Keluar kamar mandi Sandrina masih merasa malu saat berpas-pasan dengan Bastian yang hendak masuk. Ia lalu menunduk, lalu melangkah menuju kasir. Sementara, Bastian kembali menoleh ke arah sang istri.Sandrina merapikan seprei yang berantakan, lalu bantal juga baju yang berada di lantai. Ia memungutnya satu persatu, saat mengambil celana dalam sang suami, ia malah tersenyum tipis saat membayangkan beberapa jam lalu mereka bergelut di ranjang.Segera ia menaruh di tempat baju kotor, lalu gegas melangkah ingin ke luar kamar.“Mau ke mana?” tanya Bastian yang sudah ke luar dari kamar mandi.“A—aku mau ke kamar, ngantuk, Mas.” Sandrina menjawab tanpa membalikkan badan. Rasanya ia sangat malu saat menatap wajah sang suami seperti itu.“Mulai malam ini kamu tidur sama aku, di sini. Buat apa kamar terpisah, kamu mau ibu membuatkan gugatan cerai untuk kita?” Sandrina bergeming di tempat, ia memikirkan apa yang terjadi jika ia berpisah dengan Batin. Sehari saja ia merasa lelah dan rindu, apala
Bu Hana memperhatikan Bastian dan Sandrina yang terlihat sangat kacau. Rambut Bastian yang terlihat basah, lalu Sandrina yang memakai pakaian sang suami yang kebesaran. Bu Hana kembali memperhatikan leher, Sandrina terlihat ada bekas merah.“Kamu masuk angin?” tanya sang ibu.“Enggak, Bu. Memangnya kenapa?” tanya Sandrina aneh. “Itu, lehermu merah, tak kira habis di kerok.” Bu Hana menunjuk leher Sandrina yang terlihat ada dua kemerahan atas dan bawahnya.Sandrina langsung menutup lehernya, ia sedikit melirik ke arah Bastian yang seperti tak tahu apa pun. Ingin rasanya ia memukul kepala sang suami karena membuat tanda seperti anak muda saja pikirnya. Karena ulang sang suami, ia harus memutar otak mencari jawaban.“Ini, aku garuk karena gatal, Bu. Alergi,” ucap Sandrina lagi.Untung saja ibu mertuanya percaya dan tak banyak bertanya. Bu Hana datang untuk membahas pernikahan Ferdi juga perpisahan keduanya. Bu Hana sudah menyiapkan pengacara yang akan datang siang ke kantor Bastian. “B
Berulang kali Alika mencoba menghubungi Bastian, kemudian mengirimi pesan berulang kali juga sama tak dapat tanggapan dari pria itu. Bastian sedang sibuk memperhatikan Sandrina yang sedang memilih beberapa baju. Melihat sang istri bahagia, ia merasa bisa meringankan beban Sandrina.“Sudah?” tanya Bastian dengan gaya coolnya. “Sudah. Ini,” ujar Sandrina memperlihatkan beberapa baju yang ia beli. Bukan beberapa , tapi hanya 2 pasang saja. Berbeda dengan Alika, ia pasti akan mengambil banyak baju dan menghabiskan beberapa juta untuk baju yang ia beli. Belum lagi tas dan sepatu, bahkan ia pun membeli beberapa keperluan untuk di rumah. “Hanya itu saja? Kamu enggak cari yang lain? Atau mau beli baju dinas yang sexy?” Wajah Sandrina memerah saat Bastian mengatakan hal itu. Ia merasa malu walau mereka sudah resmi menjadi suami istri. Bastian terus saja menggoda sang istri, ia tahu Sandrina sudah merasa malu. Wanita itu menunduk, lalu mempercepat jalannya. Seketika ia melihat Alika yang m
Indah memuji kecantikan Sandrina, lalu mengumpat Bastian yang tak bersyukur memiliki istri secantik ini. Saat Bastian masuk, pria itu langsung di semprot istri Agam. Niat hati ingin mengajak Sandrina pulang, malah kena ceramah dari Indah.“Kalau istrimu di gondol laki lain mau, cantik kaya gini kok ya kamu enggak menjaga,” ujar Indah kesal.“Duh, kamu ngomong apa San sama Mbak Indah, kok dia ngamuk?” tanya Bastian.“Istrimu enggak ngomong apa-apa, aku saja kesal sama kamu,” ujar Indah.Agam merangkul sang istri agar emosinya mereda, Bastian sudah berubah dan tak seperti yang dikatakan Indah. Hanya saja butuh waktu untuk memutuskan Alika karena tidak akan mudah melakukan hal itu. Apalagi Alika membuat Alika yakin untuk meninggalkan Bastian.“Ma, jangan marah-marah mereka sudah baikan, Bastian juga lagi belajar jadi suami. Masalah kekasihnya, akan diurusnya,” bisik Agam.Bastian merangkul Sandrina dan pamit pada Agna dan Indah. Sudah larut malam mereka pamit untuk pulang karena besok ma
“Bukan aku yang memanggilnya ke sini, tapi dia datang tanpa aku undang. Sayang, percaya sama aku,” ujar Bastian.Sandrina masih bergeming, entah ia harus percaya atau tidak dengan suaminya. Baru saja ia memulai untuk memahami dirinya, tapi kembali kecewa oleh kedatangan Alika yang membuat ia kembali sakit hati.Bastian terus memandang sang istri, ia berharap tak ada hal yang di pikirkan Sandrina. Ini murni kebetulan yang tidak ia tahu. Apa lagi yang harus ditakutkan jika dirinya tidak bersalah, apalagi Alika bukan ia yang menghubungi.“Sama saja, kan kamu dengan dia bertemu?” Sandrina menjawab ketus.“Beda, dia dari kemarin-kemarin menelepon aku. Enggak aku angkat karena aku memilih bersama kamu.” Bastian kembali memberi penjelasan.Sandrina tak begitu saja percaya, jika benar Bastian serius dengannya, harusnya ia sudah mengatakan pada kekasihnya jika tak usah menghubunginya lagi. Tapi, ini berbeda, malah Alika datang menemuinya di kantor.“Kalau kamu memilih bersama aku, kenapa dia m
Tangis Anita tak henti sampai di pemakaman, ia tidak tahu harus menjalani hidup tanpa sang ayah atau tidak karena selama ini, ia begitu dekat dengannya. Ferdi yang kini sudah menjadi suaminya terus menuntun sang istri agar tak goyah. Akan tetapi, Anita pingsan karena sudah tak tahan dengan perasaannya yang kian sesak.“Bantu, itu pingsan.” Terdengar salah satu dari pelayat bicara.Ferdi langsung membopong Anita ke mobil. Wajahnya pucat begitu jelas, sedangkan sang ibu terlihat lebih tegar menghadapi kepergian sang suami. Ibunya Anita memnerikan minyak angin agar Ferdi mengoleskan sedikit di hidung Anita.“Nit, bangun. Kamu harus kuat,” bisik Ferdi.Anita belum juga sadar, Ferdi kembali mengelus rambut sang istri. Ia merasakan juga apa yang dirasakan Anita. Kehilangan yang begitu memukul hatinya, harusnya hari bahagia itu membuat mereka bersuka cita, tapi malah berduka. Namun, keinginan sang ayah pun terpenuhi melihat anaknya menikah di hadapannya.Alika mendapat kabar dari Bastian, ia
Dengan susah payah Dimas membawa masuk Alika ke rumah wanita itu setelah menguras tenaga membawanya dalam keadaan sedikit mabuk. Hampir saja mereka menabrak, untung saja Dimas menghindar.“Bas, Bastian kamu mau ke mana?”Dimas kembali pusing dengan ulah Alika, untung saja ia tidak terlalu banyak minum. Akan tetapi, rasa pening pun membuat kepalanya sakit. Pria itu merogoh tas Alika mencari kunci rumahnya. Untung saja wanita itu menyimpannya tak terlalu dalam hingga memudahkan Dimas untuk mencarinya.Sudah terlalu malam, Dimas pun semakin kewalahan saat memegangi tubuh Alika dan mencoba membuka kunci.“Shit.” Dimas kesal karena Alika pun tak bisa diam. Wanita itu malah mencoba menciumi pipi Dimas hingga membuat pria itu sedikit bergidik. Dimas berhasil membuka pintu, ia mencabut kunci rumah dan mencoba membawa Alika masuk.Dimas berniat langsung menaruhnya di kamar. Alika melangkah gontai dan menjatuhkan tubuhnya di kasur. Dimas menghela napas karena ia sangat lelah membawa Alika deng
Alika terkesiap saat melihat Dimas tertidur di sampingnya. Ia pun langsung syok saat melihat tubuhnya penuh dengan tanda merah juga tak berpakaian sehelai pun. Sama halnya dengan Dimas. Pria itu masih tertidur nyenyak setelah semalaman memadu kasih dengan Alika.Alika langsung beranjak ke kamar mandi dan mengambil beberapa baju untuk di pakainya. Ia menatap diri di cermin, lalu menutup wajah membayangkan apa yang ia lakukan dengan Dimas malam tadi.Seingatnya, semalam ia memang mencoba alkohol. Akan tetapi, tidak merasa banyak.“Shit! Kenapa bisa aku bersama Dimas.”Alika mengguyur sekujur tubuhnya, ia merasa sakit di bagian kemaluannya. Sepertinya mereka melakukannya berulang kali hingga terasa nyeri sekujur tubuh. Alika kembali berpikir bagaimana bisa ia tidur dengan Dimas?Alika ke luar kamar mandi, Dimas sudah bangun dan masih merasa pusing. Ia baru saja mengambil baju dan akan memakainya.“Pakai bajumu, aku enggak suka melihat pria dengan tak memakai baju,” ujar Alika.“Tolong am