Share

bab 2

last update Huling Na-update: 2023-08-13 11:12:31

Kutatap langit yang kelam. Namun, dipenuhi hiasan bintang.

Meskipun tanpa rembulan, hiasan bintang cukup memanjakan mataku.

Diantara beribu bintang, hanya kejoralah yang paling terang.

Di Antara beribu cinta hanya kasih ibu yang paling tulus.

Demi kedua buah hatiku, aku akan melakukan apapun untuk mereka.

Jika banyak yang mengatakan cinta itu butuh pengorbanan, maka menurutku cinta itu butuh perjuangan.

Iya. Aku akan berjuang demi kedua buah hatiku.

Tak kubiarkan rubah betina merebut kebahagiaan kedua buah hatiku.

Aku akan memperjuangkan apa yang seharusnya aku perjuangkan.

Dan mempertahankan yang seharusnya menjadi milikku.

Itulah tekadku.

Kupandang benda pipih berbentuk persegi panjang yang berada di tanganku.

Tak tersisa satupun status dari aplikasi perpesanan berlogo hijau yang berada di kontakku, yang belum aku lihat.

Namun aku masih enggan untuk berpaling dari benda pipih yang berada di tanganku.

Dari W******p Aku beralih untuk membuka F******k, entah berapa banyak yang telah aku scroll-scroll yang lewat di berandaku.

Tanganku berhenti manakala melihat sebuah status yang menandai adik iparku.

Aku melihat seorang wanita cantik sedang membagikan momen kebahagiaannya bersama pasangan nya. Namun wajah kekasihnya tidak diperlihatkan.

Entah mengapa tiba-tiba aku merasakan nyeri di ulu hati, aku merasakan perih layaknya tertusuk pedang, manakala melihat status tersebut.

Warna baju yang wanita cantik itu kenakan, sama persis dengan warna baju mas Alfi ketika ia mengunjungi Kuala lumpur.

Aku masih berpikir positif, ‘ah, mungkin hanya kebetulan,’ pikirku.

Tidak ada yang patut dicurigakan. Karena semua orang bisa memiliki warna baju yang sama. Namun, jiwa penasaran ku mulai maronta-ronta, aku melihat satu persatu momen bahagia yang dibagikan oleh wanita cantik itu di akun sosmednya, kemudian aku mencoba membandingkan dengan momen bahagia yang dibagikan oleh suamiku ketika ia mengunjungi adiknya.

Apakah karena udara malam yang dingin membuat dadaku sesak, atau karena sebuah fakta yang baru aku ketahui?

Wanita cantik yang bernama Mutia, ternyata bukan hanya berteman dengan adik Mas Alfi yang berada di Kuala lumpur, akan tetapi hampir seluruh keluarga inti mas Alfi berteman dengannya.

Mas Alfi yang meminta izin pergi dinas ke ke negeri Jiran Malaysia, ternyata ia pergi berliburan bersama wanita lain.

Bahkan adik iparku dan keluarganya yang lain telah mengetahui semuanya sedari dahulu. Namun, mereka enggan untuk memberitahuku. Aku tahu, jika perangai suami adik iparku juga tidak jauh beda dari abangnya. Namun entah mengapa ia bungkam ketika melihat kelakuan abangnya. Bahkan dia membiarkan abangnya berlumuran dosa.

Sungguh aku tidak habis pikir dengan jalan pemikiran suamiku dan juga keluarganya.

Jika aku lihat dari tanggal yang ia bagikan momen tersebut, itu sudah lebih tiga bulan yang lalu.

Mungkin inilah cara Allah membuka semua kebusukan yang dilakukan oleh suamiku.

***

Mentari telah menuju ke ufuk barat, pertanda hari akan mulai gelap.

Siang telah berganti malam. Namun, mas Alfi tak kunjung pulang.

Mas Alfi juga tidak menghubungiku, walau hanya untuk sekedar menanyakan kabar.

Rindu Untuk anaknya pun kini telah tiada. Mas Alfi bener-bener berada di kegelapan yang tak tahu arah jalan pulang.

Aku bangun di sepertiga malamku. Untuk berkeluh kesah, mengadu, bersimpuh dan memohon petunjuk karena dunia yang terasa tidak adil bagiku.

Aku bersujud bersimpuh menyerahkan diri hanya kepada Allah.

Tanpa terasa buliran bening lolos membasahi pipiku.

Untaian kata dari wanita yang kini sedang bersama mas Alfi sukses mengobrak-abrik seluruh isi hatiku.

Ku senandung kan surat ar-rahman untuk menenangkan kegundahan yang kini sedang melandaku.

“Maka, nikmat Tuhan mana yang engkau dustakan?”

Ayat-ayat inilah yang kujadikan tongkat untukku berdiri.

Kini tiada yang bisa menolongku selain Allah subhanahu wa ta’ala.

Karena hanya Allah yang mampu membolak-balikkan hati hamba. Aku memohon semoga Allah membolak-balikkan hati mas Alfi supaya kembali kepada kami.

Cerahnya mentari pagi, tapi tak secerah hatiku.

Kicauan burung yang bersahutan bak alunan musik melodi terasa hambar di telingaku.

Kini tiada keindahan yang kurasakan karena hatiku begitu pilu.

Aku yang sedang duduk termenung, tidak menyadari sebuah mobil memasuki pekarangan rumahku.

Jelas aku tahu siapa pemilik sang mobil. Karena itu adalah mobil mas Alfi suamiku.

Meskipun goresan luka yang telah ditoreh oleh mas Alfi, tapi sebagai seorang istri aku tidak melupakan kewajibanku.

Kusambut kepulangan mas Alfi dengan senyuman yang ku paksakan dari bibirku.

Seperti hari-hari yang lain tak lupa aku mencium punggung tangannya, tanda hormatku sebagai seorang istri.

“Assalamualaikum!” Sapa mas Alfi kepadaku.

“Waalaikumsalam. Kamu mau minum apa Mas? Biar aku buatkan!” tawarku seolah tidak terjadi apapun di antara kami.

“aku perlu bicara denganmu!” ujar Mas Alfi tanpa menjawab pertanyaanku.

Tiada pula ia menanyakan kabar anaknya terlebih dahulu.

Mas Alfi menarik tanganku ke kamar kami.

Aku hanya menuruti keinginan Mas Alfi tanpa bertanya ataupun membantah.

“aku akan menikah lagi.” Ujar Mas Alfi to the point.

“Aku tidak ingin dimadu. Jika memang kau ingin menikah, maka tinggalkan aku.” Ujarku menantang mas Alfi.

“Aku tidak bisa menceraikanmu!” Serkas mas Alfi.

“ Kenapa Mas?” Tetesan kepedihan mulai membasahi pipiku.

“Karena aku mencintaimu!” Pekik mas Alfi.

Aku tersenyum sinis. “Cinta kamu bilang, ah? Jika memang kau mencintaiku, kau tidak akan menghianatiku, Mas!” Raungku tak kalah hebat.

“Aku tidak menghianatimu.”

“Kau bermalam dengan wanita lain, Apa itu bukan mengkhianatiku? Apakah berselingkuh, bukan penghianatan?”

Mas Alfi terdiam, ia tidak tahu cara untuk menimpaliku lagi.

“Kau tahu Mas, bagaimana sakitnya hatiku ketikan aku mengetahui kau bermalam dengan wanita lain? Kau tahu Mas bagaimana rasanya mengetahui suami berzina dengan perempuan lain?

Jika aku boleh memilih, aku lebih memilih mati Mas daripada mengetahui fakta yang begitu menyakitkan bagiku.” Emosiku tak bisa dikendalikan lagi.

“Oh, rupanya seperti ini caramu menyambut suami yang baru pulang bekerja!” Sinis mas Alfi.

Aku pun memiringkan sebelah sudut bibirku. “Pulang bekerja, atau pulang berkencan dengan wanita lain?”

“Lebih baik aku pergi lagi. Percuma di rumah, punya istri sama seperti tidak punya istri. Enggak bisa diandalkan.” Mas Alfi meraih kunci mobilnya yang berada di atas nakas di samping tempat tidur.

“Kurang baik apalagi aku Mas? Oh aku tahu!” aku kembali tersenyum sinis.” Aku nggak bisa diandalkan karena tidak mengizinkanmu berbuat zina. Iya, kan?” Raungku.

Mas Alfi mengangkat tangannya hendak menamparku. “Tak perlu berbuat kekerasan Mas! Jika memang kau sudah tak cinta, lebih baik ceraikan aku, Mas!” ujarku sambil melangkah mundur.

“Jangan salahkan aku jika memang itu yang kau inginkan!” Tidak ada yang ingin mengalah di antara kami.

“Tapi ingat Mas. Begitu kau melepaskanku, jangan harap aku akan kembali kepadamu. Meskipun engkau menangis darah aku tetap tidak akan kembali ke lubang yang sama. Jadi pikirkan baik-baik keputusanmu itu.” Aku pun meninggalkan Mas Alfi seorang diri di kamar.

Aku begitu tidak menyangka, ketika membukakan pintu ternyata kedua putraku berada di sana.

Mereka menyaksikan pertengkaran yang kami lakukan dari celah pintu yang tidak tertutup rapat.

“Sudah berapa lama kalian berada di situ?” Tanyaku kepada kedua putraku.

“Dari semenjak Ayah pulang, Ma!” jawab Aldo anak sulungku. Aku melihat kaki putra bungsuku, gemetaran.

“Kenapa kalian menguping pembicaraan mama dan papa?” tanyaku dengan intonasi tinggi.

“Maafkan kami mama!” Kedua putraku menundukkan kepala. “Kami tidak bermaksud menguping. Hanya saja kami ingin bertemu dengan ayah. Namun, tanpa sengaja kami menyaksikan pertengkaran di antara mama dan papa. Kami janji tidak akan mengulanginya lagi.”

Aku langsung memeluk kedua putraku. Tak ingin rasanya menambah beban untuk mereka.

Aku tahu semua ini salahku yang lalai. Aku tidak bisa mengendalikan emosiku, sehingga kedua putraku mendengar pertengkaran kami.

Tidak seharusnya mereka menyaksikan pertengkaran di antara kami.

“Maafkan mama, sayang!” Tidak mampu aku untuk berpura-pura baik-baik saja di hadapan putraku. Isak tangisku pun pecah dalam dekapan kedua putraku.

Aku tahu tidak seharusnya membebankan permasalahan ini kepada mereka yang masih anak-anak.

Aku berjanji kepada diriku untuk memperbaiki keadaan, demi mereka. Inilah yang kini menjadi tujuan hidupku.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Princess Belda
mohon gemsnya kakak kakak, biar lebih semangat ...
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Merajut Kasih Yang Hampir Sirna    kegilaan Sang Mantan

    Kegilaan Sang Mantan“Ketahuilah wahai mantan, memaafkan itu bukan berarti melupakan. Aku memang sudah memaafkanmu, tapi bukan berarti aku melupakan semua perlakuan yang pernah kau lakukan kepadaku. Pengkhianatanmu itu tidak akan pernah terlupakan, bahkan hingga nyawa berpisah dengan raga sekalipun. Tidak ada hal yang paling menyakitkan di dunia ini melebihi sebuah penghianatan,” sarkasku.Mata ini memancarkan gejolak amarah di dalam kalbu.“Tidak semuanya salahku, Put. Andai Kau mau sedikit berbaik hati dan sikap lembutmu itu benar adanya tanpa dibuat-buat, aku pasti tidak akan meninggalkanmu. Namun, kamu tak sebaik yang aku kira, Kau sengaja mencampurkan obat perangsang dan obat tidur ke dalam minumanku dan menyuruhku menandatangani semua berkas itu disaat aku hilang kendali dengan dalih berkas milik anak-anak yang membutuhkan tanda tanganku.” Ujarnya. Raut kecewa tercetak jelas di wajahnya.Pastilah dia sadar setelah semua yang terjadi, tapi tidak apa-apa karena tetap akulah yang

  • Merajut Kasih Yang Hampir Sirna    Diluar prediksi BMKG

    Diluar prediksi BMKG Ternyata semua tak sesuai ekspektasiku yang terlalu berlebihan. Lelaki yang sudah menjadi mantan suamiku itu, kini berlutut di hadapanku dengan wajah memelas.Syok, itulah yang saat ini kurasakan. Kira-kira apalagi yang ia inginkan dari diri ini?Aku melongo di tempat tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Tidak menghentikan aksinya tidak boleh membenarkan apa yang ia lakukan. Dalam sekejap perbendaharaan kosa kata ku hilang tak bersisa.Mas Alfi mencoba meraih tanganku, tapi secepat kilat aku menarik tanganku dan menjauh dari jangkauan tangan laknat Sang mantanku itu.Dia menunduk sejenak, memasang wajah penuh penyesalan. Dengan gerakan slow motion Ia mengangkat kepalanya, menatap ke arahku, tatapan yang sulit untuk di artikan.“Maafkan aku Put! Bisakah kita memulai semua dari awal? Aku tahu aku salah, aku tahu aku sudah begitu menyakitimu, melukai perasaanmu dan juga anak-anak. Namun, setiap manusia pasti memiliki kesalahan, karena no body is perfect. Di setiap k

  • Merajut Kasih Yang Hampir Sirna    tamu tak di undang

    Hari yang terus bergulir dari waktu ke waktu. Banyak cerita yang kita lalui, ada luka dan juga bahagia di dalamnya.Beberapa hari belakangan ini hidupku cukup damai karena tidak ada yang menerorku dan tidak ada pula yang membuntutiku seperti beberapa hari yang lalu.Aku menjalani rutinitasku sebagaimana biasa. Pagi hari mengantar kedua buah hati menuntut ilmu, dan setelah itu lanjut ke kantin untuk mengumpulkan kepingan-kepingan rupiah.Mas Farid dan Lucas juga sering bertukar kabar denganku. Malam minggu ini aku mendapat undangan makan malam bersama Lucas. Entah mimpi apa bocah itu hingga mengajakku makan malam berdua saja, dan lebih anehnya lagi, katanya Mas Farid akan mengajak Aldo dan Aris ke fun game.Membinggokan tingkah dua serangkai itu. Entah kejutan apa yang mereka rencanakan?Alasan mas Farid mengajak Aldo dan abis main, karena dia tidak bisa ikut kami healing weekend ini, cukup masuk akal.Sementara alasan Lucas mengajakku makan malam berdua karena ada hal penting yang i

  • Merajut Kasih Yang Hampir Sirna    Heboh

    HebohAku terperangan mendengar jawaban dari Putra sulungku itu. Dia memang selalu membuat aku Culture shock. Belum hilang syok yang semalam, sekarang ia kembali membakit adrenalin dalam diri ini.Aku sudah tidak lagi menimpali Aldo karena berdebat dengannya yang ada hanya akan menguras energiku saja. Pasti akan ada saja alasan darinya. Aku memilih masuk ke dalam mobil dan menunggu mereka di sana.Anakku Memang sudah benar-benar gede sekarang. Anak seusia Aldo memang usia yang lagi gila-gilanya anak mencari jati diri. Mereka selalu penasaran dengan semua hal dan selalu ingin mencoba semua hal baru.Berawalnya kenakalan remaja itulah ketika anak-anak seusia Putra sulungku. Aku memijat pelipis, membuang nafas kasar, aku harus semakin memperbanyak stok kesabaranku dalam menghadapi tingkah anak yang mulai menginjaki usia remaja ini.Tidak boleh terlalu dikekang dan juga tidak boleh terlalu dibebaskan karena kedua hal itu akan berakibat fatal bagi anak-anak seusianya.‘Ya Allah, bimbing a

  • Merajut Kasih Yang Hampir Sirna    Tingkah Aldo

    Tingkah Aldo Setiap sebulan sekali aku memang selalu mengadakan jalan-jalan bersama dengan para karyawanku. Tujuanku untuk mempererat hubungan emosional diantara kami, selain partner kerja. Mereka selalu antusias setiap kali kami melakukan trip. Aku bangga karena Kami selalu bisa bekerja sama dalam tim. Mereka sering curhat denganku. Mereka juga selalu berdiri di gardan terdepan setiap kali ada orang yang mengusikku. Karena adanya mereka Reno tidak pernah menemuiku di rumah sakit. Lelaki itu trauma karena pernah diulti oleh para karyawanku. “Put, aku ikut,” ucap Lucas. “Oke. Jam 08.00 harus sudah stand by di sini,” jawabku. “Om baik nggak ikut?” tanya Aris penuh harap. Aku melihat mas Farid hanya diam saja ketika Lucas sibuk berceloteh tentang rencana healing kami minggu depan. ”Om baik enggak bisa ikut, ya?” Tanya Aris penuh perhatian. Mas Farid mengulas senyuman tipis sebe

  • Merajut Kasih Yang Hampir Sirna    Reno kena ulti

    Reno kena ulti“Ada apa sayang? Apa tamunya mencari Om?” Tanya Mas Farid yang sudah berdiri di belakang Aldo.Aku tersadar dari lamunan ketika bariton seksi itu masuk ke dalam indra pendengaranku.Reflek tanganku terulur ke dada, merasakan detak jantung yang tidak seperti biasanya.“Paman ini menanyakan Om,” jawab Aldo.Iris hitamnya menatap tajam ke arah Reno, mengintimidasi, lalu dagunya terangkat seolah bertanya ada keperluan apa lelaki itu mencari dirinya.Reno meneliti penampilan Mas Farid dari ujung kepala hingga ke ujung kaki. Reno menelan salivanya secara paksa. Pasti setelah ini ia akan mundur alon-alon karena tidak mungkin bersaing dengan pria yang memiliki kharisma awut-awutan seperti Mas Farid.“Selamat malam,” ucap Reno kiku. “Malam! Ada keperluan apa anda mencari saya?” tanya mas Farid to the point. Aku yakin pemilik mata hitam legam itu sengaja memojoki Reno.“kenalkan aku Reno, pamannya Aldo.”“Oh, paman Aldo? Ada keperluan apa mencari saya? bukannya Aldo ada di dep

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status