Share

Berawal Dari Rasa Bertanggungjawab

Wilona fokus merapihkan seluruh beda-beda di rumah lamanya. Rasanya hampir separuh tulang ditubuhnya mulai mengilu. Wilona mengistirahatkan diri di kursi yang terbuat dari bambu asli. Sesekali melakukan peregangan otot. Sambil melakukan peregangan otot, Wilona melirik ruangan di hadapannya yang kini sudah lebih membaik daripada sebelumnya.

DRETTT

Wilona melirik ponselnya yang tengah berbunyi dan Wilona melihat nomor yang tidak Wilona simpan sedang meneleponnya. “Apa aku angkat saja teleponnya?” gumam Wilona dalam hati.

“Hallo?” Wilona mencoba mendahului.

“Hai, Wilona!” terdengar suara laki-laki lembut dibalik telepon. Wilona belum memastikan siapa pemuda itu?

“Maaf, ini siapa?” tanya Wilona memastikan.

“Apa kamu sudah lupa sama orang yang telah menabrakmu?” tanyanya.

Wilona baru menyadari bahwa Reyhan yang kini menelepon dirinya. Namun, Wilona bingung mengapa Reyhan bisa menghubungi dirinya? Sedangkan Wilona tidak pernah merasa memberikan nomor pribadinya pada orang asing.

“Wilona, Kamu ada dimana? Bisakah kamu memberikan alamat rumahmu padaku?” pinta Reyhan.

Wilona benar-benar bingung harus berkata apa untuk tidak menyebarkan alamat rumahnya. Wilona tidak kepikiran kalau pemuda itu akan menghubunginya sampai sejauh ini. Padahal, kondisinya juga sudah mulai membaik.

“Hai... Aku sudah sembuh kok. Jadi, kamu tidak perlu lagi mengkhawatirkan aku” ujar Wilona dengan lembut agar pemuda tersebut tidak salah faham.

“Tidak Wilona... Aku merasa aku harus bertanggungjawab karena aku salah” ujarnya.

Karena Reyhan bersikukuh untuk menemui Wilona maka Wilona pun dengan terpaksa memberikan alamat rumahnya pada Reyhan.

Terlihat dari nada suaranya dia sangat senang karena telah berhasil mendapatkan alamat rumah ini. Wilona cukup menghela nafas agar tidak pusing memikirkannya? Wilona masih ingin menenangkan dirinya saat ini. Rasa sakit hati Wilona kepada Aris tidak bisa Wilona hilangkan dengan mudah. Karena sudah memberikan alamat, Wilona pun mematikan teleponnya dengan alasan ingin tidur, hingga satu jam kemudian....

TING

TONG

Terdengar suara pintu secara berulang kali. Wilona yang masih tertidur sampai terbawa ke alam mimpi kini sirna begitu saja. Sambil menguap, Wilona turun dari ranjang dan berjalan menuju ke arah pintu depan.

KRAG~

Wilona membuka pintu dan ia terkejut melih Reyhan telah datang dan tepat di hadapan hingga keterkejutannya itupun berhasil membuat Wilona jatuh pingsan. Reyhan mebopong tubuh Wilona dan membawanya ke sofa ruang tamu. Beberapa detik kemudian, Wilona terbangun dari pingsan dan melihat pemuda tersebut sedang menatap wajah Wilona. Ingin rasanya Wilona pingsan kembali namun kali ini tubuhnya tidak ingin di pingsan kan lagi.

“Wilona, kamu sudah sadar?” Reyhan menyentuh dahinya dengan maksud memeriksa suhu ditubuh Wilona. Sementara Wilona merasa berkeringat dingin ketika tangan Reyhan menyentuh dahinya.

“Maaf aku merepotkan kamu” ujar Wilona dengan malu-malu.

Reyhan tersenyum manis dan mengatakan bahwa Wilona tidak merepotkanya. Justru ia mengatakan bahwa gara-gara dia Wilona menjadi seperti ini. Reyhan kembali mengompres kan air dingin ke sapu tangan lalu menaruhnya ke dahi Wilona. Sentuhan tangannya benar-benar lembut dan Wilona merasa nyaman?

“Sebaiknya kamu istirahat saja aku takut kamu pingsan lagi” ujar Reyhan.

“Atau... Apa perlu aku memberitahukan Tante Siska mengenai kondisi kamu?” tanya Reyhan.

Wilona melotot dan tidak sengaja berkata, “Aku tidak mempunyai keluarga”

DEG

Reyhan menatap Wilona dengan tatapan menyelidik dan Wilona tidak kuasa ditatap seperti itu. Reyhan menghela nafasnya dan meminta maaf. What? Mengapa ia meminta maaf kepadaku? Ingin rasanya aku bertanya namun bibirku terlanjur syok melihatnya.

“Aku lupa kalau kamu habis kehilangan ibu tercintamu” ujar Reyhan dengan tertunduk.

Wilona mengerti sekarang... Pemuda ini merasa menyesal karena tidak menjaga perasaanku yang sedang berduka. Tangan Wilona bergetar saat ingin menyentuh rambutnya yang pendek itu. Mengapa aku sulit menyentuhnya?

“Aku sudah ikhlas... Mungkin di surga tempat yang lebih nyaman untuk ibuku” Wilona berusaha menenangkan diri dihadapannya.

“Selain Ibumu kamu tinggal sama siapa?” tanya Reyhan.

“Aku tinggal sendiri karena aku anak tunggal” ujar Wilona.

Reyhan nampak berpikir lalu ia mulai bertanya, “Kalau ayah kamu ada dimana?”

“Ayah?” Wilona tidak tahu dimana sosok Ayahnya? Bahkan, rupa dari ayah sendiri tidak aku tahu.

“Kenapa kamu seperti orang kebingungan Wilona?” ujar Reyhan. Wilona mencoba tertawa agar tidak terlalu garing.

“Kamu seperti sedang melakukan interview kehadapan ku” ujarku sambil tersenyum. Reyhan ikut tersenyum namun senyumannya sedikit terlihat dipaksakan.

KRIAK

KRIUK

Suara di perut Wilona sudah mulai terdengar dan Wilona tidak bisa lagi menyembunyikan rasa laparnya itu. Reyhan tertawa sekilas dan memperlihatkan gigi gingsulnya tersebut. Dalam hatinya pemuda ini sangat imut namun kalau bertanya seperti sedang mengintrogasi saja.

“Kamu tunggu disini. Aku akan segera kembali!” Reyhan beranjak dari tempat duduk dan pergi begitu saja. Wilona sendiri tidak ingin menanyakan kemana ia akan pergi? Wilona cukup menunggunya saja apakah ia akan beneran datang atau malah pergi tanpa kembali?

Wilona mencoba meraih ponselnya dan Wilona terkejut saat Syahnaz dengan sengaja mengirimkan foto-foto vulgar saat Syahnaz dan suamiku sedang bercinta. Sungguh hal yang sangat menjijikkan. Ingin rasanya ak muntah namun Wilona sadar perutnya sedang kosong. Wilonasegera memblokir dirinya dan menghapus foto-foto tersebut agar tidak Wilona lihat kembali.

Wilona mengangkat tangan kanan Wilona dan melihat jari kelingking Wilona yang masih terpasang cincin emas. Cincin tersebut sebagai saksi mata saat mas Aris begitu romantis kepada Wilona. Ingin rasanya Wilona mengulang masa-masa indah bersama mas Aris namun dengan permasalahan yang rumit ini rasanya tidak mungkin memperbaiki hubungannya dengan mas Aris.

Wilona mencabut cincin tersebut dari hari kelingking namun tidak aku buang. Karena Wilona sadar Wilona belum bekerja dan sangat memerlukan uang untuk biaya kehidupan sehari-hari. Wilona berniat untuk menjual saja cincin ini. Bertepatan juga, Reyhan datang sambil membawa dua kantong kresek. Ia tersenyum lalu berkata, “Sekarang waktunya makan”

“Kamu.... Kamu habis beli makanan?” tanya Wilona dengan terkejut.

“Iya! Aku juga sudah lapar dan ayo kita makan sekarang!” serunya dengan bergembira.

Reyhan memberikan aku satu nasi kotak dengan berisi es teh botol. Wilona mulai membuka nasi tersebut lalu aku melihatnya yang lebih dulu memakan nasi kotak tersebut. Wilona tidak tersenyum karena ulahnya.

“Wilona, kalau kamu masih lapar kamu tinggal bilang sama aku” ujarnya.

Wilona mengangguk pelan lalu melanjutkan makananku hingga habis. Setelah itu, Wilona berniat untuk menjual cincin yang tadi Wilona lepaskan di jari kelingking Wilona. Namun Wilona bingung harus mencari kendaraan dimana? Dengan terpaksa Wilona mencoba untuk meminta tolong kepada Reyhan.

“Hai, Reyhan? Kamu sibuk tidak hari ini?” tanya Wilona untuk memastikan saja. Reyhan menatapku lalu bertanya, “Kebetulan tidak ada kesibukan. Memangnya ada apa?”

“Kalau boleh berkenan kamu bisa mengantarkan aku ke toko emas yang dekat dari sini?” tanya Wilona kepadanya.

Wilona lihat ekspresi wajahnya berubah. Seperti sedang ada yang Reyhan sembunyikan. Lalu Reyhan mengangguk namun ia minta izin untuk memakai masker dan juga topi. Wilona hampir saja ingin menertawakannya karena permintaannya benar-benar aneh. Mengapa ia harus meminta izin kepadaku sedangkan kami baru mengenal satu sama lain?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status