Share

Bab 2. Kesepakatan Penawaran Lily

Penulis: Dia Ning
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-26 08:19:00

"Yang aku tahu, sosok pria sepertimu tidak suka menghabiskan waktu terlalu lama untuk membuat keputusan," ucap Lily dengan nada datar namun tajam, membuyarkan lamunan Damian.

Pria itu mengerjap pelan, terhentak sejenak seolah baru tersadar dari perjalanan panjang dalam pikirannya sendiri. Tatapan kosongnya sebelumnya tampak penuh beban, seolah bayang-bayang masa lalu kembali menghantuinya.

"Ya, aku menyepakatinya," gumam Damian akhirnya, suaranya rendah dan berat. Ia memutar badannya sehingga membelakangi Lily.

"Bagus," balas Lily sambil tersenyum, senyum yang terpatri anggun di wajahnya seperti topeng tak tergoyahkan. Di balik senyum itu, ada ribuan helai niat tersembunyi. Rencana awalnya berjalan nyaris sempurna. Layaknya rubah kecil yang lihai, Lily tahu betul kapan harus bergerak, kapan harus diam, dan kapan harus mencabik. Ia bukan hanya cantik, tapi cerdik—sangat cerdik.

Tak. Tak. Tak.

Ketukan sepatu hak tingginya terdengar begitu nyaring, Lily mendekati Damian yang masih berdiri terpaku. Tubuh pria itu tak bergerak, namun matanya—mata gelap yang dulu bisa mengintimidasi siapa pun—menatap Lily dengan pandangan membingungkan.

"Apa kau sudah tahu... apa yang harus kau lakukan untuk wanita simpananmu ini, Tuan Richi?" bisik Lily sembari menyelipkan kedua lengannya ke pinggang Damian, merengkuh tubuh pria itu dari belakang.

Damian bereaksi seketika. Ia berbalik cepat, gerakannya kasar. Tangan kekarnya langsung mencengkeram lengan Lily dan menyudutkannya ke dinding. Matanya menyala marah.

"Kau…" Suaranya parau. Namun selebihnya hanya diam. Kata-kata terhenti di kerongkongan, seakan tak menemukan jalan keluar. Hanya tatapan gelap, menusuk, dan liar.

"Bisakah... lebih lembut?" ucap Lily pelan namun provokatif. Ia tidak melawan. Tidak juga takut.

Damian mengendurkan cengkeramannya, perlahan menarik diri, namun tidak berkata apa-apa. Ia memalingkan wajah, menyisakan satu helaan napas berat sebelum akhirnya berjalan pergi dari ruangan itu, membiarkan Lily berdiri sendirian.

Lily tak langsung bergerak. Ia hanya memandangi punggung Damian yang semakin menjauh. Matanya menyipit sedikit, senyum kembali merekah di wajahnya. Ia tahu, ia telah menggoyahkan fondasi hati pria itu. Tapi itu belum cukup.

Perlahan, Lily melangkah. Ia mengekor Damian tanpa tergesa, membiarkan suara langkah kakinya yang bergema di sepanjang lorong menjadi penanda ketenangannya yang disengaja. Gaun mewahnya melambai ringan, hak tingginya menari dalam irama dingin lorong hotel.

Saat tiba di ujung koridor, pintu lift terbuka dengan bunyi khas. Damian lebih dulu masuk ke dalam lift. Tanpa berkata apa pun, Lily ikut masuk dan berdiri di sisi pria itu.

Keheningan mendominasi ruangan sempit itu. Dinding lift yang dilapisi kaca memantulkan bayangan mereka berdua—sepasang siluet yang kontras. Lily bisa merasakan napas Damian yang berat, aura kemarahan dan kebingungan yang belum tuntas. Tapi ia menyukainya. Ia menyukai ketegangan yang merambat itu. Seperti seorang penari panggung yang tahu betul irama penonton, Lily menunggu momen untuk kembali tampil gemilang.

Lift berhenti di lantai dasar. Damian melangkah lebih dulu dan Lily tetap setia membuntuti, langkahnya tenang dan anggun. Namun, saat tiba di lobi hotel, langkah Lily mendadak terhenti.

Sosok wanita berambut pirang, bergaun elegan, tengah duduk di salah satu sofa mewah. Senyumnya manis, tapi ada kekhawatiran yang tak bisa disembunyikan dari raut wajahnya.

Bianca.

Lily mengenal wanita itu dari kejauhan. Dan sebaliknya, Bianca langsung mengenali Lily begitu melihatnya berdiri di belakang Damian. Mata mereka bertemu dalam tabrakan tajam yang tidak bisa dihindari.

Hm, seorang wanita murahan yang begitu takut kehilangan kekasihnya. Itu sebabnya ia mengikuti kemana pun kekasihnya pergi. Begitu pikir Lily, mengangkat dagunya sedikit dengan tatapan tajam penuh sindiran.

Bianca menegang. Ia belum sempat bicara dengan Damian, tapi kehadiran Lily membuat darahnya naik ke ubun-ubun.

"Jika kau bertanya-tanya tentang aku yang bisa ada di sini dengan kekasihmu, kau harus tahu bahwa mulai saat ini Moretti yang aku pimpin bekerja sama dengan Richi Group," ucap Lily bangga, suaranya sengaja dibuat terdengar keras agar Bianca dan siapa pun di sekitarnya bisa mendengarnya.

Ekspresi Bianca berubah drastis. Damian tak pernah memberitahunya apa pun mengenai kerja sama ini. Itu berita besar. Siapa yang lebih dulu menawarkan kerja sama?

"Kau tidak pantas menjalin kerja sama dengan Richi Group," ucap Bianca ketus, mencoba menjaga wibawanya.

Lily hanya terkekeh kecil. "Hei, mengapa tidak pantas? Aku diterima oleh mereka. Sepertinya aku lebih menarik, baik sebagai mitra bisnis maupun... mitra yang lain." Ia menatap Bianca dengan senyum tajam yang sarat tantangan, "Hm, sebaiknya kau bercermin pada dirimu sendiri. Pantaskah kau untuk seorang Damian Richi?"

Bianca menggertakkan giginya. Kedua tangannya mengepal kuat. Ia ingin sekali menjambak rambut wanita itu saat itu juga. Tapi ia masih berusaha menjaga martabatnya.

"Damian," seru Bianca, suaranya gemetar. "Mengapa kau tidak bercerita padaku tentang kerja sama ini?"

Damian menoleh, menatapnya tanpa ekspresi. "Haruskah aku menjelaskan semuanya padamu? Ini urusan bisnis. Dengan menjalin kerja sama dengan Moretti, kau juga akan memperoleh keuntungan, bukan?"

"Tapi kau tidak pernah memberitahuku, Damian!" Bianca bersikeras, "Aku tahu dari orang lain bahwa kau ada di sini dan sekarang aku melihatmu bersama wanita ini."

"Aku tidak sempat memberitahumu. Bukankah kau punya jadwal pemotretan siang ini?" balas Damian, suaranya mulai terdengar tidak sabar.

"Aku masih punya satu jam waktu kosong. Aku ingin makan siang bersamamu."

"Aku tidak bisa. Aku harus menyambut tamu penting dari London."

Bianca terdiam. Matanya menyiratkan kekecewaan mendalam.

"Siapa yang lebih dulu menawarkan kerja sama?" tanyanya akhirnya.

"Aku," jawab Damian cepat. Tapi itu bohong. Lily yang lebih dulu menawarkan kerja sama dan tanpa pikir panjang Damian langsung menerimanya saat itu.

"Aku bisa menemanimu kalau kau ada pertemuan," rayu Bianca, mencoba mempertahankan posisinya sebagai kekasih.

Namun Lily bergerak lebih dulu. Ia menyandarkan lengannya pada Damian dan berkata dengan suara manja yang disengaja, "Hm, itu bukan tugasmu menemaninya, wahai wanita sialan. Karena aku yang akan pergi bersama Damian."

Bianca melotot, "Hey, apa yang kau lakukan?!"

"Aku tidak melakukan apa-apa. Aku hanya menjalankan tugasku. Menemani Damian dalam pertemuan penting. Bukankah Moretti juga ikut terlibat?" balas Lily dingin.

"Lepaskan dia, Lilyana! Aku bisa melenyapkanmu!" seru Bianca tajam, suaranya mulai naik dan mengundang perhatian sekitar.

"Tidak," bisik Lily pelan namun jelas. "Aku ingin lebih dekat... dengan rekan bisnisku."

"Lepaskan!" Bianca berteriak, marahnya meledak.

"Bianca, hentikan!" Damian akhirnya angkat suara, tegas dan dingin. "Aku harus profesional. Jika kau tak terima, aku bisa memutuskan hubungan kita sekarang juga."

Bianca membeku. Matanya membulat. Tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.

Lily menatapnya dengan kemenangan penuh, "Apa kau mendengar apa yang diucapkan kekasihmu, wanita sialan?" bisiknya sinis.

Lengan Lily masih tergantung di lengan Damian saat mereka melangkah pergi bersama, meninggalkan Bianca yang berdiri sendiri di tengah lobi hotel.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Merebut Kekasih Ibu Tiriku Untuk Balas Dendam   Bab 12. Jangan Sampai Lolos

    "Apa kau setuju dengan penawaranku ini, Bianca?" tanya Tuan Marcello, senyum miring menghiasi wajahnya. Ia tahu, Bianca tak memiliki pilihan lain."Padahal aku bisa saja memberikan bagianmu tanpa harus—""Ssst… tidak ada tawaran lain selain yang sudah kusebutkan tadi," potong Tuan Marcello, suaranya berbisik di telinga Bianca, begitu dekat hingga napasnya terasa di kulitnya. "Jika kau menolak, kau bisa segera pergi dari kediamanku."Tangan pria paruh baya itu terulur pelan, jemarinya yang kasar menyentuh sisi lengan Bianca, lalu turun perlahan, mencari titik yang diinginkan."Jadi, bagaimana?" ulang Tuan Marcello, suaranya rendah dan menekan.Bianca menggigit bibir, tak menjawab. Tubuhnya menegang, namun tidak bergerak menjauh. Hanya desah halus lolos dari bibirnya, ambigu—antara penolakan dan kepasrahan.Sentuhan Tuan Marcello bagaikan bara api yang menyengat di kulitnya. Sentuhan itu kian liar, dan sedikit pun Bianca tidak berniat untuk menepisnya."Oh, Tuan Marcello…"Kedua mata wa

  • Merebut Kekasih Ibu Tiriku Untuk Balas Dendam   Bab 11. Rencana Busuk Bianca

    "Sungguh sangat tidak masuk akal." Bianca menggeleng keras, tangannya meremas kuat ujung gaun yang dikenakan."Apa pun bisa masuk akal. Termasuk Damian sendiri yang merobeknya," jawab Lily santai."LILYANA!"Tangan Bianca menggantung di udara. Amarahnya meledak-ledak, tapi ia tak bisa menampar Lily karena disaksikan banyak orang. Jika ia melakukannya, itu hanya akan merusak reputasinya. Apa pun yang terjadi saat ini bisa dengan mudah tersebar di media."Mengapa berhenti? Kau bisa menamparku," ucap Lily tenang, tatapannya tajam namun tetap menantang.Bianca menatap Lily dengan kobaran api yang semakin melalap habis dirinya. Tangannya yang sempat menggantung di udara perlahan turun kembali. Jemarinya mengepal lebih kuat, berusaha sekuat tenaga menahan dorongan untuk tidak melayangkan tamparan itu ke wajah Lily.Gumaman lirih terdengar dari beberapa pegawai yang melintas. Mereka mulai berbisik, memperhatikan ketegangan yang menyeruak di antara ketiga orang itu. Beberapa pura-pura sibuk,

  • Merebut Kekasih Ibu Tiriku Untuk Balas Dendam   Bab 10. Ingin Lebih

    Zio berdiri di hadapan sahabatnya dengan kedua lengan terlipat di depan dada. Pria itu terus menggeleng pelan, nyaris tak percaya pada setiap kata yang keluar dari mulut Lily."Apa kau benar-benar tidak bisa memilih cara lain?" tanya Zio dengan nada penuh kekhawatiran. Ia takut rencana kehancuran Bianca yang disusun Lily justru akan berbalik menyakiti wanita itu sendiri."Tidak bisa, Zionathan. Aku sudah melangkah terlalu jauh. Dan tentu saja, aku tidak akan berbalik hanya untuk menghentikan semuanya. Meski Damian berbahaya, justru itu yang membuat semuanya terasa menantang."Zio menghela napas berat. "Kau mengatakan dia merusakmu, memborgolmu, bahkan ada senjata ilegal... itu lebih dari sekadar berbahaya, Lilyana.""Damian tidak akan menyakitiku," sahut Lily cepat. Senyum tipis mengembang di wajahnya saat ia kembali mengingat bagaimana pria itu bisa bersikap cukup manis setelah menyelesaikan permainan itu."Kau tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya," sahut Zio. Ia tidak bisa m

  • Merebut Kekasih Ibu Tiriku Untuk Balas Dendam   Bab 9. Tidur Dengan Wanita Lain

    "Di mana Lily?" tanya Nyonya Lombardi santai, menyelipkan pertanyaan itu di tengah momen sarapan mereka yang tenang.Bianca mendadak meletakkan alat makannya dengan kasar. Dentingnya menggema, mengganggu keheningan pagi. Matanya menyipit tajam ke arah sang ibu."Apa Ibu tidak salah menanyakan wanita itu?" katanya dingin, "Damian menghilang. Tidak ada kabar dan tidak bisa dihubungi. Dan itu jauh lebih membuatku frustrasi."Nyonya Lombardi hanya menghela napas pelan, seolah tak terpengaruh oleh kemarahan putrinya."Ibu bertanya bukan karena peduli," ujarnya tenang, "Tapi sudah dua hari dia menghilang dari mansion. Bukankah itu seharusnya menjadi kabar baik?""Tentu saja kabar baik. Tapi sayangnya, ini rumahku. Dan sampai kapan pun, aku tidak akan pergi dari sini."Suara yang tiba-tiba menyela percakapan itu membuat keduanya menoleh refleks.Lily berdiri dengan tegak dan tenang di ambang pintu ruang makan.Namun bukan kehadiran Lily yang membuat Bianca dan Nyonya Lombardi terpaku, melain

  • Merebut Kekasih Ibu Tiriku Untuk Balas Dendam   Bab 8. Wanita Simpanan Penurut

    Tangan Damian mencengkeram rahang Lily dengan kuat, memaksa wajahnya menghadap ke arahnya. "Jadilah wanita simpananku yang penurut, sayang. Aku tak punya kesabaran untuk menghadapi wanita pembangkang," desis Damian, suaranya tenang namun berbahaya.Lidah Lily terasa kelu. Kata-kata yang hendak ia lontarkan terhenti di tenggorokan, tertelan oleh ketakutan yang menjeratnya.Namun, dengan sisa keberanian yang belum sepenuhnya dilumat Damian, ia memaksakan diri bersuara, "Brengsek! Lepaskan aku! Atau aku akan bongkar semua kejahatanmu di masa lalu!"Ancaman itu kembali ia lemparkan, senjata terakhir yang masih ia genggam. Tapi Damian hanya terkekeh pelan, nyaris seperti mengejek."Ancamanmu tak berarti lagi untukku, Lilyana. Kau pikir aku akan diam saja?" gumamnya sambil menyeringai lebar. Tatapannya menusuk, membuat napas Lily tercekat."Damian...""Ini konsekuensinya. Sekali kau masuk ke lubangku, jangan pernah berharap bisa keluar lagi," ucapnya datar.Detik kemudian, Damian langsung

  • Merebut Kekasih Ibu Tiriku Untuk Balas Dendam   Bab 7. Sangat Buas

    Sinar mentari pagi menyusup lembut melalui celah tirai, perlahan membangunkan Lily dari tidurnya yang lelap. Ia menggeliat pelan, mencoba meregangkan tubuh yang terasa nyeri dan remuk—bekas dari malam penuh kendali yang dipaksakan oleh Damian."Damian... di mana pria brengsek itu?" gumam Lily. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh kamar itu, tapi nyatanya Damian sudah tidak ada di sana. Yang tersisa hanyalah jejak-jejak semalam dengan aroma menusuk yang menyeruak ke seluruh ruangan."Oh shit... kau sangat buas, Damian." Tubuhnya tiba-tiba mendesir hebat saat kembali mengingat permainan mereka semalam. Permainan yang sebelumnya tidak pernah Lily bayangkan, tapi ia sukses membuat sosok Damian Richi melolong sepanjang malam.Lily bangkit dari tempat tidur yang tak berbentuk lagi. Langkah kakinya yang ia paksakan membawanya menuju pintu masuk kamar itu.Namun, tiba-tiba kening Lily mengerut."Heh... kenapa pintunya terkunci?" gumamnya curiga. Tangannya tak henti memutar kenop, menarik,

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status