Share

3. New Day

last update Last Updated: 2021-10-29 12:22:24

Tangan mereka sibuk saling menjamah. Merry memeluk leher pria itu, sementara sepasang lengan kekar melingkar di pinggangnya, menarik tubuhnya begitu dekat, Merry bisa merasakan bara menguar dari tubuhnya.

Kemudian pria itu melepaskan ciumannya. Matanya terlihat gelap, segelap langit malam, menatapnya dengan penuh nafsu.

Merry terhuyung, kali ini bukan pusing karena pengaruh alkohol, melainkan ciuman dahsyat yang baru pertama kali dia rasakan sepanjang hidupnya.

Tiba-tiba pria itu menggandeng tangannya dan membawanya menuju ruangannya. Setelah menutup pintu, pria itu kembali menghujani Merry dengan ciuman. Bibirnya, pipinya, lehernya, merambat ke belahan dadanya.

Merry sudah terlalu terlena dengan kenikmatan yang sedang dirasakan olehnya saat ini. Sehingga dia tidak berdaya menolak. Dia menurut saja seperti sapi yang dicucuk hidungnya saat pria itu merebahkannya ke atas sofa. Kali ini, ciumannya sudah tidak terlalu ganas. Ciumannya sangat lembut namun begitu menuntut.

Padahal ruangan ini memiliki pendingin ruangan, namun Merry merasa kepanasan. Begitupun halnya dengan pria itu. Dia melepaskan jasnya, kemudian kemejanya, lalu celananya.

Merry terbelalak melihatnya. Dia bermaksud melarang, namun niatnya terlupakan saat bibir pria itu kembali mencumbunya, memberikan kenikmatan yang membuatnya lemah.

Merry tidak pernah “one night stand” sebelumnya. Namun untuk kali ini, dia sama sekali tidak memiliki kekuatan untuk menolaknya.

Maka, saat pria itu melucuti semua pakaiannya, dia sama sekali tidak kuasa mencegahnya.

*

Dering telepon genggam mengusik tidurnya sehingga dia segera terbangun dan sibuk mencari-carinya. Dengan mata setengah terpejam, dia melihat nama si penelepon.

Cathy

Merry pun menekan tombol terima, “Ya, hallo?”

“Merry, ya ampun akhirnya teleponnya lo angkat juga! Lo di mana?” teriak Cathy di seberang sana.

Merry menjauhkan telepon dari telinganya. Kepalanya sakit karena pengar. Ditambah lengkingan Cathy yang luar biasa.

“Gue … di mana ya? Lo di mana? Eh, sekarang jam berapa?”

“Sekarang udah jam tujuh pagi! Gue sama Dawn nyariin lo tadi malam di club. Abis ke toilet lo nggak muncul-muncul lagi. Tapi karena Syeiley bilang lo nggak apa-apa, jadi kita berdua pulang duluan. Lo di mana? Tadi malam apa yang terjadi?” cecar Cathy.

“Tadi malam …,” Merry memaksakan otaknya untuk mengingat kejadian tadi malam.

Tadi malam dia mau pipis, naik ke lantai VIP, salah buka pintu berkali-kali, dan akhirnya setelah pipis, dia ketemu sama cowok ganteng. Terus−

Mata Merry terbelalak begitu dia bisa mengingat keseluruhan kejadian tadi malam. Tubuhnya langsung tegak, dan dia baru menyadari kalau dia tidak memakai sehelai pakaian pun, hanya ditutupi oleh selimut. Kepalanya celingak-celinguk untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi dan di mana dirinya berada. Dia berada di sebuah kamar yang seperti kamar hotel. Tapi bagaimana bisa?

“Mer, Merry! Lo masih nyambung kan?” tanya Cathy tidak sabaran.

“I-iya, Cath, udahan dulu ya! Nanti …,” Merry mencoba mencari kata-kata yang pas, “Nanti aja gue ceritain pas kita makan siang bareng!” Setelah itu dia segera menekan tombol merah di layar.

“Ya ampun, baju gue di mana? Baju gue?” gumamnya dengan panik.

Kepanikannya semakin bertambah ketika dia menyadari ada sesosok tubuh pria, yang sama seperti dirinya − tanpa sehelai pakaian pun − masih tertidur dengan nyenyak.

Merry segera menutup mulutnya untuk mencegahnya berteriak histeris.

'No-no-no! Gilak! Apa yang udah gue lakukan!?' Batinnya mengutuk dirinya sendiri.

Dia menarik semua selimut, agar tubuhnya tidak telanjang sementara mencari ceceran pakaiannya. Dan hasilnya, tubuh telanjang pria itu malah terlihat seluruhnya.

Refleks dia menutup matanya. Tapi, tubuh pria itu bagus banget, terpahat sempurna seperti patung-patung dewa Yunani. Dia mengintip sedikit namun langsung mengutuk dirinya kembali.

'Fokus, Mer, fokus! Lo harus segera kabur dari sini. Mumpung cowok itu masih tidur!' Begitu alarm yang berteriak di dalam kepalanya.

Akhirnya dia menemukan celana dalamnya di atas meja, gaunnya di depan pintu masuk dan branya di bawah kepala cowok itu.

Merry mengerang, gimana mengambilnya? Lagian itu cowok kok bisa sih, tertidur di atas bra. Mesum banget!

Maka, dengan effort lebih untuk membuat pria itu membalikkan tubuh dan kepalanya, akhirnya dia berhasil mendapatkan branya kembali. Sambil membawa sepatunya, dia berjalan berjingkat-jingkat menuju pintu keluar agar pria itu tidak terbangun.

Dia baru memakai sepatunya setelah berada di luar kamar. Koridor ini terlihat mirip dengan koridor club. Tapi di lantai ini hanya ada kamar tersebut. Dia berjalan menuju lift dan melihat kalau saat ini dia berada di lantai lima, lantai pribadi pemilik gedung.

Saat Merry turun di lantai dasar, rupanya dia masih berada di dalam Ambience. Dia baru mengetahui kalau ada kamar tersebut di gedung ini. Siapa pria itu? Kenapa pria itu bisa mengakses lantai tersebut? Apa dia pemiliknya?

Merry berjalan keluar lift. Dilihatnya beberapa orang karyawan masih sibuk beberes. Sepertinya mereka sudah terbiasa melihat tamu-tamu yang baru pulang jam segini. Merry malu sekali, mereka pasti menduganya sebagai cewek nakal.

Merry memutar bola matanya. Memang yang sudah dilakukan olehnya tadi malam tidak termasuk nakal?

'Ah sudahlah, lupakan! Lupakan!'

Dia menghentikan taksi begitu sampai di pinggir jalan dan segera pulang menuju apartemennya.

*

“Dan lo pergi begitu aja tanpa tukeran nomor telepon sama cowok itu?” tanya Cathy saat mereka makan siang bareng.

“Nggak ngira gue, Mer, gue pikir lo cewek baik-baik,” tambah Dawn sambil menggelengkan kepalanya.

“Ih, apaan, sih! Tadi malam kecelakaan! Kecelakaan gara-gara mabok!” kilah Merry merasa kesal karena kedua sahabatnya malah sibuk memojokkannya.

“Mer, gue bilangin ya, cewek baik-baik itu cewek yang abis ML sama cowok, dia nggak kabur begitu aja. Dengan lo kabur, lo malah memberikan kesan ke cowok itu kalau lo udah sering melakukan hal itu,” nasihat Cathy sok bijak.

Wajah Merry langsung tegang, “Eh, emang gitu? Jadi gue memberikan kesan yang salah dong ke cowok itu? Ah, bodo ah! Emang gue pikirin. Kita juga nggak bakalan ketemu lagi!”

“Dunia memang nggak selebar daun kelor. Tapi Jakarta itu kecil lho! Bisa aja lo ketemu dia lagi di club yang lain, di restoran, atau bahkan di kantor lo!” tambah Dawn semakin membuat Merry paranoid.

“Ah, kalian berdua kenapa bukannya bantuin gue malah bikin gue panik sih? Udahlah, abis ini nggak jadi aja gue beliin kalian baju kembaran!”

“Eh, jangan-jangan. Berhubung duit lo utuh tadi malam, ya harus diganti dengan hal lain lah!” Dawn dan Cathy terkekeh berbarengan, merasa senang melihat sahabat mereka panik.

Maka, sisa hari Minggu itu mereka habiskan dengan asyik berbelanja dan berjalan-jalan di mall. Dan masalah dengan pria itu pun menguap dari ingatan Merry. Setidaknya untuk hari ini.

*

Hari Senin pun tiba, di mana hari ini merupakan hari pertamanya bekerja di kantor baru. Di kantor ini dia melamar sebagai junior sekretaris. Tentu saja akan ada senior sekretaris di atasnya sebelum dia berurusan langsung dengan bosnya.

Merry mengenakan pakaian barunya. Sepasang rok span selutut warna pink pastel dengan blus warna putih. Untuk sepatunya dia mengenakan heels senada dengan roknya. Warna yang langka tentu saja. Kemudian rambutnya yang lebat dikuncir ekor kuda. Makeupnya tidak terlalu tebal, dengan lipstik warna pink lembut.

Setelah puas dengan penampilannya, dia meraih flap bag bertali panjang berbahan kulit warna putih.

Sambil bersenandung pelan, dia turun ke parkiran dengan kunci mobil di tangan kanannya.

Pagi ini berjalan dengan lancar. Alarmnya tidak mengkhianatinya, dia sempat sarapan telor mata sapi dengan roti, bahkan meneguk segelas kopi. Hari ini pasti berlangsung dengan baik dan sempurna.

Hanya membutuhkan waktu setengah jam, dia sudah tiba di gedung tempatnya bekerja. Sebelum dia mendapatkan mejanya sendiri, dia pun menghadap ke ruangan SDM, bersama dengan beberapa karyawan baru lainnya.

Rekan kerjanya terlihat asyik dan ramah, dia bahkan melihat Ashton yang baru tiba di ruangannya. Karena kebetulan dia dan beberapa karyawan baru sedang diantar berkeliling oleh staf bagian SDM.

“Ashton!” panggilnya setengah berbisik agar tidak memancing perhatian yang lain. Dia melambaikan tangannya pada pria itu, sangat berharap Ashton melihat dirinya.[]

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Merry Go Around   64. Gelisah 2.0

    Seringkali apa yang kita rencanakan tidak berjalan seperti seharusnya. Seringkali kita kecewa dengan hasil yang kita dapatkan. Padahal mungkin, Tuhan bukannya tidak mengabulkan harapan kita. Melainkan Tuhan tahu apa yang kita butuhkan. Seumur hidupnya, Merry tidak pernah menginginkan hal yang terlalu muluk. Dia tidak menginginkan pacaran dengan anak orang kaya, kemudian mereka menikah dan tinggal di sebuah rumah yang mirip dengan istana. Hidup nyaman dengan bergelimang harta memang sangat menggiurkan, namun bukan hal yang mutlak untuk dimiliki. Melihat pernikahan kedua orang tuanya, Merry selalu berharap kalau dia akan bertemu dengan seorang pria yang baik, bertanggung jawab dan menghargai semua pendapatnya. Namun yang paling penting, pria itu akan terus bersamanya sampai dengan masa tua mereka. Sehingga dia tidak akan merasa kesepian seperti ibunya. Almarhum ayahnya merupakan pria yang baik, malah teramat baik. Namun sepertinya memang benar pepatah yang mengatakan orang baik umurny

  • Merry Go Around   63. Gelisah

    Para orang tua selalu mengatakan, perjalanan menjadi dewasa melalui sebuah rangkaian proses yang panjang. Manusia melakukan kesalahan, tapi kemudian mereka akan memperbaikinya. Itulah yang membuat seseorang berkembang dan menjadi lebih dewasa dan bijaksana. Terdengar mudah, namun pada saat menjalaninya, Merry tidak tahu kalau kesalahan yang akan dilakukannya akan begitu menguras seluruh emosi dan fisiknya. Kalau saja mesin waktu ada, Merry akan memilih untuk kembali di saat dia kehilangan peran utama pertama kali yang berhasil didapatnya. Dia akan mengatakan pada versi dirinya yang lebih muda agar menerima keputusan saat peran tersebut dicabut darinya. Bukan berarti dia akan membiarkan versi dirinya yang lebih muda menjadi kurang ambisius, dia hanya akan melarang dirinya yang dulu agar tidak memasuki pintu ruangan tersebut. "Mer, kita sudah boleh pulang," tegur Cathy saat dia melihat Merry yang hanya duduk terdiam di atas ranjang IGD. “Benny,” begitu tersadar Merry lekas meraih ta

  • Merry Go Around   62. Jadian

    Acara pensi berlangsung dengan sukses. Acara sekolah mereka diliput oleh salah satu kanal televisi nasional. Merry, Cathy dan Dawn berjoget bersama di depan panggung untuk merayakan keberhasilan acara, sementara band tamu sedang tampil di atas panggung. Beberapa panitia yang lain pun ikut terjun merayakan. “Acara kita berhasil, Mer!” pekik Cathy memeluk Merry dengan erat. Tentu saja dia satu tim dengan Merry dan mereka berhasil mendapatkan banyak sponsor. “Dawn, bilang makasih sama bokap lo ya, karena udah mau jadi sponsor utama!” ucap Merry setengah berteriak dan merangkul bahu Dawn. Akhirnya mereka bertiga saling berangkulan sambil berjoget.“No problem! Win win, kok! Kata bokap, bagus juga buat promosi produk perusahaan!” balas Dawn.“Gue seneng banget! I love you, guys! Mulai saat ini, kita sahabatan sampai maut memisahkan, ya!” teriak Cathy.Cathy dan Dawn memang sudah sahabatan sejak SMP, namun Merry baru empat bulan ini bergabung bersama mereka. “Okay!” balas Merry dan Dawn

  • Merry Go Around   61. Masa SMA

    Sebelum menggeluti dunia akting, Merry terjun ke dunia modeling terlebih dahulu. Dia keluar sebagai juara satu pemilihan model di sebuah majalah remaja saat masih SMP. Setelah itu, dia mendapatkan banyak tawaran sebagai bintang iklan. Merry tidak mengambil pekerjaan selain modeling untuk membagi waktunya dengan jadwal sekolah. Karena iklan yang menggunakan wajahnya cukup banyak, Merry pun mendapatkan popularitas di kalangan remaja. Saat dia masuk SMA, Merry mulai mendapatkan tawaran sebagai pemeran pendukung di sebuah film. Hanya peran kecil, namun dari sana bakat akting Merry mulai dikenal. "Itu Sifabella Hadiprana yang jadi Dona, kan? Aktingnya keren banget pas adegan berantem. Badannya bagus sih, tinggi atletis." Begitu obrolan para siswa yang melihat dirinya di sekolah. Merry memang memakai nama belakang dan nama almarhum ayahnya untuk karir keartisan. "Wah, dia masuk ke sekolah kita? Berarti dia pintar juga anaknya, ya?" "Atau mungkin dia masuk dari jalur prestasi." "Prestasi

  • Merry Go Around   60. Cinta Pertama

    Wajah Merry masih terasa panas saat akhirnya dia sudah tiba di IGD rumah sakit terdekat. Kompleks apartemennya memang cukup dekat dengan rumah sakit, hanya perlu menyebrang, dan dia sudah sampai di halaman rumah sakit. Dan sepanjang jalan itu, sang Budi terus membopongnya. Benar-benar otot pria itu bukan kaleng-kaleng. "Apa yang sakit, mbak?" tanya perawat yang bertugas memeriksanya. "Ka-kaki saya, sus," jawab Merry. Sesekali matanya melirik ke tubuh sang Budi yang sedang berbicara dengan petugas administrasi di ruangan sebelah. Kebetulan lokasi tempat tidurnya bisa melihat ke ruangan itu. "Yang ini?" perawat itu memencet pergelengan kaki kanan Merry. "AAW!" Merry berteriak kaget karena dia sedang fokus mengintip. "Pelan-pelan, sus," ucap Merry meringis kesakitan. "Maaf, Mbak, lalu mana lagi yang sakit?" Mau tidak mau, Merry terpaksa berhenti mengintip dan fokus memberitahu perawat mana saja dirasa sakit olehnya. "Ada apa lagi lo ke sini, Bud?" Tiba-tiba Merry mendengar suara

  • Merry Go Around   59. Penjemputan

    Mereka bertiga berjalan bersama ke mall setelah mandi dan berganti pakaian. Mereka memutuskan untuk makan di foodcourt sehingga mereka bergantian membeli makanan. Saat Merry sedang berkeliling membeli makanan, Cathy dan Dawn duduk berdua saja sambil sesekali sibuk memeriksa ponsel mereka.Cathy tertawa membaca pesan dari Jason, cowok yang baru dikenalnya beberapa saat yang lalu. Tentu saja Jason mengajaknya untuk jalan hanya berdua di lain waktu, dan Cathy membalasnya dengan senang hati. Lumayan buat mengisi rasa bosan.Namun kemudian dia menyadari kalau Dawn diam saja sejak mereka berada di kolam renang. Padahal Dawn biasanya tidak berbeda jauh darinya kalau sedang berkenalan dengan cowok, agak centil dan banyak melempar candaan. "Oke, ada apa, Dawn?" tanya Cathy meletakkan ponsel di atas meja.Dawn terkejut karena Cathy tiba-tiba bertanya padanya, padahal perempuan itu sedetik sebelumnya terlihat asyik menatap layar ponselnya."Hah, oh ... gue ... nggak apa-apa, kok!" jawab Dawn se

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status