Asmara Melihat Nurdin yang belum sadar, Diah kembali berucap. Iya, kamu lho, sayang!” seru Diah. geram. Amar menyenggol lengan Nurdin. “Buruan sana, Din!” seru lelaki itu. Ema langsung mendorong tubuh Nurdin yang masih mematung di tempatnya. Dengan penuh keraguan Nurdin menyeret langkahnya menghampiri Diah. Diah langsung menggandeng lengan Nurdin ketika sang lelaki sudah berada di sampingnya. “Kenali, ini pacar aku,” ucap dia sambil bergelayut manja di lengan Nurdin . “Dia juga yang merekomendasikan aku untuk bekerja di sini,” tambah wanita itu. “Aku enggak percaya! Pasti kamu menyogoknya kan?” tuduh Herman. “Gue tidak memiliki banyak uang hanya untuk melakukan sebuah pembuktian kepada lo. Nurdin lelaki yang selalu ada di setiap waktuku. Dia yang menghapuskan air mataku ketika kau menggoreskan luka di hati ini!” Diah semakin menyosor tubuh Nurdin. “Cup” Diah mengecup singkat pipi Nurdin. Bukan hanya Nurdin yang membolakan matanya, kami semua melakukan hal yang sama. Terlebi
Jadian.“Aku bukan bisa aja, tapi bisa apa saja asal bisa hidup bersamamu,” timpal Nurdin.Diah hanya menampakkan senyuman manisnya sebagai respon.“Din!” lirih Diah. “Maaf juga soal aku yang sudah melecehkan kamu,” semakin dalam saja kepala Diah tertunduk. Semburat merah menghiasi pipinya. Pasti gadis cantik itu sedang malu setengah mati.“santai aja lagi. Aku malahan senang kamu lecehkan. Dilecehkan setiap hari pun sama kamu, aku ikhlas-ikhlas aja,” jawab Nurdin.“Kamu mesum ih.” Dia menampol lengan Nurdin.“Aku hanya mengungkapkan fakta,” jawab Nurdin sambil mengelus lengannya.“Aku benaran minta maaf lhoh!” seru Diah, kakinya di hentakkan ke lantai. “aku merasa bersalah sama kamu. Aku sudah merendahkan kamu secara tidak langsung,” imbuh gadis itu penuh sesal.Nurdin terus saja menatap Diah penuh cinta. Kedua bibirnya mengukir senyuman tertahan.“Aku punya ide, biar kamu nggak terus merasa bersalah,” ucap Nurdin setelah sekian detik terdiam. “gimana kalau aku balas melecehkan kamu
Aku menegur kedua gadis yang masih sibuk bergosip ria.“Sudah, jangan asik ngerumpi, lihat tuh pelanggan mulai berdatangan,” tegurku sambil berlalu melewati keduanya.Mereka pun langsung bubar seketika dan kembali baku hantam dengan pekerjaan masing-masing.Hari beranjak semakin sore, aku memutuskan untuk pulang lebih awal hari ini, karena aku ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersama kedua buah hatiku. Terlebih setelah pengakuanku semalam, aku tidak melihat senyuman bahagia dari bibir keduanya.Aku berniat untuk mengajak kedua putraku makan di luar malam ini.“Jangan pernah tinggalkan Nurdin dan Diah berduaan, takutnya nanti mereka ter-makan bujuk rayu setan,” candaku sebelum pergi meninggalkan warungku.“Siap komandan, kami akan selalu memantau keadaan!” Jawab Ema dan Amar kompak. Keduanya meletakkan tangan di kening memberi hormat ke arahku Aku memilih mampir ke minimarket terlebih dahulu untuk membeli kesukaan kedua putraku. Es krim rasa coklat menjadi pilihanku, karena mema
Canggung Sesekali aku ikut menimpali ocehan keduanya. Terkadang mereka juga bersenda gurau hingga membuat aku sedikit kewalahan Karena posisinya di atas motor.Salah satu warung bakmi menjadi pilihan kedua buah hatiku.Suasana yang begitu ramai membuat kami agak sedikit kesulitan untuk mendapatkan tempat. Bakmi di sini memang terkenal cukup lezat sehingga orang berbondong-bondong mendatanginya terlebih mereka belum bekerja sama dengan layanan.Orang-orang rela mengantri hanya untuk bisa menikmati semangkuk bakmi yang begitu menggugah selera. Begitu pula dengan kedua buah hatiku yang tidak ingin makan di tempat lain selain di sini.Ketika kami sedang celingukan mencari tempat, Aldo menarik bajuku dan menunjuk ke arah sebuah meja sambil bertanya, “Ma, itu siapa?”Aku mengalihkan pandangan ke arah yang ditunjuki oleh Aldo.Netraku melihat sosok yang begitu familiar denganku sedang melambaikan tangan ke arah kami.Rezeki memang tidak akan kemana. Di saat warung sedang penuh-penuhn
Aku begitu penasaran dengan jawaban apa yang akan diberikan oleh Putra bungsuku itu.“Papa udah nggak sayang lagi sama kami. Papa lebih memilih hidup dengan tante jahat daripada dengan kami. Lagian, sebentar lagi Papa juga bakalan punya anak lain dari Tante jahat,” jawab Aris, kepalanya tertunduk, ia terlihat begitu sedih dan terluka.Mas Farid mengukir senyum, “Papa Kalian pasti sayang kok sama kalian,” ucapnya sambil membelai lembut kepala Aris.“Papa nggak sayang lagi sama kami. Semenjak Papa kenal tante jahat, Papa enggak pernah lagi ajak kami jalan-jalan, nggak pernah lagi bermain dengan kami, apalagi makan bersama di luar seperti ini,” sangkal Aris cepat.“Iya benar apa kata adik. Mama juga selalu nangis di buat Papa, selama Papa mengenal tante jahat,” Aldo menimpali.Ingin rasanya aku menghilang saat ini juga atau berubah menjadi palu-palu.“Enggak boleh ngomong kayak gitu. Walau bagaimanapun Papa itu tetap papa kalian,” nasehat mas Farid.Jujur Aku kagum kepada mas Farid. D
Alfi POV Aku begitu syok ketika Mutia mengakui bahwa dirinya selama ini sengaja menunda kehamilan hanya karena statusnya yang masih istri siri.Aku yang begitu menginginkan anak perempuan jelas naik hitam mendengar pengakuannya.Dari dulu aku memang sangat menyukai anak perempuan. Jika ada yang bertanya alasannya maka jawabannya karena anak perempuan itu unik, lebih imut dan juga lebih manja.Anak perempuan akan lebih banyak berceloteh tentang banyak hal, apa saja yang ia lakukan pasti akan ia ceritakan. Begitu berbanding terbalik dengan anak laki-laki.Terlebih anak perempuan akan mengajakku bermain boneka, mainan yang tidak pernah aku mainkan sedari kecil.Random memang. Namun, itulah kenyataannya mengapa aku begitu menginginkan anak perempuan.Selain mendengar omelan istri, setidaknya ada anakku yang akan menghibur diri ini dengan celotehannya yang akan mencer apapun.Konon katanya anak perempuan lebih dekat dengan ayahnya ketimbang anak laki-laki.Sudah lama aku membayangk
LancarPagi ini kebetulan aku memang sedang libur, Karena itulah aku memutuskan untuk pulang ke tempat Putri hari ini.Dari dalam mobil aku memerhatikan rumah yang menyimpan begitu banyaknya kenangan antara Aku dan Putri.Terkadang terbesit penyesalan di hatiku karena telah mengkhianati istri pertamaku itu. Namun, itulah, aku yang selalu merasa kurang hingga bisa mengalihkan penyesalan yang kurasakan.Lagian seorang laki-laki menikah lebih dari satu itu dibolehkan dalam agama.Aku melihat Aldo yang baru saja keluar dari rumah. Sepertinya anak lanang ku itu ingin berangkat ke sekolah.Gegas aku turun dari mobil untuk menghampiri Putra sulungku itu.“Assalamualaikum,” sapaku lembut. Serta merta aku mencoba mendekap tubuh Aldo yang terlihat kurus, tapi langsung ditepis oleh anakku itu.“Mau ngapain lagi ke sini?” bukannya menjawab salam, Aldo malah melontarkan aku pertanyaan dengan nada Ketus. Aku sadari semua itu salahku. Namun, tidak seharusnya juga dia bersikap demikian terhadap ba
Hari berlalu begitu cepat, Aku tidak pernah pulang ke tempat Putri setelah kami dari kantor notaris tempo hari. Bukan tanpa alasan, itu semu karena Mutia yang terus saja mengeluh kesakitan dan mendesakku untuk segera menceraikan Putri.Alasan demi alasan terus saja aku utarakan untuk mencari celah agar diri ini bisa mendapati kedua wanita yang sangat kucintai.Seperti pagi-pagi sebelumnya, pagi ini Mutia juga kembali berulah. Ia terus saja berteriak memicu pertikaian di antara kami.“Kapan kau akan menceraikan dia?” tanya Mutia. Tangannya terus mengaduk teh untukku. Denting sendok dan gelas yang beradu nyaring terdengar memenuhi ruangan yang tidak luas ini.“bersabarlah Sayang, aku akan segera mendaftarkan pernikahan kita.” Ku genggam tangannya pelan dan penuh kasih.“Aku tidak ingin menjadi istri kedua. Aku ingin menjadi satu-satunya wanita yang bertahta di hatimu,” sargah Mutia. Ia menarik paksa genggaman tanganku.“akun tidak bisa, sayang. Mengertilah! Putri adalah wanita pertama