Share

bab 3

Sepandai-pandai tupai melompat pasti akan jatuh juga.

Sebaik apapun menyembunyikan bangkai pasti akan tercium juga.

Selama ini aku menutup telingaku. Aku tidak pernah mempercayai orang-orang yang selalu memberitahuku, jika mas Alfi bermain serong di belakangku.

Allah Maha adil, Allah membuka kebusukan Mas Alfi dengan begitu indah, Allah memberitahuku orang-orang yang selama ini terlihat baik di hadapanku namun menusuk dari belakang.

Tanpa sadar adik iparku berbalas komentar dengan selingkuhan mas Alfi. Adik iparku pasti tidak menyangka jika perselingkuhan kakaknya akan terbongkar karena kecerobohannya.

Mungki selama ini mereka menganggapku wanita bodoh, tidak tahu apa-apa dan tidak bisa apa-apa.

Akan ku buktikan kepada mereka siapa diriku sebenarnya

“Assalamualaikum, Ma.” Sapaku setelah mengangkat panggilan dari ibuku.

“Waalaikumsalam. Gimana kabar kamu nak?” Tanya wanita yang pujaanku dari seberang sana.

“Alhamdulillah. Putri baik, Ma!”

“Syukurlah.”

“Mama sendiri, gimana keadaan nya, sehat?” Tanya ku.

“Alhamdulillah keadaan Mama sehat, nak!”

“Syukur Alhamdulillah.”

“Putri.” Terdengar suara lembut Mama yang memanggil namaku.

Jika sudah seperti ini pasti ada hal penting yang ingin Mama tanyakan ataupun Mama sampaikan.

“Iya. Ma.”

“Akhir-akhir ini, entah mengapa Mama selalu teringat sama putri. Kamu lagi banyak masalah, nak?”

Aku tahu naluri seorang ibu itu memang kuat aku yakin Mama pasti merasakan apa yang kurasakan.

“Enggak kok Ma. Putri nggak ada masalah apa-apa!” Bohongku. Aku tidak ingin membebankan masalahku kepada Mama.

“Mungkin hanya perasaan Mama aja kali ya! Mama kan sudah tua.” Mamaku menanggapi.

“Iya. Ma.” Gumamku. Namun masih tetap bisa didengar oleh Mama.

“Suamimu gimana kabarnya?”

Aku menarik sebuah sudut bibirku, “baik kok Ma, sangat baik malah.”

“Ada dia di rumah?”

“Nggak, Ma.”

“Nggak pulang-pulang dia?” tanya ibuku lagi yang sudah seperti wartawan.

“Bang Toyib dong.” Seru kami bersamaan. Tawa pun terdengar dari bibir kami.

“Bulan yang lalu pulang kok Ma!”

“Bukannya dia pulang tiap minggu?”

“Bulan ini baru lima hari Ma.” Ujarku beralasan.

Memang benar ini baru tanggal lima, tapi mas Alfi tidak pernah pulang mulai tanggal satu bulan yang lalu.

Terkadang berbohong demi kebaikan itu memang perlu.

“Cucu-cucu Oma, bagaimana kabarnya?”

“Alhamdulillah sehat Ma. Mama engak ke butik?” Tanya ku mengalihkan topik.

“ Ini Mama lagi di butik.”

“Gimana butiknya, Mam? Ramai pelanggan?”

“Ya, seperti biasa, put.”

“Mam. Eum__”

“Kenapa? Ngomong aja.”

“Aku boleh minjem duit mama enggak?” tanya ku ragu. “Dua juta saja Ma. Kalau nggak boleh juga nggak apa-apa!” sambung ku kemudian.

Mama tidak langsung menjawab. Pasti Mama sedang berpikir, mengapa aku minjam duit kepadanya.

“Nanti Mama transfer, ya!”

“Iya. Mam. Nanti kalau jatah bulanan putri udah di transfer sama Mas Alfi, putri ganti uang Mama.”

“Gantinya dua puluh juta, ya!” Gurau Mama.

“Ihh__ Mama. Haram Ma, haram. Ingat umur Ma. Ingat dosa.” Aku menimpali sambil tertawa.

“Udah dulu Ma, ya! Ini, guru Aldo nelpon.”

“Iya, nak. Iya.”

“Assalamualaikum Ma.”

“Waalaikumsalam.”

“Assalamualaikum, Bu!” Sapa Aku lembut, setelah mengangkat panggilan dari gurunya Aldo.

“Waalaikumsalam. Apa benar ini Ibu Putri? Orang tuanya Aldo?”

“Iya benar. Ini saya sendiri.”

“Apa Ibu Putri bisa ke sekolahnya Aldo sekarang?”

“Memangnya ada masalah apa ya, Buk? Aldo baik-baik saja kan Buk?” Tanya ku mulai panik.

Karena jika tidak terjadi sesuatu, tidak mngkin guru sekolah Aldo menelpon ku!

“Aldo baik-baik saja.” Aku merasa lega, karna Aldo baik-baik saja. “Lebih baik, Buk putri segera ke sini! Kita bahas setelah Ibu Putri sampai di sini!”

“Baik. Buk. Saya segera kesana. Assalamualaikum.” Ujarku mengakhiri panggilan

“Waalaikumsalam”

Aku pun bergegas menuju sekolah Aldo. Entah apa yang diperbuat anak itu, sehingga gurunya memintaku segera ke sana.

Dengan mengucapkan bismillah dan perasaan was-was, aku langkahkan kaki menuju sekolah Aldo.

BERSAMBUNG.........

“Assalamualaikum.” Sapa Aku begitu sampai di ruang Kepala sekolah, karena wali kelas Aldo memintaku untuk langsung ke ruang Kepala sekolah.

“Waalaikumsalam” jawab Bu Ani yang merupakan kepala sekolah di sekolah Aldo.

“Ayo. Mari. Silahkan!” Bu Ani mempersilahkanku untuk duduk setelah kami saling berjabat tangan.

“Love Bu jika saya boleh tahu Aldo bikin salah apa sehingga saya dipanggil kemari?” Tanyaku memecahkan kesunyian ruang Kepala sekolah.

“Salahnya Aldo__” Bu Ani menggantungkan ucapannya.

“Apa Bu? Apa salahnya Aldo?” Tanyaku mulai panik.

“Bu Putri nggak usah khawatir. Kesalahan Aldo adalah ia terlalu pintar, sehingga Ia mendapat panggilan dadakan untuk mengikuti olimpiade matematika.”

“Dia besok harus ikut ke Jakarta. Apakah Ibu Putri keberatan?”

“Saya harus mendiskusikan hal ini bersama suami saya terlebih dahulu.”

“Baik. Terimakasih. Kami tunggu kabar baiknya dari Ibu Putri.”

Mau tidak mau, meskipun ragu. Aku aku tetap menghubungi mas Alfi, karena meski bagaimanapun Ia adalah kepala keluarga kami.

Segala sesuatu yang menyangkut anak-anak, aku harus meminta izin kepadanya.

Panggilan pertama, mas Alfi tidak mengangkatnya. Mungkin ia tidak melihat begitulah pemikiranku. Aku pun menghubungi Mas Alfi untuk yang kedua kalinya namun panggilan dariku ia reject.

Akhirnya aku putuskan untuk mengirim pesan wa kepada suamiku tercinta.

[Assalamualaikum, mas. Besok Aldo akan kejakarta.] Aku sengaja tidak mengutarakan tujuan Aldo ke Jakarta. Aku ingin melihat Apakah ia masih memikirkan anaknya.

Mas Alfi hanya membaca pesan dariku tanpa menanggapinya.

Aku hanya bisa menghembuskan nafas dengan kasar untuk menghilangkan kekesalan hatiku.

Kini hati Mas Alfi benar-benar telah tertutup untuk anak dan istrinya.

Aku bisa saja terima Jika ia mengabaikanku namun aku tidak akan bisa terima, Jika ia mengabaikan anakku, karena anakku juga anaknya, yang merupakan tanggung jawabnya.

Mentari yang condong ke barat pertanda aku harus memberikan keputusan kepada wali kelas Aldo. Aku telah berjanji kepada wali kelas Aldo untuk memberikan jawaban sebelum jam 05.00 sore. Jam menunjukkan pukul 04.45 yang berarti 15 menit lagi jam 05.00 sore tiba. Mas Alfi masih belum menghubungiku.

Dengan mengucapkan bismillah, aku pun menghubungi wali kelas Aldo.

“Assalamualaikum Buk Putri.”

“Waalaikumsalam Salam.”

“Bagaimana Bu Apakah Bu putih telah mendiskusi mengenai keberangkatan Aldo ke Jakarta besok?”

“Iya Bu saya mengizinkan Aldo untuk berangkat ke Jakarta besok.”

“Alhamdulillah. Aldo besok akan berangkat jam 04.00 pagi. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, kami meminta supaya malam ini lalu menginap di sekolah bersama murid yang lain.”

“Baik. Buk. Saya akan mengantarkan Aldo ke sekolah sebelum maghrib.”

“Terimakasih. Atas partisipasinya buk!”

“Sama-sama”

“ Assalamualaikum “

“Waalaikumsalam “

Panggilan pun berakhir.

Malam ini, hanya tinggal aku dan si bungsu di rumah. Aris putra bungsuku memilih tidur lebih awal aku tahu dia merasa kesepian tanpa abangnya.

Gelas di tanganku jatuh. Pecah berkeping tak tersisa.

Perasaanku tak karuan. Firasat buruk kurasakan.

Dering ponselku membenarkan firasat ku.

“Apa?” Aku menutup mulutku tak percaya mobil yang mengantarkan Aldo ke Jakarta mengalami kecelakaan lalu lintas.

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status