Share

Bab 6

last update Last Updated: 2022-12-16 12:00:23

Kenapa akhir-akhir ini perkataan ustadz Rahman seperti teka-teki bagiku. Sebenarnya apa maksud dari perkataannya?

Bukan karena aku tidak faham, aku faham bahkan sangat faham. Tapi maksud sebenarnya dari ucapannya itu apa?

Langsung saja aku membereskan kitab dan pergi ke kamar yang telah di persiapkan untuk kami.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam, Mas," jawab Janah yang datang dari arah berlawanan denganku.

"Kamu dari kebun pondok?" tanyaku padanya.

"I-iya, Mas," jawabnya terbata-bata.

"Kamu kan sedang ditanya Mas, Janah. Bukan lelaki yang bukan mahram. Kenapa harus gugup?" tanyaku kesal.

Kenapa sifat kita menikah, sikap Janah sangat berbeda. Bukankah harusnya menjadi lebih baik?

Sinta saja sangat baik, kenapa janah berbeda?

”Maaf, Mas. Iya tadi aku bersama santriwati dari kebun untuk mengambil sayuran,"

"Apa yang ada di tanganmu, Janah?"

"I-ini Mas, dari salah satu santriwati, katanya 'anggap saja sebagai kado pernikahan," jawabnya kikuk.

"Oh, dari santriwati. Ya udah, 'gak usah gugup begitu juga. Yuk masuk.

Dia pun mengekor di belakangku.

”Janah, Mas lapar,"

"Ya sudah, nanti aku minta santriwati, ya, Mas,"

"Mas mau Janah yang masak. Dari semenjak kita datang kesini kan, makan masakan santri," pintaku yang membuatnya langsung terdiam.

Lama kumenunggu jawabannya, sampai akhirnya dia bicara.

"Ba-baiklah mas, aku masakkan. Sebentar," dia langsung menaruh baju yang sedari tadi di pegangnya kedalam lemari dan menguncinya.

Kini aku yang di buatnya terdiam. Kenapa sampai harus langsung dikunci kalau tidak ada yang disembunyikan? Bukankah awalnya juga memang tidak dikunci, karena ada beberapa kitabku juga yang simpan di lemarinya.

"Mau makan apa, Mas?" tanyanya membuyarkan lamunanku.

"Terserah di dapurnya ada apa, masaklah itu selagi menyehatkan."

Tanpa menunggu aku bicara lagi, Janah berjalan keluar kamar dan berbelok ke arah dapur.

Kuhembuskan nafas panjang dan pikiranku menerka jauh.

Apakah aku telah su'udzon? Astagfirullah.

Tapi aku suaminya. Aku berhak tahu seperti apa pasangan hidupku.

Kudekati dan kutatap lama lemarinya itu.

'Baju apa yang tadi kamu sembunyikan dari Mas, Janah? Sebenarnya hal apa yang mencoba kamu tutupi agar Mas tidak mengetahuinya?' batinku bertanya-tanya.

Bismillah, kuputar kunci yang masih Janah gantungkan dalam tempatnya. Lemari pun terbuka dan memperlihatkan sebuah plastik bening dengan isi yang terlihat berwarna merah muda.

’Ambillah Fahmi, tenanglah. Janah istrimu. Tidak ada yang pantas seorang istri sembunyikan dari suaminya termasuk hal ini,' batinku meyakinkan.

Kucoba meraih bungkusan transparan itu, membukanya pelan.

Benar, memang sebuah baju.

Kembali aku membuka bungkusan kedua dan mengangkat kedua kerah baju tersebut keatas.

'Baju yang sangat cantik.'

Entah kenapa baju ini sama persis dengan model kesukaan Janah. Sebuah kaus tebal berwarna merah muda, berpita atas bawah dan lengan, juga ada tiba buah kancing. Tidak lupa juga dengan jahitan bunganya.

Aku ingat betul, bahwa Janah memang menyukai baju yang seperti ini. Tapi bagaimana mungkin para santriwati mengetahui baju kesukaan Janah? Bahkan ini yang pertama kalinya aku membawa dia kesini.

Ku lafadzkan istighfar dan dzikir, agar terhindar dari pemikiran yang negatif.

Ada rasa emosi yang hampir menguasai diriku. Pikiranku menerka jauh. Kulipat baju itu kembali dan memasukannya ke kantong itu lagi dan menyimpannya kembali kedalam lemari, tempat yang semula ketika aku mengambilnya.

Ketika aku mencoba merapikan baju Janah yang didalam lemari, ’tak sengaja aku menemukan sebuah kotak.

'Apa isi didalamnya?'

Dengan penuh rasa penasaran, aku mengambilnya.

'Maafkan hamba Ya, Allah.' batinku memohon ampun karena sudah ikut campur.

Tapi Janah adalah istriku, aku berhak untuk mengetahui semua tentangnya.

***

Darahku seketika mendidih melihat isi yang ada dalam kotak tersebut. Sebuah kemeja flanel berwarna abu-abu.

Dengan penuh emosi, kubanting baju tersebut.

"Kenapa, Mas?" tanya Janah dengan suara bergetar. Ternyata dia melihat apa yang aku lakukan.

'Apa yang kau sembunyikan dariku Janah?'

"Kenapa bertanya padaku, harusnya aku yang bertanya begitu. Apa maksud semua ini Janah?" tanyaku dengan nafas memburu.

"Apa yang membuatmu marah, Mas. Apa yang Mas maksud?" tanyanya yang seolah-olah tidak merasa bersalah.

"Jangan pura-pura tidak tahu. Apa maksud dari baju itu," tanyaku sambil menarik nafas dalam-dalam agar amarahku redup.

"Ini baju yang sudah aku siapkan untukmu, Mas," jawabnya sambil meraih kemeja yang aku lemparkan tadi.

"Kau tahu aku bukan seorang pejabat?"

"Tentu, Mas. Mas adalah seorang ustadz," jawab Janah polos. Tapi justru aku malah bertambah curiga.

"Kamu tahu Mas adalah seorang ustadz, tapi malah membelikan Mas sebuah kemeja?" tanyaku yang mengintrogasi.

"Anu-anu, Mas. Aku ingin melihat Mas menggunakan kemeja ini," ucapnya dengan meneteskan air mata. Tapi sayangnya aku tidak akan luluh semudah itu.

"Menggunakan kemeja ini? Apa kamu yakin Janah?" tanyaku dengan tatapan menyelidik.

Dia hanya mengangguk.

"Coba buka matamu lebar-lebar Janah, kemeja ini lebih kebesaran untuk Mas. Lihatlah. Meskipun panjang bajunya pas sama baju Mas, tapi tetap kebesaran. Badan Mas kecil, sementara baju ini dibuat untuk yang berbadan kekar. Jelas-jelas ini bukan ukuran Mas," jelasku pelan agar tidak sampai terdengar keluar.

"Apa? Mas mencurigaiku berselingkuh? Kenapa Mas? Apa selama ini aku tidak baik di mata Mas?" jawabnya dengan berurai air mata dan sedikit berteriak.

Jujur melihatnya seperti ini membuatku terluka.

”Bukan begitu Janah, Mas hanya ingin tahu yang sebenarnya."

”Jadi maksud, Mas aku berbohong? Begitu. Bukankah Mas yang selalu berbohong padaku. Dua tahun lalu Mas bilang ingin melamarku, tapi nyatanya malah menjadi hari pernikahan Mas dengan Mbak Sinta. Bahkan Diyah sampai tertembak kala itu dan kalian malah sengaja menyembunyikan masalah ini dari Mbak Sinta. Apa yang telah Mbak Sinta kobarkan untuk keluarga, Mas? Tidak ada."

Aku termenung mendengar makian Janah. Iya, kami semua sengaja tidak memberitahukan Sinta bahwa Diyah ditembak oleh Pak Adam, ayahnya. Dengan alasan takut dia tidak akan berbakti kepada sang Ayah dan malah akan membencinya.

Tapi kami juga tidak tahu alasan dibalik Pak Adam menembak Diyah. Karena perjanjian waktu itu Pak Adam akan membebaskan kami semua jika aku menyetujui untuk menikahi Sinta.

"Apa yang Mas harapkan dari Mbak Sinta? Apa? Bahkan memberikan keturunan saja tidak mampu." Lanjutnya.

Mendengar perkataan Janah langsung membuatku mengangkat kedua tangan dan mendarat sempurna di pipi mulus Janah.

"Jaga ucapanmu, Janah. Walau bagaimanapun Sinta adalah kakak madumu."

"Bahkan Mas tega menamparku? Demi siapa? Mbak Sinta lagi kan?" cecarnya padaku dan badannya terhuyung. Aku mencoba untuk membantunya, tapi dengan cepat dia menepis tanganku.

"Jangan sentuh aku, Mas!" Titahnya dan tidak lama mulutnya memuntahkan cairan putih beberapa kali dan pergi ke kamar mandi yang disamping.

'Ada apa dengan Janah? Apakah dia hamil?' batinku bertanya-tanya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Muhyati Umi
janah tidak lebih baik dari Sinta
goodnovel comment avatar
Umi Yati Khasanah
kenapa baru bisa buat buka lagi
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
janah itu nakal dn janah dh g parawan.klo kmu ingin tau jangan kmu sentuh dulu sampe bbrp minggu ada perubahan apa dgn diri nya jannah .
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Menyesal Usai Talak   Bab 74 Ending

    "Siapa orang jahat yang punya kemungkinan untuk melakukan rencananya?" Pak Adam tiba-tiba mendekat ke arah sang menantu yang serang stress karena menunggu proses istrinya yang tengah melahirkan."Loh, katanya Papa gak bisa dateng?" Sultan malah balik bertanya."Tidak mungkin Papa tak datang di saat Papa tahu kamu akan sibuk ke siapa setelah anakmu lagi." Pak Adam berdecak kesal."Tentu saja aku akan sibuk mengurus Sinta. Perihal anak, bisa punya lagi nanti. Kalau istri, tidak akan ada," jawabnya asal tetapi hal itu memang sudah diperkirakan oleh Pak Adam dan istrinya."Baiklah, sekarang jawab pertanyaanku yang tadi. Siapa orang yang punya kesempatan untuk melancarkan aksinya.""Renata," jawab Sultan cepat. "Aku mendapatkan laporan bahwa dia bertukar peran dengan kembaran yang sudah lama tidak diketahui identitasnya. Akan tetapi, orang itu bersedia untuk bekerja sama denganku. Jadi Papa tidak perlu khawatir.""Tetap saja kita harus waspada, karena boleh jadi dokter yang ada di dalam j

  • Menyesal Usai Talak   Bab 74

    "Benarkah hari ini dia melahirkan?" Renata yang sudah terlepas dari orang-orang yang mengurungnya di sebuah rumah tua mulai siap dengan rencana-rencana jahatnya.Bahkan, dia sudah mengganti dirinya dengan saudara kembar yang bahkan tidak tahu apa pun. Saudara yang menyayanginya dengan tulus, dia manfaatkan begitu saja.Setelah mendengar kenyataan bahwa ternyata dirinya bukan berasal dari keluarga kaya yang terhormat, dia langsung kecewa dan marah besar. Rupanya dia hanya anak angkat keluarga konglomerat, itu pun secara tak sengaja.Hal itu membuat dendam Renata semakin menjadi, tidak hanya kepada Sinta, namun juga Sultan. Kali ini dia berniat untuk membuat semua orang yang sudah membuatnya kecewa untuk membayar perbuatannya."Wah, betapa bahagianya aku karena pasangan yang aku anggap musuh akan segera mendapatkan rezeki nomplok. Enaknya aku melakukan apa, ya? Setidaknya sampai kedua orang itu tahu bahwa aku masih hidup," ucapnya girang.Saat ini, dia tengah berbicara di telepon denga

  • Menyesal Usai Talak   Bab 73

    Setelah beberapa hari dari pernikahan pasangan ’double S', hati Fahmi merasa tidak tenang. Dia merasa tidak enak kepada Habibah, adiknya ustadz Rahman sekaligus teman bermainnya sejak kecil.Tapi secara tiba-tiba, ustadz Rahman mengabarkan kalau Habibah sudah meninggal. Mereka semua terdiam dalam jangka waktu yang lama. Antara percaya dan tidak percaya.Alasan dibalik orangtunya dulu menjodohkan dengan Janah, tapi malah menikahkan Fahmi dengan Sinta karena Fahmi masih belum bisa mengambil keputusan.”Jadi bagaimana?" tanya Abah pada Fahmi yang masih saja diam menunduk. Semua keluarganya masih tidak ada yang berani bicara, sebelum Fahmi mengambil keputusan."Apa aku pantas?" Akhirnya dia bicara."Tentu saja. Jodoh adalah cerminan diri. Kau sudah berubah, berarti kau pantas bersanding dengan adikku,” jelas ustadz Rahman."Dulu, kau pernah bekerja sama dengan Renata, tapi sekarang dia dan keluarganya sudah pergi menjauh dari kehidupan kita. Bahkan keluarga Janah sudah mendekam di penjara

  • Menyesal Usai Talak   Bab 72

    Setelah membuat rusuh diwaktu lamaran mantan istriku, Sinta dan Sultan. Aku dibawa secara paksa menuju pondok khusus atas perintah Sultan. Siapa yang tidak tahu pondok khusus ini, aku pun sudah lama tahu.Bahkan selama ini aku selalu mencari-cari orang yang telah mendirikannya dan mengembangkan selama ini.Tapi hal yang membuatku sangat terkejut adalah orang yang kucari selama ini berada dekat denganku. Sungguh malu campur sesal kalau beberapa waktu ini aku sering bertengkar dengannya.Dan sangat membencinya.Tapi aku juga tidak bisa melepaskan rasa tidak sukaku meskipun dia adalah orang yang kucari. Di satu sisi aku bahagia dan bangga, tapi di sisi lain aku kecewa kalau ternyata dialah yang mengambil wanita yang yang dia sendiri tahu jelas kalau aku sangat mencintainya."Apa yang akan terjadi jima rasa bahagia dan kecewa muncul bersamaan?" tanya seorang laki-laki dari arah belakang.Aku sudah tahu siapa orang tersebut meskipun hanya mendengar suaranya."Rasa kecewaku lebih kuat darip

  • Menyesal Usai Talak   Bab 71

    Setelah melangsungkan acara pernikahan, kehidupan Sultan dan Sinta berubah dengan drastis. Awalnya Sinta mengira kalau suaminya itu mungkin mempunyai sifat dingin seperti kulkas bernyawa. Ternyata tidak.Semuanya berada diluar pemikiran Sinta. Ternyata lelaki yang dinikahinya hanya akan dingin pada wanita lain. Jika dihadapkan dengannya, dia akan langsung bersikap seperti anak kecil."Aku tidak menyangka, dua minggu telah kita lewati sebagai pasangan halal," ucap Sultan sambil menatap lekat istrinya. Sementara yang ditatap hanya tersenyum malu.Entah mengapa, wajah Sinta selalu merah jika mendapati Sultan tengah menatapnya. Apalagi posisi kali ini saling berhadap-hadapan. Sangat membuatnya malu dan selalu ingin menghilang saat itu juga.”Kok kamu diam saja?" Sultan merasa heran. Tangan kirinya dia jadikan bantal untuk Sinta dan yang kanan menggenggam kedua tangannya."Aku tidak tahu harus bicara apa," lirih Sinta. Wajahnya terlihat semakin merah."Apa kamu kepanasan? Bukankah AC-nya d

  • Menyesal Usai Talak   Bab 70

    Pak Adam merasa gerah dengan sikap Sultan. Untungnya ia beserta istrinya lekas pulang dan meminta para maid dan bodyguardnya untuk menjelaskan keadaan yang sebenarnya."Siapa namanya?" tanya Bunda Soraya sambil terus menggenggam tangan suaminya, agar bersikap lebih tenang."Sania, Bunda." jawab maid Sandra."Sania?" gumam Pak Adam mengerutkan keningnya. Seperti yang sudah tahu siapa Sania."Ayah tahu?" tanya Bunda Soraya."Sepertinya dia adalah Sania putri Sanjaya yang dia tahun lalu melakukan transaksi dengan keluarga Azki, tapi kedua pihak malah mengalami kegagalan," ucap Pak Adam usai mengingat kejadian dua tahun lalu.Sultan yang sedari tadi sudah berdiri dibelakang sofa tempat duduk kedua calon mertuanya itu akhirnya mengerti alasan Azki berada di rumah ini dan beberapa kali mengelus dadanya."Untung saja," gumamnya lega.Pak ada yang mendengar suara seseorang, langsung menoleh ke arahnya. Matanya menatap tajam Sultan. Sementara orang yang ditatapnya sudah faham maksud dari tatapa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status