Share

Chapter 4 - I'm sorry

Aku terbangun oleh suara handphone ku yang berbunyi nyaring, aku melihat sekeliling kamar yang berantakan seperti habis terjadi gempa besar, aku pun bangun dan berusaha untuk duduk menyandarkan badan ke tembok dan berusaha untuk memulihkan diri ku.

Perlahan aku bangun dan berusaha berdiri dengan sekuat tenaga, rasa nyeri mulai terasa dibagian tangan yang sudah dibalut oleh kassa, aku hanya meringis kesakitan. Dengan langkah yang pelan aku pun berjalan gontai menggapai handphone ku yang tergeletak di sudut kamar.

Hancur.

Hanya suara nya saja yang berfungsi, sisa nya hancur, bahkan aku pun tak bisa mengangkat telfon itu karna layar handphone ku yang retak, aku tak tahu siapa yang menelfon saat itu. Aku menghembuskan nafas kasar frustasi, sekarang aku menyesali emosi ku yang tak terkendali beberapa jam lalu.

"Harusnya tadi jangan di lempar, ancur, nanti kalo Alka nyariin gimana" - batin ku.

Kembali aku melihat tangan ku yang sudah dibalut oleh kassa, air mata ku pun seketika jatuh kembali mengingat rasa sakit yang aku rasakan di hati ku jauh lebih besar dari rasa sakit yang aku buat sendiri.

Sekilas aku berpikur, apa seharusnya aku mengakhiri hidup ku saja? apa dengan begitu Alka akan menyesal dan mengingat ku serta kembali mencintaiku sampai ia mati?

Lamunan ku terhenti ketika aku mendengar Sarah memanggil nama ku lembut. Rasa sesal memenuhi relung dada, untuk kesekian kalinya aku membuat sahabat ku terluka, untuk kesekian kali nya aku membuat sahabat ku kecewa karna perbuatan ku sore tadi.

Tak lama pintu kamar terbuka dan terlihat Sarah berjalan masuk ke dalam kamar mendekati aku yang sedang duduk di sudut kamar.

"Udah bangun? kita makan dulu yuk, ngapain disini bukannya panggil gue aja" Tangan Sarah membelai rambut ku, sesekali ia merapikan rambut-rambut yang menutupi wajah ku.

"Tadi Alka telfon gue" Ucap nya.

Pandangan ku langsung ber-alih menatap nanar wajar Sarah, jantung ku berdegup sangat kencang, beribu pertanyaan ada di pikiranku saat ini. Apa Alka menghubungi karna khawatir? apa Alka masih mencari ku karna ia mencintaiku? apa Alka akan meminta maaf dan kembali? pertanyaan - pertanyaan itu berputar di kepala ku. 

Aku masih diam seribu bahasa, ingin rasanya aku menanyakan semua pertanyaan yang ada di otak ku sekarang namun lidah ku terasa kelu, tenggorokan ku terasa kering hingga aku tak mampu mengucapkan satu patah kata pun.

Sarah menatap ku frustasi, berkali-kali ia mengelus tangan ku yang sudah dibalut dengan kassa, tanpa mengucap satu kata pun. Aku memegang tangan nya dan meminta nya untuk membantu ku bangun, Sarah memapah ku menuju kasur, kepala ku masih terasa sangat berat dan terasa sakit, begitupun tenaga ku yang seperti terkuras habis biarpun aku sempat tertidur sebentar. 

Setelah membantuku merebahkan diri di kasur Sarah langsung menyelimuti aku dan keluar dari kamar, aku memang meminta nya untuk membiarkan aku beristirahat lebih lama lagi, ia menyetujui nya dengan syarat pintu kamar tak boleh lagi tertutup apalagi terkunci.

Baiklah, lagipula aku tak ingin mati di tempat ini, kalaupun aku harus mati, aku ingin mati di hadapan Alka, agar ia paham sebesar apa rasa sakit yang ia tinggalkan untukku.

********

Pukul 7 malam lewat sedikit, aku terbangun dari tidur ku, pandangan ku lurus menatap langit-langit kamar, fikiran ku kosong. Perlahan aku pun membuka selimut dan berusaha berdiri, berjalan dengan langkah gontai keluar kamar mencari Sarah.

Terlihat Sarah sedang menelfon seseorang di ruang tamu, namun begitu melihat ku, dengan cepat ia mematikan telfon nya dan berjalan ke arah ku yang diam berdiri di tangga. Sarah memapahku dan membantu ku untuk berjalan menuju sofa

"Gua mau pulang" Aku menatap nanar Sarah dan segera duduk di sofa, kepala ku terasa sakit, aku meringis sambil memegang kepala nya.

Sarah duduk di samping ku, ia dengan cepat memeriksa badan ku yang ternyata sudah demam, Sarah bangkit dan pergi ke kamar nya dengan langkah cepat untuk mencari tas kecil yang sudah ia siapkan, tas itu berisi macam-macam obat, pengukur suhu panas, obat merah, dan kassa tentu nya, bagaimana aku tahu semua itu? Karna aku adalah sahabat nya, beberapa kali aku memergoki Sarah membawa tas berisikan barang-barang tadi saat sedang pergi dengan ku, kemanapun, kapanpun.

Sarah memang sudah merencanakan membawa itu semua, karena ia tahu kejadian seperti ini pasti akan terjadi mengingat ia lah satu-satu nya yang paling memahami hidup ku sejak lama, sejak aku mengenal nya dan dia masuk ke dalam kehidupan ku.

Sarah kembali ke ruang tamu membawa tas kecil dengan tergesa-gesa, tak lupa ia membawa selimut, dan bantal. Dengan sigap ia memeriksa keadaan ku.

38,7° suhu badan ku saat ini. 

"Kita pulang besok, sekarang lo istirahat dulu disini, gua mau ke dapur bikinin bubur, lo jangan ke kamar ya, biar gua bisa pantau lo dari dapur" Sarah menata bantal di atas sofa dan segera membantu ku untuk merebahkan diri, tak lupa ia menyelimuti tubuh ku. Sarah membereskan kembali tas kecil nya sebelum pergi ke dapur.

"Maaf" Aku menahan tangan Sarah ketika Sarah ingin beranjak dari sofa, perasaan ku tak karuan saat melihat Sarah membereskan kembali isi dari tas kecil itu, aku merasa sangat menyesal dan bersalah telah mengecewakan Sarah.

Sarah hanya tersenyum seraya bangkit dan berjalan ke arah dapur.

Aku meringkuk dibawah selimut hangat nya, memejamkan mata berusaha untuk tertidur kembali, aku berharap malam ini demam ku sudah turun dan aku bisa pulang besok. Saat sedang berusaha untuk tertidur, handphone Sarah yang tergeletak diatas meja bergetar, aku langsung membuka selimut dan memanggil nama Sarah, namun karna tubuh ku yang sangat lemah, aku rasa suara parau ku tak terdengar oleh Sarah yang sedang sibuk memasak untuk ku di dapur.

Dengan setengah malas aku pun bangun dan mengambil handphone Sarah, aku berniat memberikan handphone itu kepada pemilik nya, sesaat aku melihat nama seseorang yang menurut ku asing terpampang di layar handphone Sarah.

Rival.

Nama itu tertera di layar handphone, aku mengernyit kebingungan.

siapa Rival? - batin ku.

Tanpa mengangkat telfon itu, aku berjalan ke arah Sarah dan memberikan handphone nya, memberitahu bahwa laki - laki bernama Rival menelfon. Mendengar nama Rival, Sarah yang sedang memotong wortel langsung berhenti, segera mencuci tangan dan mengambil handphone nya yang aku letakkan di atas meja marmer di dapur.

"Cie, baru nih ye, kok gak cerita sih?" Ucap ku menggoda Sarah.

"Apa sih, udah nih minum obat sebelum makan nya dulu, nih minum nya, abis itu tiduran lagi, gue lagi bikinin bubur" Sarah memberikan pil obat berwarna hijau dan segelas air putih.

Setelah meminum obat, aku kembali ke ruang tamu untuk mengistirahatkan badan ku. Namun, aku kembali lagi ke dapur untuk sekedar meminta Sarah meminjamkan handphone nya mengingat handphone ku yang rusak setelah kejadian kemarin.

"Gak boleh, udah deh istirahat aja, nyokap lo juga udah gua kabarin handphone lo rusak, gue bilang gasengaja jatoh di kebun kemaren, gua gamau ya lo hubungin dia lagi, udah sana hus husss" Sarah mengibaskan tangan nya ke arah ku seakan-akan mengusir ku dari dapur, dengan perasaan yang sebal aku  kembali ke sofa, merebahkan diri ku dan menutup badan ku dengan selimut dari ujung kaki sampai kepala.

Ketika aku sudah hampir tidur, aku merasakan guncangan yang seketika membangunkan ku, aku menyibakkan selimut dan melihat Sarah sudah ada di hadapanku seraya memegang satu mangkuk berisikan bubur, ia menyuruh ku untuk bangun dan mengubah posisi ku agar aku duduk dan bisa menyender. Aku yang masih setengah sadar hanya bisa menuruti semua perkataannya.

Harum. - Batin ku.

Bubur buatan Sarah selalu menjadi makanan kesukaan ku, sesaat setelah aku mencium harum aroma bubur itu aku langsung meminta mangkuk yang Sarah pegang. Melihat sikap ku Sarah tertawa kecil dan memberikan semangkuk bubur yang aku jamin rasanya enak, sangat sangat enak ini untuk aku nikmati.

Aku memakan bubur ini dengan perlahan sambil menonton acara tv, ah lebih tepat nya drama korea kesukaan aku dan Sarah. Sementara Sarah sibuk dengan handphone nya sampai-sampai ia tidak fokus menjawab setiap pertanyaan yang aku lontarkan tentang drama yang sedang kami--maksud ku, drama yang sedang aku tonton.

"Sibuk banget sih, pasti lagi chat gebetan baru" Ucap ku sambil sedikit menyikut tangan nya.

Mendengar itu Sarah langsung mematikan handphone nya, ia menjadi salah tingkah, "Gebetan apaan halu aja nih" Ucap nya sambil memainkan remot tv

"Alah ngaku aja deh"

"Ngaku apaan?!"

"Ituuuu yang tadi Rival Rival gebetan lo ya? kok lo gak cerita ke gue sih, lo udah ga anggap gue sahabat lo lagi ya?" Ucap ku dengan nada melas diiringi dengan puppy eyes andalan ku.

"Gausah drama deh, ini dia temen gue doang, kan lo tau gue lagi lamar magang di kantop shipi, kebetulan dia ini Hrd yang 'bakal' bocorin pertanyaan Hrd lain supaya gue diterima gitu deh"

"Dih keadilan sosial bagi warga kekuatan orang dalam ini mah" Ucap ku.

"Ya engga gitu juga sih, Rival temen nya abang gue lah intinya, udah gausah nanya lagi pusing" Ucap Sarah sambil menutup kedua telingan nya tangan.

Aku pun hanya tertawa kecil dan melanjutkan acara makan bubur ter-enak buatan sahabat ku tersayang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status