Share

Chapter 3 - Tough Day

Rintik hujan terus membasahi tanah dan dedaunan yang ada di sekitar, aku dan Sarah pun terpaksa hanya berdiam diri di Villa karna takut hujan akan semakin deras bila kami memaksakan untuk pergi keluar.

Ini adalah hari kedua aku dan Sarah berada di Villa ini. Sore ini kami hanya menghabiskan waktu dengan menonton televisi namun tiba-tiba aku teringat akan mimpi ku kemarin, jujur aku sangat merindukan Alka yang selama ini aku fikir Alka lah orang pertama dan terakhir untuk ku, namun ternyata semesta berkata lain.

Aku pun izin masuk ke kamar dengan alasan ingin merebahkan badan ku di kasur, aku menaiki anak tangga dengan pikiran yang bercabang, dan mata yang mulai terasa basah, setelah berada di kamar aku pun langsung mengunci pintu, aku hanya tak ingin Sarah mengetahui apa yang sebenarnya aku lakukan di dalam kamar. Ya, bukan untuk merebahkan badan ku tapi untuk menangis mengingat kembali kenangan ku dengan Alka.

Hujan yang semakin deras pun makin membuat suasana sore ini menjadi lebih terasa, disudut kamar ini aku terus saja memandangi foto-foto ku bersama Alka yang masih aku simpan di dalam handphone. Sejujurnya sering terlintas dibenak ku untuk mengakhiri hidup ku, rasa sakit yang Alka berikan terasa sangat nyata, namun disisi lain aku pun memikirkan perasaan orang-orang terdekat yang menyayangi ku jika aku sampai mengakhiri hidup ku hanya karna Alka.

Air mata yang awal nya hanya setetes itu pun mulai membanjiri kedua pipi ku, rasa sakit yang aku rasakan sekarang benar-benar membuat hidup ku terasa gelap.

Aku benar-benar tak kuasa menahan semua rasa sakit yang aku rasakan saat ini, cengeng? Aku rasa tidak, aku hanya tak tahu harus menunjukkan rasa sakit ku seperti apa selain menangis. Menangis untuk terus berharap Alka akan kembali ke kepada ku.

Aku pun mengingat setiap kenangan bersama Alka, kenangan saat pertama kali Alka meminta ku untuk menjadi pacar nya, kenangan saat Alka rela menunggui ku yang sedang sakit dirumah sakit tanpa mengenal rasa lelah, dan semua kenangan yang semakin membuat air mata membanjiri pipi ku, bahkan bantal yang sedari tadi aku peluk pun sudah sangat basah.

Di depan Sarah mungkin aku akan menjadi sosok yang 'Pasti kuat pasti bisa' namun kesendirian tak mampu membohongi siapapun lagi, di dalam kesendirian ini aku hanya bisa menangis menumpah kan semua rasa sakit yang Alka tinggalkan untukku.

Benci? Tidak, aku sama sekali tak benci. Marah? Tidak juga. Kecewa? Ya, mungkin itu yang sekarang aku rasakan. Rasa kecewa lah yang membuat rasa sakit ini semakin terasa. Suara air hujan yang deras dan langit yang gelap pun seakan-akan menggambarkan keadaan ku yang sekarang.

Pada titik ini aku terus memikirkan apa yang salah dengan diriku, dengan hubungan kami, apa yang telah aku perbuat sehingga Alka dengan mudah melepas kan aku.

Aku segera mengambil handphone dan mencari nomor Alka, aku pun berusaha menguatkan hati untuk tetap mencari tahu alasan dibalik Alka memutuskan hubungan kami, dengan tangan yang gemetar aku pun mencoba menelfon Alka dan seketika telfon itu pun langsung dimatikan oleh Alka, perasaan amarah mulai muncul menyesakkan dada.

Namun aku kembali menguatkan diri dan mengubungi Alka lagi untuk bertanya perihal alasan berakhirnya hubungan ku dengan Alka, aku pun menelfon nya sekali lagi dengan harap cemas. Tanpa aku duga kali ini Alka mengangkat telfon.

"Halo" Suara itu membuat ku seketika diam membeku, aku tahu betul suara ini pernah menjadi penguat nya dalam keadaan apapun, suara yang hampir setiap malam aku dengar dengan penuh rasa bahagia dan rasa tenang.

"Ka, ini Citra"

"Aku tau, nomor kamu masih aku simpen Cit"

Sekuat tenaga aku menahan tangis yang sudah tak terbendung, aku tak mau Alka tahu bahwa aku masih menangisi nya, aku tak ingin membuat Alka khawatir, atau begitu yang ada di benak ku sampai saat ini meskipun aku tahu bahwa itu tidak sepenuh nya benar.

"Kamu apa kabar? udah 2 hari kita ga ngobrol semenjak hari itu"

Lagi, aku mengingat hari itu dengan jelas, hari dimana kebahagian berubah menjadi sebuah kepiluan tanpa persiapan apapun.

Hembusan nafas terdengar dari sebrang sana, aku tahu Alka sangat tidak ingin berbasa - basi dengan ku, "Langsung to the point aja Cit, kenapa?" Ucap nya.

Kembali aku terdiam, diam menahan tangis yang sudah tak sanggup lagi aku tahan.

"Halo, Cit aku matiin ya kalo diem aja"

"Tunggu, aku cuma mau tanya sebenernya aku salah apa sama kamu? apa yang salah sama hubungan kita?" 

Alka terdiam, hanya terdengar hembusan nafas dari sebrang sana "Cit, kamu gak salah, ini salah aku, aku yang udah gak bisa cinta lagi sama kamu, perasaan aku udah nge-freeze buat kamu Cit, aku gatau apa yang aku rasain, aku gak bisa maksain hubungan kalo aku aja gak ngerasain apapun, aku harap kamu ngerti"

Deg!

Kali ini air mata tumpah dengan deras nya membasahi pipi. Tak perduli apakah Alka akan mendengar nya, rasa nya seperti dihujam oleh bebatuan api tanpa henti. Sakit. Hanya itu yang bisa aku rasakan, aku tak menyangka akan mendengar alasan itu dari seseorang yang sangat aku cintai dan aku pikir dia juga sangat mencintai ku, perkataan itu keluar dari mulut seseorang yang dahulu selalu takut jika sewaktu-waktu aku pergi dari nya, seseorang yang selalu meminta aku untuk tetap tinggal bagaimana pun keadaannya, dan seseorang yang selalu menjadikan aku sebagai penguatnya.

Dengan spontan aku langsung melempar handphone ku ke tembok dengan keras, menghancurkan segala sesuatu yang ada di depan mata ku, Sarah yang mendengar suara benda yang terjatuh serta tangis kencang dari kamar ku pun bergegas berlari ke arah kamar. Aku mendengar ketukan dan suara Sarah di balik pintu tapi pintu sengaja aku kunci.

Sarah yang semakin panik berusaha mendobrak pintu kamar ku, namun tenaga nya tak cukup kuat untuk mendobrak pintu, Sarah terus berteriak memanggil nama ku, aku paham Sarah mungkin sedang ketakutan setengah mati karna tahu betul jika aku sudah seperti ini, hal buruk akan aku lakukan. Aku mendengar Sarah menangis berteriak memohon kepada ku agar aku mau membuka pintu kamar, tak ada balasan dari dalam kamar, hanya suara tangis ku yang semakin kencang dan begitu getir terdengar.

Dari balik pintu aku mendengar Sarah yang hanya bisa memohon dan memohon agar aku tak melakukan hal bodoh, lagi.

Namun, semuanya terlambat, aku sudah lebih dulu menyayat pergelangan tangan ku dengan membabi buta. Tak terhitung banyak nya sayatan dan darah yang terus mengalir dari pergelangan tangan ku.

Sarah berteriak berkata bahwa ia tak ingin kejadian beberapa tahun lalu terulang. Malam itu, aku menelfon Sarah dengan menangis getir memohon pertolongan, tanpa bertanya apapun Sarah langsung pergi ke rumah ku dan shock ketika menemukan aku sudah tergulai lemas di lantai dengan berlumuran darah, aku mengiris pergelangan tangan ku karna mengingat kejadian saat Ayah mengkhianati aku dan Ibu nya.

Saat itu aku melihat Sarah benar-benar hancur, Sarah langsung menbantuku duduk dan membalut pergelangan tangan ku dengan sebuah kain, tak henti doa terucap dari mulutnya memohon agar aku nya tak meninggalkan nya malam itu.

"Cit, gue mohon buka pintu nya Cit, Alka mungkin bakal baik-baik aja kehilangan lo dan dengan gampang cari pengganti lo, tapi gue engga, gue bukan cuma kehilangan seorang Citra, gue kehilangan sebagian jiwa gue Cit, tolong buka" Teriak Sarah dengan tangis yang terdengar begitu getir.

Hening. 

Aku terdiam dan berhenti menyayat kedua tangan ku mendengar perkataan Sarah, hingga terdengar teriakan Sarah memanggil serta memohon aku mau membuka pintu, ia terus memukul pintu dengan keras, sekeras yang ia bisa.

Tak lama aku pun memutuskan untuk membuka pintu, Sarah melihat ku yang sudah sangat berantakan, serta tangan yang berlumuran darah. Sarah memeluk ku dengan erat, namun aku hanya bisa terdiam, aku menatap mata nya dengan penuh kehampaan, dengan cepat Sarah pergi ke bawah untuk mencari obat-obatan agar bisa membalut luka ku, aku tahu bukan hanya aku yang hancur, diri nya hancur tak kala melihat aku yang memilih untuk melukai diri ku sendiri, setidaknya Sarah bisa tau bahwa ini adalah patah hati terhebat ku.

Sekembali nya Sarah, ia langsung membersihkan dan membalut luka ku, sementara aku hanya diam terpaku menatap tembok, sesekali air mata terjatuh dalam keheningan. Tak ada rintihan ketika Sarah mengobati luka di tangan ku, padahal luka itu sangat banyak, sayatan demi sayatan memenuhi tangan ku.

"Cit, kalo sakit bilang gue ya, gue bakal stop supaya lo ga kesakitan" Sambil menyela air mata nya, Sarah lanjut membersihkan darah di tangan ku.

Aku hanya diam, karna aku tau, luka yang ada di tangan ku saat ini tidak sebanding dengan luka yang terasa di hati.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status