“Aw!”
Bastian menjerit kala Sandrina menendang keperjakaannya. Peria itu langsung melepas cengkeramannya dan terduduk sembari memegangi yang sakit. Sementara, Sandrina masih menatap bengis pria yang menjadi suaminya itu.
“Sakit, kan?”
Sandrina kembali tersenyum melihat Bastian yang tak bisa menjawab karena ia sedang merasakan nyeri di sesuatu yang paling berharga baginya. Sang istri tak peduli betapa sakitnya Bastian, sedangkan suaminya itu bersumpah akan membuat Sandrina menyesali perbuatannya kali ini.
“Awas, ka—kamu!” Bastian mengucapkan kalimat terbata-bata juga hanya bisa menunjuk Sandrina dengan telunjuknya.
“Rasakan, rasa sakit itu nggak sebanding dengan sakitnya hati aku saat suami bercinta denganku, mulutmu masih memanggil namanya!”
Akhirnya Sandrina bisa mengutarakan apa yang ia rasakan kali ini. Walau pernikahan mereka berjalan karena perjodohan, bukan berarti Bastian bisa mela
Wajah Bastian memerah mendengar ucapan Sandrina. Entah apa yang merasuki sang istri hingga bisa berbicara seperti itu. Apalagi mengenai hal sensitif mengenai pria. Bastian menggebrak meja, tapi Sandrina tak kaget sama sekali.Sandrina masih terlihat santai, berbeda dengan ia yang dulu. Ia semakin kuat menghadapi Bastian yang berlaku seenaknya pada dirinya.Semenjak kehamilannya, Sandrina bertekad untuk mengembalikan Bastian pada kodratnya. Pria yang seharusnya menjadi suami dan ayah yang bertanggung jawab. Bukan pria yang masih bermain-main dengan wanita lain padahal tahu dirinya akan menjadi seorang ayah.“Anggap saja tidak terjadi sesuatu malam tadi.”“Terserah kamu, aku tidak peduli. Aku mau merapikan baju, ibu akan memesankan aku taxi jam 13.00.”“Sampai kapan?”“Mungkin sampai anak ini lahir.” Sandrina menjawab singkat.Bastian dibuat melongok dengan jawaban asal sang istri. Selama
Alika menarik napas dalam, sudah pasti pria di hadapannya tak bisa menjawab atau memang tak bisa memilih. Harusnya sejak lama mereka berpisah, tapi diri mu ya terllau mencintai Bastian hingga rela menunggu sang kekasih menduda.Bastian terus memutar otak, apalagi saat ia mengingat perkataan sang istri. Kalau ia meninggalkan Sandrina, sudah pasti harta akan jatuh ke tangan calon anaknya karena sesuai perjanjian, jika Bastian menceraikan Sandrina tiba-tiba dan memilih wanita lain, jika sudah memiliki anak, otomatis harta itu jatuh ke darah dagingnya. Jika tidak, akan menjadi milik Sandrina.Pria itu memukul tembok dengan emosi, bagaimana hidupnya begitu sulit dan harus ada pilihan. Lagi, ucapan Sandrina terngiang di kepalanya. Belum tentu Alika menerimanya saat ia jatuh miskin. Dia seorang Dokter dan mudah mendapatkan pria yang ia mau, termaksud sang adik.“Aku tahu kamu tak akan bisa memilih karena kamu memang sudah mencintai wanita itu. Lebih baik kamu per
Bastian pamit pulang sebentar pada Alika karena banyak pekerjaan yang harus ia kerjakan. Ia pulang untuk mengambil laptop di rumah dan berjanji akan kembali lagi tidak lama.Sesampainya di rumah, ia berteriak memanggil nama sang istri. Akan tetapi, Sandrina tak juga muncul di hadapannya. Bastian menepuk menepuk kening karena ia lupa jika Sandrina sepertinya sudah berada di rumah sang ibu. Pantas saja tak ada jawaban atau wajah sang istri yang selalu muncul saat kedatangannya.“Kenapa aku ini,” gumam Bastian.Pria itu terduduk di meja makan, ia membuka tudung nasi. Ada beberapa lauk dan juga sambal. Tidak ketinggalan ada sebuah surat dari Sandrina seperti biasa.Mas, aku ke rumah ibu dulu. Ada sayur dan lauk untuk makan sore ini. Di kulkas pun sudah kupenuhi telur dan susu untuk kamu makan. Akan tetapi, kalau kamu rindu aku bisa datang atau menelepon. Dari aku, istri yang tak pernah di anggap.Bastian meremas kertas itu da
Sang ibu memberikan teh hangat pada Ferdi. Keduanya duduk memandang langit di halaman rumah. Sebelumnya, Bu Hana memang ingin bicara berdua dengan anak keduanya itu.Ferdi sepertinya paham apa yang akan dibicarakan sang ibu.“Apa ibu akan membicarakan masalah Bastian dan Sandrina?” tanya Ferdi.Bu Hana mengangguk, memang ia akan membicarakan anak pertamanya itu. Karena Sandrina akan pindah bersamanya, ia pun memohon agar Ferdi mencari kontrakan.“Sepertinya kamu tahu yang akan ibu bicarakan,” tutur Bu Hana.Ferdi mengangguk, memang ia tahu jika sang ibu memintanya ke luar dari rumah. Akan tetapi, pria itu malah ingin tetap di rumah itu.“Bu, mencari kontrakan atau kosan susah, aku pun jarang di rumah. Apa harus pindah?” tanya Ferdi.“Tapi ada Sandrina di sini, Ibu tak mau membuat dirinya tidak nyaman. Kasihan ia sedang hamil dan butuh perhatian ibu, apa kamu nggak mau membantu?” Bu
Bu Hana datang saat Sandrina mengatakan jika Bastian sakit. Ia terburu-buru datang karena panik. Untung saja Ferdi bisa mengantarnya hingga ke rumah sang kakak. Bu Hana langsung menghampiri Bastian yang sudah bisa duduk di sofa.“Nak, kamu baru sehari ditinggal Sandrina saja sudah sakit. Bagaimana dia tinggal lama dengan ibu. Bisa kelaparan setiap hari kamu,” oceh sang ibu.“Aku bukan anak kecil lagi, Bu. Bisa pesan online juga,” jawab Bastian.Sandrina terlihat membawakan teh untuk ibu dan Ferdi. Wanita itu duduk di samping sang suami. Walau belum menandatangani kontrak perjanjian mereka, Bastian mencoba belajar berlama-lama duduk di samping sang istri.Terlebih, jika melihat Ferdi yang menatap tidak biasa pada sang istri. Tidak tahu perasaan apa, ingin sekali tangannya memukul dan mencongkel matanya.“Bu, teh ibu yang ini. Itu buat Ferdi karena gulanya sedikit lebih banyak. Punya tidak memakai gula, kan?” Sandr
Dimas tertawa melihat Ferdi yang tak hentinya menggalau. Apalagi saat ini live band di kafe sedang mengalunkan lagu melow. Sepulang mengantar ibu dan Sandrina, Ferdi kembali melajukan mobil menuju tempat di mana ia bisa menemukan teman ngobrol.Dimas kembali terkekeh melihat sahabatnya datang dengan wajah sangat kusut. Dimas pun bisa menduga jika semua ini ada hubungannya dengan mantan kekasih jadi ipar.“Minum ini, dijamin langsung segar.” Dimas memberikan segelas hot coffie pada Ferdi.Ferdi mengambil gelasnya dan langsung meneguknya. Sekilas kenangan muncul saat terdengar lagi yang pernah menjadi jargon Sandrina dan dirinya.“Bisa gila gua ini. Baru aja mengantar ibu dan dia, lu pikir enak bertemu setiap hari sama dia. Gila kepala ini,” ujar Ferdi sembari mengoceh.“Dia siapa yang lu maksud?” Dimas bertanya seolah-olah tidak mengerti walau ia menduga sepertinya adalah mantan kekasih Ferdi.“Sandri
“Aku malah tahu kamu sakit dari Dimas dan ia memberikan alamat rumahmu.” Ferdi duduk di halaman rumah Alika.Dimas memberi tahukan jika Alika baru saja pulang dari rumah sakit. Gegas ia mengunjungi wanita yang baru saja ia kenal itu. Pria itu menyesal rokok dengan santai, sedangkan Alika merasa tidak nyaman.“Bastian tidak akan pernah menghisap rokok di depanku,” ujar Alika.“Apa kamu tahu, dia pun menghisap rokok di depan Sandrina, tapi aku pun tidak merokok di depan wanita yang aku cintai.” Ferdi tersenyum sembari mematikan putung rokok.Alika menatap heran, mengapa bisa Ferdi sangat berbeda dengan Bastian padahal mereka saudara kandung. Kenapa juga Ferdi datang mengunjungi rumahnya.“Katakan langsung ada apa kau ke sini?” tanya Alika.Tubuhnya masih sangat lemas, padahal besok ia sudah mulai praktik. Ia memilih untuk pulang karena merasa tidak nyaman di rumah sakit.“Sebagai pac
Ferdi terlihat malas saat sang ibu memanggilnya untuk makan pagi. Semalam saat memarkirkan mobil ia melihat kendaraan milik Bastian. Ia pikir pria itu sudah membawa istrinya pulang. Namun, ternyata keduanya malah menginap.Bastian dan Sandrina sudah menunggu untuk sarapan. Bu Hana pun baru saja turun dari kamar atas. Sementara, Ferdi yang tak berselera makan terpaksa duduk melihat dua pasangan di hadapannya dengan perasaan tidak karuan.“Kalian menginap, aku pikir sudah pulang. Bukannya, kau bilang akan menjemput istrimu untuk pulang?” Ferdi mengambil piring lalu memasukkan nasi goreng.“Sudah malam, lagi pula Sandrina masih mau menginap di rumah Ibu, ya, kan Sayang?” Bastian menoleh ke arah Sandrina yang terkesiap mendengar Bastian memanggilnya dengan sebutan Sayang.Ferdi pun menghentikan makannya, tidak biasanya Bastian bersikap manis pada Sandrina. Lalu, kakak iparnya itu pun terlihat sangat kikuk. Ferdi curiga jika mereka seda