Share

Episode 6

last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-02 12:54:37

Mas Yandri pulang dengan wajah yang kusut. Aku menyuruhnya membersihkan diri, makan dan kemudian beristirahat. Sejujurnya, aku ingin menanyakan apa yang terjadi ketika tiba-tiba teringat pesan mama saat terakhir kali meneleponku.

"Kalau suami pulang kerja sebisa mungkin jangan banyak ditanya dulu. Bawain minum, sediakan makan, perhatikan kebutuhannya. Jika semua sudah teteh lakukan, lihat moodnya. Jika terlihat masih lelah, urungkan bertanya. Terkadang, bertanya di saat yang tidak tepat bisa memicu pertengkaran. Ini hal yang sepele, tapi berarti. Mama harap teteh bisa belajar untuk peka dan sadar situasi."

Saat ini kami hanya berdua dirumah. Mertua dan kedua iparku sedang pergi mengunjungi tante mas Yandri yang sedang sakit.

"Mas mau ngopi ngga?" Aku bertanya pada mas Yandri yang sedang menonton televisi. Saat sedang mencuci piring bekas makan kami, aku mendengar gelak tawanya. Raut wajahnya pun tidak sekusut saat ia pulang kerja.

"Boleh deh neng, jangan kopi item tapi ya. Cappuccino kalo ada."

"Cappuccino mah ngga ada mas, neng beli ke warung bentar atuh yah, sekalian mau beli cemilan."

Tidak butuh waktu lama, kami berdua sudah menikmati kopi dalam gelas masing-masing.

"Mas cape ya?" Aku membuka pembicaraan.

Mas Yandri tersenyum dan meletakkan gelas. Keadaan hening beberapa saat. Aku tidak berusaha mengejar atau menekannya untuk menjawab pertanyaanku. Mungkin jika sudah siap, dia akan bicara sendiri.

"Neng...," panggil mas Yandri.

"Iya mas, kenapa? Mas butuh apa biar neng ambilin."

Mas Yandri mendekatkan diri dan tiba-tiba memeluk.

"Mas hari ini dipanggil ke ruang kepala cabang. Ada surat keputusan untuk mas."

Aku melepaskan pelukan dan menatapnya, "Maksud mas gimana? Kalau cerita teh jangan sepotong-sepotong. Neng ngga ngerti."

"Mas diperintahkan untuk pindah ke luar kota. Ditempat baru, mas akan mengepalai kantor cabang."

"Alhamdulillah. Mas serius?! Bagus atuh mas, berarti kan mas naik pangkat." Aku merasa senang. Apakah kalian tau? Aku membayangkan saat aku pada akhirnya keluar dari rumah ini dan tinggal hanya berdua dengan mas Yandri. Ini sangat-sangat membuatku senang. Apakah ini jawaban dari doa-doa ku?

Mas Yandri menghembuskan nafas kasar. Tunggu dulu. Apakah dia tidak senang? Apakah dia akan menolak? Mungkin dia berat jika harus meninggalkan ibu dan adik-adiknya. Entahlah, aku pusing menebak.

"Mas sih pengennya pindah neng. Otomatis kalo jabatan naik, penghasilan juga nambah. Selain itu kalau menolak, dianggapnya mengundurkan diri. Cuma gimana bilang ke ibu ya? Takutnya ibu ngga setuju."

"Nanti neng coba bantu bicara ke ibu ya mas. Apapun nanti keputusan ibu atau apapun keputusan yang mas ambil, neng cuma bisa mendukung dan mendoakan."

Dengan santai aku berusaha menenangkan mas Yandri. Sementara dalam hati, mulai muncul rasa takut jika ibu menolak.

***

"Ngapain jauh-jauh kerja sampai ke pulau seberang! Disini juga masih banyak kerjaan! Kalau kamu ngga bisa nolak, berhenti kerja sekalian!"

Kami sedang bicara di meja makan tepat setelah makan. Kemarin malam ibu dan adik-adik iparku pulang. Mas Yandri memutuskan untuk tidak langsung membicarakan masalah pekerjaannya pada ibu. Dia membiarkan ibu beristirahat dulu setelah perjalanan jauh.

Mas Yandri menunduk mendengar ucapan ibu.

"Ngga segampang itu bu nyari kerja. Untuk sampai di posisi Yandri sekarang juga entah butuh berapa tahun lagi jika harus memulai di tempat yang baru."

"Pokoknya ibu ngga mengizinkan! Seumur hidup, ibu belum pernah jauh dari anak-anak ibu! Dan sekarang kamu mau pindah ke pulau seberang?! Dan hanya ada Rere yang ngga bisa diandalkan untuk mengurus kamu?! Ngga, ibu ngga setuju!" Beliau berkata keras dan bangkit berlalu menuju kamarnya.

Rere? Tunggu, kenapa aku dibawa-bawa? Memangnya apa salahku? Selama ini aku mengurus pekerjaan dirumah ini dengan benar. Tapi mertuaku bilang aku tidak bisa diandalkan? Oke, saatnya ibu mertuaku yang kali ini ku beri paham.

***

Setelah sholat subuh ibu keluar kamar dengan muka ditekuk. Aku yang sedang menikmati kopi di meja makan menawarkan teh pada beliau. Tanpa berkata apa-apa ia mengangguk dan ikut duduk di depanku.

"Kamu bangun jam berapa Re? Jam segini rumah udah rapi aja, sarapan udah ada. Mau ada rencana pergi kamu?"

'Kepo.' Aku menjawab dalam hati.

Aku memang sengaja mencari kesempatan untuk bicara berdua dengan ibu. Satu-satunya waktu yang tepat adalah sehabis subuh saat mas Yandri dan kedua adiknya kembali tidur selepas sholat. Itu sebabnya, setelah sholat malam, aku langsung bergerak menyelesaikan pekerjaan rutinku, sehingga jam segini aku sudah bisa santai.

"Ngga ada rencana kemana-mana bu. Neng cuma ngga bisa tidur aja. Kepikiran mas Yandri." Aku menjawab seraya meletakkan cangkir teh dihadapan ibu.

"Neng lagi nyari peluang buat kerja atau bikin usaha kecil-kecilan buat bantu mas Yandri."

Mata ibu mendelik saat sedang meneguk tehnya. "Maksud kamu apaan sih?"

Aku berdehem sebelum menjawab.

"Jadi begini ibu mertua paduka ratu. Kan ibu ngga mau mas Yandri dipindah ke luar kota. Itu tandanya, mas Yandri harus mengundurkan diri dari kantornya. Nyari kerja kan ga gampang dijaman sekarang. Kalaupun ada, gajinya masih standar UMR. Ya neng harus bergerak cepat biar ngga keteteran."

Ibu mertua hanya diam. Dalam hati aku memohon pada Tuhan Semesta Alam agar manusia didepanku ini diberi keterbukaan pikiran dan kelapangan hati.

"Emang kalau nolak disuruh ngundurin diri?" tanyanya.

"Ya iya bu. Mas Yandri bisa dianggap ngga berkompeten dalam pekerjaannya. Dianggap ngga loyal. Buat perusahaan mah kalo ada karyawan yang ngga bisa diharapkan ya mending di cut aja." Aku menjawab seraya memeragakan gerakan menyembelih dengan jempolku.

Ibu mertua menatapku tidak percaya. "Masa sampai segitunya sih?" tanyanya kemudian.

"Ya iyalah bu, perusahaan mah ga mau ribet. Yang ga nurut dan ga bisa kasih kontribusi sih mending di berhentiin aja." Aku menjawab santai sambil menyesap kopi.

"Bu, neng boleh nanya ngga bu?" Aku bertanya setelah tercipta keheningan yang cukup menegangkan.

Ibu mertua hanya menatapku.

"Ibu kenapa berat ngebiarin mas Yandri pindah?"

Bukan jawaban yang kudapat melainkan hembusan nafas panjang.

"Kalau ibu takut mas Yandri ngga keurus, neng cuma bisa bilang ini ke ibu. Neng tau, neng masih kurang pengalaman dalam mengurus mas Yandri. Neng masih suka egois dan marah-marah. Neng belum bisa jadi istri yang baik. Tapi, ada satu yang ibu harus tau. Neng akan berusaha mengurus mas Yandri dengan baik. Neng akan menjaga mas Yandri sebisa neng. Neng ngga akan biarin mas Yandri susah. Dan neng akan berusaha sebisa mungkin untuk jadi istri yang baik walaupun jauh dari kata sempurna. Ibu bisa pegang kata-kata neng."

Ibu mertua masih diam seribu bahasa, tapi ekspresi sendu sempat tertangkap oleh mataku.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mereka Bilang Aku Tak Becus Jadi Istri   Episode 24

    "Kalau menurut Neng mah ya biarin aja dia nikah. Dengan satu catatan, kuliahnya tahun depan harus beres. Eh Mas, ngomong-ngomong calonnya si Ana ini anak mana? Kuliah atau kerja?"Keingintahuanku berlipat ganda karena hal ini baru kali ini kusaksikan sendiri. Ana memang tipe anak yang suka membantah, tapi ia tetap patuh pada perkataan ibu. Jika sekarang Ana sudah tidak mendengarkan ibu, entah situasi apa yang sebenarnya terjadi disana. "Kata Ibu sih udah kerja, cuma ya itu, Ibu berat aja kalau sampai kuliah Ana ngga beres." Aku terdiam dan kemudian berkata,"Ya udah kalau kaya gitu nikahin aja. Tapi seperti kata Neng tadi. Kuliah harus beres. Entah nikahnya ditunda sampai Ana lulus. Atau nikah sekarang tapi ya tetap kuliah. Tapi Mas, maap nih ya Neng nanya. Tapi Ana ngga gimana-gimana 'kan? Maksudnya gimana ya, kan kalo nikah ngedadak itu orang mikirnya karena udah terjadi sesuatu gitu, Mas." Mas Yandri menghela nafas."Mas juga nanya itu tadi ke Ibu. Kata Ibu sih, Ana bilang ga k

  • Mereka Bilang Aku Tak Becus Jadi Istri   Episode 23

    "Neng, liat nih, mantan Mas ngirim pertemanan di sosmed." Aku yang sedang duduk di sebelah Mas Yandri dan menonton drama favoritku pun mengangkat wajah. "Mantan yang mana Mas? Mantan Mas 'kan banyak, Neng ga hapal satu-satu."Mas Yandri menyodorkan ponselnya padaku. "Ini si Mega," ucapnya Aku melihat foto sosok seorang wanita dengan latar belakang pemandangan alam di profilnya. "Oh itu," ucapku pendek. "Diterima atau ngga usah ya, Neng?" Aku menoleh menatap Mas Yandri. "Mas, kira-kira dong kalo nanya!" Aku menghembuskan nafas dan meliriknya tajam."Kalau Mas berniat mancing reaksi Neng dengan bertanya seperti itu, Sorry to Say ya mas, neng biasa aja. Mas pikir Neng akan terharu? Wah, aku terharu karena suamiku terbuka banget, sampe mantannya ngirim pertemanan juga aku dikasih tau. Gitu kan?"Mas Yandri nyengir. "Lain lagi kalau niat Mas ngasi tau ke Neng biar Neng sekedar tau dan ga mikir macem-macem. Kalau gitu ya Neng balikin ke Mas. Terserah Mas aja. Mau diterima boleh, ng

  • Mereka Bilang Aku Tak Becus Jadi Istri   Episode 22

    Semakin membesar kandunganku semakin berkurang juga penyiksaan mual muntah yang aku alami. Sekarang aku bisa makan apapun tanpa harus khawatir akan keluar lagi. Rumah baru kami sudah dalam proses akhir finishing. Sebenarnya sudah bisa ditempati jika kami mau. Namun, Mas Yandri menunda karena ia ingin semuanya sudah benar-benar siap saat kami pindah nanti. Hari ini Mas Yandri libur, dan kami sedang merencanakan di mana aku akan melahirkan. "Neng, mau pulang ke Mama atau ke Ibu? Biar pas nanti udah lahiran, ada yang bantu-bantu kamu." Aku terdiam sejenak dan meminum susu sampai habis. "Nggalah Mas, Neng disini aja sama Mas. Kalau masalah bantu-bantu setelah melahirkan, kan nanti biasanya dari rumah bersalin suka ada yang dateng ke rumah untuk ngasi tau cara ngerawat bayi baru lahir. Untuk kerjaan rumah juga bisa nyari orang buat bantuin Neng. Yang dateng pagi pulang sore gitu Mas." Mas Yandri terlihat keberatan dengan keinginanku. "Mas, Neng itu seorang istri. Ga ada dalam kamus

  • Mereka Bilang Aku Tak Becus Jadi Istri   Episode 21

    Aku sedang duduk dan memakan gorengan di warung Bu Indah saat Bu Jejen dan gengnya mendekat. Begitu melihatku, mereka bertiga sempat menghentikan langkah. Aku pikir mereka akan membalikkan badan, nyatanya mereka tetap mendekat. Ada sesuatu yang harus kuperiksa, dan aku bertekad untuk mendapatkan jawabannya hari ini juga. "Eh ada Bu Jejen, Bu Mumun dan Bu Romlah. Tumben baru keliatan nih." Aku tersenyum ke arah mereka.Bu Jejen mendelik dan mencebikkan bibirnya. "Halah, kamu itu yang jarang keluar rumah! Jelas aja baru ngeliat kita-kita!" "Eh Bu Jejen, mau tau ngga?" ucapku dengan nada yang membuat penasaran."Apaan?! Kamu mah senengnya main tebak-tebakan mulu! Tinggal cerita aja apa susahnya sih?!" "Saya dapet kiriman paket dari mama saya loh. Isinya makanan, banyak banget."Selama berbicara, aku mengamati tingkah Bu Mumun dan Bu Romlah. Mereka berdua hanya diam menyimak sembari memakan gorengan. "Makanan apaan? Kamu tuh kalo cerita-cerita tentang makanan, mending bawain sekalia

  • Mereka Bilang Aku Tak Becus Jadi Istri   Episode 20

    Aku hanya diam disepanjang jalan Mas Yandri membawaku entah kemana. Panasnya cuaca di kota ini semakin membuat emosiku naik. Saking emosinya, aku sudah merangkai kata-kata untuk memaki Mas Yandri dan juga perempuan bernama Diana itu.Mobil berbelok memasuki perumahan yang sama sekali asing untukku. Mataku disambut dengan jejeran rumah indah berkonsep minimalis. Tepat lima menit kemudian, kami berhenti di sebuah rumah yang pintu depannya terbuka. Seorang wanita keluar menyambut Mas Yandri dengan senyum sumringah. Aku menahan diri untuk tidak menjambak dan menonjoknya. "Selamat siang Pak Yandri. Mohon maaf saya tadi tidak ditempat, tapi semua berkas dan pembayaran administrasi dari bapak sudah saya terima." 'Apa ini? Berkas apa? Administrasi?' aku bertanya dalam hati. Suara Mas Yandri yang memanggil untuk mendekat membuyarkan aku yang sedang berpikir. "Ini Rere istri saya, Bu Diana." Mas Yandri memperkenalkan aku. Wanita di hadapanku mengulurkan tangan dan memperkenalkan dirinya d

  • Mereka Bilang Aku Tak Becus Jadi Istri   Episode 19

    "Neng, gajian bulan ini, jatah kamu dikurangi ya? Jadi satu juta aja, nanti kalau Mas ada rejeki lebih, Mas tambahin lagi." Mas Yandri berucap seraya memberikan slip gaji padaku. "Kenapa Mas, ada masalah?" "Ngga, cuma Mas mau ngasi agak banyak buat Ibu. Buat sekolah Ana sama Lita," jawab Mas Yandri.Aku mulai merasakan perasaan was-was. Mungkin jika saja beberapa hari yang lalu aku tidak mendengar Mas Yandri menelpon seseorang secara bisik-bisik di teras, perasaanku tidak akan seperti ini. Selain itu juga, aku baru menyadari jika ATM pemberian Mas Yandri tidak ada lagi di dompetku.Untuk ke warung atau ke tukang sayur, aku menggunakan dompet kecil. Uangnya aku ambil tiap hari dari dompet besar yang selalu tersimpan rapi di tasku. Kemarin pagi, saat aku bermaksud mengambil uang untk belanja, aku tidak menemukan tanda-tanda keberadaan ATM tersebut. Aku bermaksud untuk bertanya langsung, tapi melihat gelagat yang aneh dari Mas Yandri membuatku mengurungkan niat. Seperti biasa, aku ak

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status