Share

Merebut Kembali Harta Warisan
Merebut Kembali Harta Warisan
Penulis: Yolanda Rayazmi

PROLOG

Jeritan tangis menggema di seluruh ruangan tanpa ada yang mencoba mendekat. Suasana pilu itu hanya ia hadapi sendiri. Dua orang yang begitu ia sayangi kini telah tergeletak bersimbah darah di depannya.

Tidak ada seorang pun di ruangan ini yang mengiba kepada seorang gadis berusia 17 tahun itu. Semuanya hanya diam menatap tangisan pilu yang terdengar. Benar-benar diam, seolah hati mereka mati untuk menolong sesama.

“Sudahlah, mau kamu tangisi sampai kapanpun orang tua kamu nggak bakalan bisa hidup lagi,” ucap seorang wanita dengan pandangan remeh.

“Tau tuh. Lagian bagus dong, kamu bisa hidup bebaskan?” sahut seorang remaja di samping wanita tersebut.

Ditengah tangisannya, diam-diam gadis tersebut mengepalkan tangannya. Ia tidak terima dengan perkataan tante dan sepupunya tersebut.

“Kalau kamu masih mau di sini, ya sudah, terserah kamu. Sebentar lagi polisi akan datang untuk mengusut ini semua. Kamu harus hadapi mereka. Awas aja kalau kamu ngomong macam-macam,” ancam wanita yang merupakan tante dari gadis tersebut.

Usai mengatakan itu, dua orang yang tidak memiliki hati nurani tersebut melenggang santai keluar rumah bersama beberapa lelaki suruhannya. Tidak ada rasa iba ataupun sedih melihat kejadian di rumah ini.

Gadis tersebut pun bangkit dari duduknya dan segera menelpon seseorang. Ia tidak akan bisa sendirian menghadapi polisi yang akan banyak bertanya nantinya.

Meski dengan tangan gemetar, ia mencoba mencari nama seseorang dikontaknya. Seseorang yang telah lama menjadi sahabatnya. Ia harus mengabarkan kejadian yang baru saja ia alami dan meminta sahabatnya tersebut untuk menemaninya.

“H-halo, Nay …,” ucapnya gemetar saat panggilannya diangkat.

“Halo, De. Eh kenapa suara lo kayak gemetar gitu? Lo kenapa, Dean?” sahut Naya panik.

“Nay … g-gue butuh lo. B-bokap sama nyokap gue, Nay …” Ia tidak sanggup melanjutkan perkataannya. Dadanya terlalu sesak untuk menjelaskan semua keadaan ini.

“De, lo tetap di sana. Gue ke rumah lo sekarang. Lo tenang, ya,” ucap Nayla.

Deandra Winata, gadis yang baru saja tertimpa kejadian yang begitu naas tersebut terduduk dibalik sofa seraya menggenggam ponselnya erat. Ia tidak sanggup lagi untuk menoleh ke arah mayat orang tuanya.

Tak lama kemudian, Nayla tiba di kediaman Deandra. Nayla yang baru saja masuk ke dalam rumah, terlihat begitu syok melihat lantai yang berceceran darah. Ditambah lagi dengan adanya dua sosok yang begitu sahabatnya cintai sudah terbaring tak bernyawa.

Nayla tersadar saat mendengar isakan dari balik sofa. Ia segera beranjak dan melihat sumber isakan tersebut.

“Dean?” pekik Nayla. Ia segera memeluk Deandra.

“Nayla, Mama sama Papa gue, Nay, m-mereka …” Tangisan Deandra pecah.

Nayla mengusap punggung sahabatnya tersebut.

“Lo tenang dulu, Dean. Udah ada gue di sini. Lo nggak perlu khawatir.”

Suara sirine ambulan dan mobil polisi terdengar bersahutan. Deandra melepas pelukannya dan segera keluar menemui polisi.

“Selamat siang. Apa Anda yang mengubungi kami tadi? Apa benar telah terjadi perampokan di rumah ini?” tanya salah satu polisi yang menghampiri Deandra.

“Ternyata ini yang mereka katakan,” batin Deandra.

“Betul, Pak. Saya yang menelpon tadi. Pak segera bawa orang tua saya, Pak. Mereka terluka,” ucap Deandra seraya menunjuk ke arah orang tuanya.

Polisi tersebut memanggil rekannya yang sedang memeriksa keadaan orang tua Deandra.

“Lapor, Pak. Bapak dan Ibu tersebut sudah dalam keadaan tidak bernyawa. Kami akan meminta pihak rumah sakit untuk membawanya dan melakukan otopsi,” lapor polisi tersebut.

“Baik, lakukan dengan segera. Untuk yang lain segera cari barang bukti, kemungkinan para perampok itu meninggalkan jejak,” perintah polisi yang berbicara dengan Deandra tadi.

Deandra dan Nayla hanya berdiri diam melihat polisi yang sudah menyebar di rumah ini, juga melihat beberapa perawat membawa jasad kedua orang tua Deandra menuju ambulan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status