertengkaran ini. Mana mungkin aku bisa menceraikan Namira? Nama baikku di perusahaan akan jatuh jika sampai mereka tahu aku cerai karena alasan orang ketiga. Lagi pula bagaimana nasib ibu? Siapa yang akan mengurusnya jika bukan Namira? Bella? Aku yakin ia tak akan mampu.

"Tanyakan pada lelakimu itu. Berani atau tidak dia menceraikanku!" pungkas Namira dengan menatapku lekat.

Sedetik kemudian Bella beralih menatapku, seolah ia berharap bahwa aku akan mengatakan persetujuan menceraikan Namira.

"Ti-tidak bisa. Aku tidak bisa cerai dengan Namira. Tolong, mengertilah ...." ucapku dengan raut wajah memelas, berharap Bella akan paham akan keinginanku.

"Satu kosong, Nona. Aku permisi dulu, ada hal penting yang mau aku lakukan," lanjut Namira dengan melangkah menjauh dariku, "oh, ya, suamiku ... Jangan lupa akhir bulan ini biaya sekolah Kirani, ya. Dua juta lima ratus ribu."

Mulutku menganga, seluruh uangku telah habis ia tarik. Sedangkan gajiku hanya kisaran delapan juta. Jika angsuran rumah satu juta lima ratus, biaya sekolah Kirani dua juta lima ratus, jatah bulanan ibu lima ratus ribu, jatah bulanan Namira satu juta lima ratus, tinggal tiga juta saja. Mana cukup untuk hidup satu bulan. Belum lagi kebutuhan Bella, dua hari yang lalu saja sekali belanja dia menghabiskan hampir dua juta. Bisa mati berdiri jika terus-terusan seperti ini.

Namira berjalan menjauhiku dan Bella yang masih berkacak pinggang. Aku tahu bahwa Bella terlihat sangat marah dengan Namira, tapi aku bisa apa? Selain berusaha mendamaikan kedua istriku itu.

Setengah jam berlalu, Namira tak kunjung masuk ke dalam rumah. Aku yang merasa sangat penasaran akhirnya memberanikan diri berdiri di ambang pintu dan melihat apa yang sedang Namira lakukan di luar sana.

Betapa terkejutnya ketika kulihat ia tengah mengobrol dengan seseorang lewat sambungan telepon. Ia tampak bahagia dan tersenyum lepas. Segera kutajamkan pendengaranku dengan mendekatkan daun telinga ke arah Namira yang berdiri sekitar tujuh meter di hadapanku.

"Iya ... Beruntungnya aku bisa mengenalmu. Kalau nggak ada kamu, aku nggak bakal sekuat ini. Mungkin saat ini aku masih nangis-nangis nggak jelas gara-gara ulah Mas Rey," ucapnya membuatku mengernyitkan dahi.

Dia bicara dengan siapa? Sepertinya asik sekali. Juga kudengar ia menyebut namaku.

"Makasih, ya. Semua ini berkat kamu. Kamu tenang aja, aku bakal mempertahankan apa yang sudah seharusnya menjadi milikku. Kamu tidak perlu khawatir, Leo."

Deg

Leo? Bukankah Leo itu nama lelaki?

Dadaku kembang kempis. Membayangkan betapa seringnya Namira berhubungan dengan orang itu hingga terlihat sangat akrab seperti ini. Berani sekali jika Namira memang telah bermain api di belakangku.

Aku lantas beranjak meninggalkan Namira yang masih berdiri di teras dan mengobrol hangat dengan pria yang ia sebut Leo tersebut. Bisa atau tidak aku harus cari tahu. Siapa Leo itu!

"Rey ... Ibu datang," teriak ibu membuyarkan lamunanku tentang kejadian semalam. Kejadian semalam saja sudah membuatku begitu pening, siapa Leo dan bagaimana bisa pria itu mengenal Namira. Apa mungkin dia juga yang sudah mengajari Namira untuk bertindak garang dan membangkang kepadaku? Jika iya, awas saja. Aku akan mencari orang itu meski ke ujung dunia.

"I-iya. Ibu ... Kok Ibu ke sini? Sama siapa?"

"Sama Makcikmu, sama kedua anakmu. Habis Ibu menyuruhmu pulang kamu nggak pulang. Ibu rindu, lagian anak-anak juga sudah mulai mencari ibunya," terang ibu dengan melihat kedua anakku yang sudah berhambur dipelukan ibunya.

Ah, manis sekali pemandangan ini. 

"Seharusnya Ibu nggak usah repot-repot. Nanti Rey bakal pulang kalau udah libur, lagian Namira juga rencananya mau pulang hari ini. Iya kan, Nay?" ucapku asal, menutupi kegugupanku.

Namira melengos, "siapa bilang? Aku tidak bilang begitu," tandasnya santai.

"Mas, anterin aku ke salon, yuk. Rambut aku udah lepek, nih."

Kami semua menoleh ke arah sumber suara, saat tiba-tiba saja Bella datang dari arah kamar tamu. Seketika itu juga raut wajah ibu berubah ketika melihat Bella dengan pakaian kurang bahannya.

"Lho, dia siapa, Rey?" tanya ibu menyelidik.

Bagaimana ini? Aku harus jawab apa?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status