Sepandai-pandai tupai melompat pasti akan jatuh juga.
Sebaik apapun menyembunyikan bangkai pasti akan tercium juga.Selama ini aku menutup telingaku. Aku tidak pernah mempercayai orang-orang yang selalu memberitahuku, jika mas Alfi bermain serong di belakangku.Allah Maha adil, Allah membuka kebusukan Mas Alfi dengan begitu indah, Allah memberitahuku orang-orang yang selama ini terlihat baik di hadapanku namun menusuk dari belakang.Tanpa sadar adik iparku berbalas komentar dengan selingkuhan mas Alfi. Adik iparku pasti tidak menyangka jika perselingkuhan kakaknya akan terbongkar karena kecerobohannya.Mungki selama ini mereka menganggapku wanita bodoh, tidak tahu apa-apa dan tidak bisa apa-apa.Akan ku buktikan kepada mereka siapa diriku sebenarnya“Assalamualaikum, Ma.” Sapaku setelah mengangkat panggilan dari ibuku.“Waalaikumsalam. Gimana kabar kamu nak?” Tanya wanita yang pujaanku dari seberang sana.“Alhamdulillah. Putri baik, Ma!”“Syukurlah.”“Mama sendiri, gimana keadaan nya, sehat?” Tanya ku.“Alhamdulillah keadaan Mama sehat, nak!”“Syukur Alhamdulillah.”“Putri.” Terdengar suara lembut Mama yang memanggil namaku.Jika sudah seperti ini pasti ada hal penting yang ingin Mama tanyakan ataupun Mama sampaikan.“Iya. Ma.”“Akhir-akhir ini, entah mengapa Mama selalu teringat sama putri. Kamu lagi banyak masalah, nak?”Aku tahu naluri seorang ibu itu memang kuat aku yakin Mama pasti merasakan apa yang kurasakan.“Enggak kok Ma. Putri nggak ada masalah apa-apa!” Bohongku. Aku tidak ingin membebankan masalahku kepada Mama.“Mungkin hanya perasaan Mama aja kali ya! Mama kan sudah tua.” Mamaku menanggapi.“Iya. Ma.” Gumamku. Namun masih tetap bisa didengar oleh Mama.“Suamimu gimana kabarnya?”Aku menarik sebuah sudut bibirku, “baik kok Ma, sangat baik malah.”“Ada dia di rumah?”“Nggak, Ma.”“Nggak pulang-pulang dia?” tanya ibuku lagi yang sudah seperti wartawan.“Bang Toyib dong.” Seru kami bersamaan. Tawa pun terdengar dari bibir kami.“Bulan yang lalu pulang kok Ma!”“Bukannya dia pulang tiap minggu?”“Bulan ini baru lima hari Ma.” Ujarku beralasan.Memang benar ini baru tanggal lima, tapi mas Alfi tidak pernah pulang mulai tanggal satu bulan yang lalu.Terkadang berbohong demi kebaikan itu memang perlu.“Cucu-cucu Oma, bagaimana kabarnya?”“Alhamdulillah sehat Ma. Mama engak ke butik?” Tanya ku mengalihkan topik.“ Ini Mama lagi di butik.”“Gimana butiknya, Mam? Ramai pelanggan?”“Ya, seperti biasa, put.”“Mam. Eum__”“Kenapa? Ngomong aja.”“Aku boleh minjem duit mama enggak?” tanya ku ragu. “Dua juta saja Ma. Kalau nggak boleh juga nggak apa-apa!” sambung ku kemudian.Mama tidak langsung menjawab. Pasti Mama sedang berpikir, mengapa aku minjam duit kepadanya.“Nanti Mama transfer, ya!”“Iya. Mam. Nanti kalau jatah bulanan putri udah di transfer sama Mas Alfi, putri ganti uang Mama.”“Gantinya dua puluh juta, ya!” Gurau Mama.“Ihh__ Mama. Haram Ma, haram. Ingat umur Ma. Ingat dosa.” Aku menimpali sambil tertawa.“Udah dulu Ma, ya! Ini, guru Aldo nelpon.”“Iya, nak. Iya.”“Assalamualaikum Ma.”“Waalaikumsalam.”“Assalamualaikum, Bu!” Sapa Aku lembut, setelah mengangkat panggilan dari gurunya Aldo.“Waalaikumsalam. Apa benar ini Ibu Putri? Orang tuanya Aldo?”“Iya benar. Ini saya sendiri.”“Apa Ibu Putri bisa ke sekolahnya Aldo sekarang?”“Memangnya ada masalah apa ya, Buk? Aldo baik-baik saja kan Buk?” Tanya ku mulai panik.Karena jika tidak terjadi sesuatu, tidak mngkin guru sekolah Aldo menelpon ku!“Aldo baik-baik saja.” Aku merasa lega, karna Aldo baik-baik saja. “Lebih baik, Buk putri segera ke sini! Kita bahas setelah Ibu Putri sampai di sini!”“Baik. Buk. Saya segera kesana. Assalamualaikum.” Ujarku mengakhiri panggilan“Waalaikumsalam”Aku pun bergegas menuju sekolah Aldo. Entah apa yang diperbuat anak itu, sehingga gurunya memintaku segera ke sana.Dengan mengucapkan bismillah dan perasaan was-was, aku langkahkan kaki menuju sekolah Aldo.BERSAMBUNG.........“Assalamualaikum.” Sapa Aku begitu sampai di ruang Kepala sekolah, karena wali kelas Aldo memintaku untuk langsung ke ruang Kepala sekolah.“Waalaikumsalam” jawab Bu Ani yang merupakan kepala sekolah di sekolah Aldo.“Ayo. Mari. Silahkan!” Bu Ani mempersilahkanku untuk duduk setelah kami saling berjabat tangan.“Love Bu jika saya boleh tahu Aldo bikin salah apa sehingga saya dipanggil kemari?” Tanyaku memecahkan kesunyian ruang Kepala sekolah.“Salahnya Aldo__” Bu Ani menggantungkan ucapannya.“Apa Bu? Apa salahnya Aldo?” Tanyaku mulai panik.“Bu Putri nggak usah khawatir. Kesalahan Aldo adalah ia terlalu pintar, sehingga Ia mendapat panggilan dadakan untuk mengikuti olimpiade matematika.”“Dia besok harus ikut ke Jakarta. Apakah Ibu Putri keberatan?”“Saya harus mendiskusikan hal ini bersama suami saya terlebih dahulu.”“Baik. Terimakasih. Kami tunggu kabar baiknya dari Ibu Putri.”Mau tidak mau, meskipun ragu. Aku aku tetap menghubungi mas Alfi, karena meski bagaimanapun Ia adalah kepala keluarga kami.Segala sesuatu yang menyangkut anak-anak, aku harus meminta izin kepadanya.Panggilan pertama, mas Alfi tidak mengangkatnya. Mungkin ia tidak melihat begitulah pemikiranku. Aku pun menghubungi Mas Alfi untuk yang kedua kalinya namun panggilan dariku ia reject.Akhirnya aku putuskan untuk mengirim pesan wa kepada suamiku tercinta.[Assalamualaikum, mas. Besok Aldo akan kejakarta.] Aku sengaja tidak mengutarakan tujuan Aldo ke Jakarta. Aku ingin melihat Apakah ia masih memikirkan anaknya.Mas Alfi hanya membaca pesan dariku tanpa menanggapinya.Aku hanya bisa menghembuskan nafas dengan kasar untuk menghilangkan kekesalan hatiku.Kini hati Mas Alfi benar-benar telah tertutup untuk anak dan istrinya.Aku bisa saja terima Jika ia mengabaikanku namun aku tidak akan bisa terima, Jika ia mengabaikan anakku, karena anakku juga anaknya, yang merupakan tanggung jawabnya.Mentari yang condong ke barat pertanda aku harus memberikan keputusan kepada wali kelas Aldo. Aku telah berjanji kepada wali kelas Aldo untuk memberikan jawaban sebelum jam 05.00 sore. Jam menunjukkan pukul 04.45 yang berarti 15 menit lagi jam 05.00 sore tiba. Mas Alfi masih belum menghubungiku.Dengan mengucapkan bismillah, aku pun menghubungi wali kelas Aldo.“Assalamualaikum Buk Putri.”“Waalaikumsalam Salam.”“Bagaimana Bu Apakah Bu putih telah mendiskusi mengenai keberangkatan Aldo ke Jakarta besok?”“Iya Bu saya mengizinkan Aldo untuk berangkat ke Jakarta besok.”“Alhamdulillah. Aldo besok akan berangkat jam 04.00 pagi. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, kami meminta supaya malam ini lalu menginap di sekolah bersama murid yang lain.”“Baik. Buk. Saya akan mengantarkan Aldo ke sekolah sebelum maghrib.”“Terimakasih. Atas partisipasinya buk!”“Sama-sama”“ Assalamualaikum ““Waalaikumsalam “Panggilan pun berakhir.Malam ini, hanya tinggal aku dan si bungsu di rumah. Aris putra bungsuku memilih tidur lebih awal aku tahu dia merasa kesepian tanpa abangnya.Gelas di tanganku jatuh. Pecah berkeping tak tersisa.Perasaanku tak karuan. Firasat buruk kurasakan.Dering ponselku membenarkan firasat ku.“Apa?” Aku menutup mulutku tak percaya mobil yang mengantarkan Aldo ke Jakarta mengalami kecelakaan lalu lintas.BersambungKegilaan Sang Mantan“Ketahuilah wahai mantan, memaafkan itu bukan berarti melupakan. Aku memang sudah memaafkanmu, tapi bukan berarti aku melupakan semua perlakuan yang pernah kau lakukan kepadaku. Pengkhianatanmu itu tidak akan pernah terlupakan, bahkan hingga nyawa berpisah dengan raga sekalipun. Tidak ada hal yang paling menyakitkan di dunia ini melebihi sebuah penghianatan,” sarkasku.Mata ini memancarkan gejolak amarah di dalam kalbu.“Tidak semuanya salahku, Put. Andai Kau mau sedikit berbaik hati dan sikap lembutmu itu benar adanya tanpa dibuat-buat, aku pasti tidak akan meninggalkanmu. Namun, kamu tak sebaik yang aku kira, Kau sengaja mencampurkan obat perangsang dan obat tidur ke dalam minumanku dan menyuruhku menandatangani semua berkas itu disaat aku hilang kendali dengan dalih berkas milik anak-anak yang membutuhkan tanda tanganku.” Ujarnya. Raut kecewa tercetak jelas di wajahnya.Pastilah dia sadar setelah semua yang terjadi, tapi tidak apa-apa karena tetap akulah yang
Diluar prediksi BMKG Ternyata semua tak sesuai ekspektasiku yang terlalu berlebihan. Lelaki yang sudah menjadi mantan suamiku itu, kini berlutut di hadapanku dengan wajah memelas.Syok, itulah yang saat ini kurasakan. Kira-kira apalagi yang ia inginkan dari diri ini?Aku melongo di tempat tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Tidak menghentikan aksinya tidak boleh membenarkan apa yang ia lakukan. Dalam sekejap perbendaharaan kosa kata ku hilang tak bersisa.Mas Alfi mencoba meraih tanganku, tapi secepat kilat aku menarik tanganku dan menjauh dari jangkauan tangan laknat Sang mantanku itu.Dia menunduk sejenak, memasang wajah penuh penyesalan. Dengan gerakan slow motion Ia mengangkat kepalanya, menatap ke arahku, tatapan yang sulit untuk di artikan.“Maafkan aku Put! Bisakah kita memulai semua dari awal? Aku tahu aku salah, aku tahu aku sudah begitu menyakitimu, melukai perasaanmu dan juga anak-anak. Namun, setiap manusia pasti memiliki kesalahan, karena no body is perfect. Di setiap k
Hari yang terus bergulir dari waktu ke waktu. Banyak cerita yang kita lalui, ada luka dan juga bahagia di dalamnya.Beberapa hari belakangan ini hidupku cukup damai karena tidak ada yang menerorku dan tidak ada pula yang membuntutiku seperti beberapa hari yang lalu.Aku menjalani rutinitasku sebagaimana biasa. Pagi hari mengantar kedua buah hati menuntut ilmu, dan setelah itu lanjut ke kantin untuk mengumpulkan kepingan-kepingan rupiah.Mas Farid dan Lucas juga sering bertukar kabar denganku. Malam minggu ini aku mendapat undangan makan malam bersama Lucas. Entah mimpi apa bocah itu hingga mengajakku makan malam berdua saja, dan lebih anehnya lagi, katanya Mas Farid akan mengajak Aldo dan Aris ke fun game.Membinggokan tingkah dua serangkai itu. Entah kejutan apa yang mereka rencanakan?Alasan mas Farid mengajak Aldo dan abis main, karena dia tidak bisa ikut kami healing weekend ini, cukup masuk akal.Sementara alasan Lucas mengajakku makan malam berdua karena ada hal penting yang i
HebohAku terperangan mendengar jawaban dari Putra sulungku itu. Dia memang selalu membuat aku Culture shock. Belum hilang syok yang semalam, sekarang ia kembali membakit adrenalin dalam diri ini.Aku sudah tidak lagi menimpali Aldo karena berdebat dengannya yang ada hanya akan menguras energiku saja. Pasti akan ada saja alasan darinya. Aku memilih masuk ke dalam mobil dan menunggu mereka di sana.Anakku Memang sudah benar-benar gede sekarang. Anak seusia Aldo memang usia yang lagi gila-gilanya anak mencari jati diri. Mereka selalu penasaran dengan semua hal dan selalu ingin mencoba semua hal baru.Berawalnya kenakalan remaja itulah ketika anak-anak seusia Putra sulungku. Aku memijat pelipis, membuang nafas kasar, aku harus semakin memperbanyak stok kesabaranku dalam menghadapi tingkah anak yang mulai menginjaki usia remaja ini.Tidak boleh terlalu dikekang dan juga tidak boleh terlalu dibebaskan karena kedua hal itu akan berakibat fatal bagi anak-anak seusianya.‘Ya Allah, bimbing a
Tingkah Aldo Setiap sebulan sekali aku memang selalu mengadakan jalan-jalan bersama dengan para karyawanku. Tujuanku untuk mempererat hubungan emosional diantara kami, selain partner kerja. Mereka selalu antusias setiap kali kami melakukan trip. Aku bangga karena Kami selalu bisa bekerja sama dalam tim. Mereka sering curhat denganku. Mereka juga selalu berdiri di gardan terdepan setiap kali ada orang yang mengusikku. Karena adanya mereka Reno tidak pernah menemuiku di rumah sakit. Lelaki itu trauma karena pernah diulti oleh para karyawanku. “Put, aku ikut,” ucap Lucas. “Oke. Jam 08.00 harus sudah stand by di sini,” jawabku. “Om baik nggak ikut?” tanya Aris penuh harap. Aku melihat mas Farid hanya diam saja ketika Lucas sibuk berceloteh tentang rencana healing kami minggu depan. ”Om baik enggak bisa ikut, ya?” Tanya Aris penuh perhatian. Mas Farid mengulas senyuman tipis sebe
Reno kena ulti“Ada apa sayang? Apa tamunya mencari Om?” Tanya Mas Farid yang sudah berdiri di belakang Aldo.Aku tersadar dari lamunan ketika bariton seksi itu masuk ke dalam indra pendengaranku.Reflek tanganku terulur ke dada, merasakan detak jantung yang tidak seperti biasanya.“Paman ini menanyakan Om,” jawab Aldo.Iris hitamnya menatap tajam ke arah Reno, mengintimidasi, lalu dagunya terangkat seolah bertanya ada keperluan apa lelaki itu mencari dirinya.Reno meneliti penampilan Mas Farid dari ujung kepala hingga ke ujung kaki. Reno menelan salivanya secara paksa. Pasti setelah ini ia akan mundur alon-alon karena tidak mungkin bersaing dengan pria yang memiliki kharisma awut-awutan seperti Mas Farid.“Selamat malam,” ucap Reno kiku. “Malam! Ada keperluan apa anda mencari saya?” tanya mas Farid to the point. Aku yakin pemilik mata hitam legam itu sengaja memojoki Reno.“kenalkan aku Reno, pamannya Aldo.”“Oh, paman Aldo? Ada keperluan apa mencari saya? bukannya Aldo ada di dep