Bab 5
Aku menoleh sekilas kemudian kembali melanjutkan langkah, meninggalkan rumah Ibu mertua.Memang aku baper (bawa perasaan) ketika mendengar dan melihat perbuatan mereka, karena aku manusia mempunyai perasaan. Mereka kira aku patung, yang mati hati sehingga diam saja dan akan mengalah. Aku tidak seperti itu Mas. Keluarga tak akan dapat apapun. Tak kulihat lagi bagaimana reaksi mereka. Yang terpenting pergi dari rumah ini.Aku masuk ke dalam mobil."Kita pulang dulu ya, ambil uang!" ujar Mas Irwan ketika ikut sudah duduk di kursi kemudi.Aku masih diam tak menjawab. Hanya uang yang ia pikirkan.Ia menoleh padaku."Kamu kenapa sih, kekanakan? Jangan terlalu di bawa perasaan. Nanti Mas belikan kamu kebaya, yang lebih mahal dan bagus. Itu hanya salah paham dari Amira dan penjahitnya," ujar Mas Irwan dan mobil mulai melaju.Aku membuang pandangan ke kaca mobil, sambil melihat jalanan. Tak ingin menanggapi perkataannya."Dek," Mas Irwan menyentuh punggung tanganku. Aku menepisnya, dan melipat kedua tangan.Akhirnya kami menuju jalan pulang, hanya saling diam tak ada pembicaraan lagi.**Mas Irwan dengan cepat melangkah menuju kamar. Ketika baru sampai dan masuk ke dalam rumah, tidak sabaran sekali dia."Di mana uang itu?" tanya Mas Irwan padaku yang meletakkan tas di atas meja rias."Tadi Mas, lihat sendiri kamu masukin uang ke dalam tas. Aneh banget bisa ketinggalan!" ucapnya menelisik.Aku membuka hijab, dan mulai membenarkan ikatan rambutku. Sambil duduk kursi, dan menghadap kaca rias. Bisa kulihat dari sini, raut wajah bingung suamiku.Karena aku belum merespon apapun, dan menjawab pertanyaannya."Dek!" ucapnya memanggilku."Sebenarnya kamu ini kenapa? Masih marah, dengan Amira?""Kamu pikir saja sendiri!" ujarku lirih sambil mengambil kapas, dan menuangkan micellar water. Aku mulai mengusapkan kapas pada wajah, untuk mengangkat makeup tipis pada wajahku.Mas Irwan duduk di bibir ranjang, dan masih menatapku. Wajahnya terlihat gusar, karena aku cuek padanya."Sudah jam 5 sore," ujarnya."Terus?" jawabku."Sini deh uangnya, biar Mas yang antar ke rumah Ibu. Kamu tidak usah ikut, dari pada kamu ngambek begini!" ucapnya dan meminta uang itu padaku lagi."Oiya, sekalian perhiasan yang di minta sama Ibu. Kamu bawakan sekalian!" ujarnya kembali sambil meminta perhiasan.Aku masih diam tapi di hati bercokol kekesalan, mendengarkan ucapan Mas Irwan dengan banyak permintaannya."Dek, mana!" suaranya mulai meninggi. Mungkin ia mulai tersulut emosi."Maaf Mas, aku tak bisa memberikan uang itu,""Kenapa!?" sahutnya cepat."Uangnya mau aku belikan kebun sawit!" jawabku."Gimana dengan, ibuku? Nanti saja lah kamu beli kebun itu, kenapa tiba-tiba begini? Setelah pesta pernikahan Amira, pasti Ibu akan ganti uangmu. Ibu kan meminjam!"Aku menggeleng."Meminjam dengan jaminan apa?" tanyaku."Serena!" Mas Irwan menghardikku.Setelah 5 bulan kami menikah, baru kali ini ia membentakku. Ya, pernikahan kami baru seumur jagung. Apakah aku akan tahan, dengan perbuatan dia dan keluarganya.Memang sih Mas Irwan tak selingkuh, tapi kecurangan mereka yang mau hartaku saja. Membuatku bimbang ingin menjalani rumah tangga ini."Kamu ini kenapa, gak waras? Minta jaminan segala! Ibuku butuh, tolonglah jangan mempersulit!" ujar Mas Irwan."Aku tidak bisa, karena ini uang warisan Ayah. Aku tidak mau menggunakan dengan sembarang!" kilahku.Mas Irwan ingin menggapai tasku.Dengan cepat aku menariknya ke pangkuan."Sini kartu ATM-mu, biar aku ambil sendiri. Kamu tidak boleh perhitungan pada suami! Keluargaku butuh dan ini penting!" ucapnya memaksakan kehendak.Mas Irwan ingin merebut paksa tas yang aku pegang."Jangan, paksa aku! Kenapa kamu bersikap begini Mas!" aku berdiri dan menjauh dari Mas Irwan."Berikan, aku tak punya cara lain untuk memaksamu. Dari pada aku ambil paksa, beserta perhiasanmu!" ucapnya dengan kilat mata yang mengerikan bagiku.Bell rumah berbunyi. Dengan cepat aku berlari menuju luar."Serena!" panggilnya.Aku sangat ketakutan, bagaimana jika dia berbuat kekerasan dan kami hanya berdua di rumah.Bell kembali berbunyi, dengan cepat aku meraih handle pintu. Beruntung ada yang datang, semoga bukan keluarga Mas Irwan. Jika iya semakin aku tersudut nanti.Bab 6PoV Serena Aku membuka pintu, sambil berdoa agar bukan keluarga suamiku yang datang. Bisa saja mereka menyusul kemari demi uang.Pintu terbuka, di hadapanku sudah berdiri Kak Elena. "Kakak!" seruku dan merasa lega mendapati Kakakku yang datang, bukan keluarga Mas Irwan."Assalamualaikum," ujarnya. Ia datang sendirian sambil membawa bungkusan yang ia tenteng."Walaikumsalam, masuk kak!" jawabku dan mempersilahkan Kak Elena masuk."Kamu kenapa kok kayak habis dikejar setan, ngos-ngosan begitu?" tanya Kak Elena menyelidik.Karena nafasku yang terengah, ketika ketakutan saat Mas Irwan mengejarku tadi.Aku mencoba bersikap normal."Enggak apa-apa, Kak. Ayo masuk!" ajakku padanya dan berjalan duluan menuju ruang tamu." Irwan!" sapa Kak Elena pada suamiku yang ternyata dia berdiri tak jauh di belakangku, sambil memperhatikan kami."Apa kabar, Kak. Dari mana?" tanya Mas Irwan ramah dan mengikuti kami ke ruang tamu."Dari rumah, tadi Mbak membuat bolu tape dan ingat dengan Serena, dia
PoV Serena "Untuk apa punya besan kaya, jika tak di manfaatkan!" ucap Ibu dengan entengnya.Mereka serempak tertawa. Tanganku mengepal, aku akan memperingati ibuku."Aku sih sengaja, request sama penjahitnya. Kebaya untuk Mbak Serena dari bahan yang murahan, cuma 35 ribu semeter!" ujar Amira. Tersirat kebanggaan pada dirinya, telah memperlakukan aku seperti tadi."Terus, kamu juga yang menyocek di bagian ketiaknya?" Mbak Iza terdengar bertanya."Udah pasti itu biar dia malu pas pakai! Hahaha....!" tawa Amira pecah karena telah sengaja melakukan hal itu padaku. "Sudah aku duga pasti kamu, yang melakukannya! Lihat deh tadi raut wajahnya, Serena. Aku pengen ketawa tapi aku tahan, ketika dia lihat bagian ketiak yang bolong. Kasihan banget ya Serena, dapat kebaya yang jelek!" ujar Mbak Reva "Dan hampir mewek!" imbuh Amira yang tak henti kesenangan dengan mengolokku.Mereka kemudian kembali tertawa untuk menertawai diriku. Mbak Reva sama saja, tadi dia berkata bijak hanya topeng kamuflas
Bab 8"Silahkan hubungi Mas Irwan, aku tidak takut dengan kalian! Berani menyentuhku. Patah tanganmu itu!" aku menantang mereka karena sudah muak di bohongi. "Irwan, segera pulang. Ini istrimu kurang ajar. Membuat masalah di rumah!" ucap Mbak Reva dengan suara keras saat mengadu melalui sambungan telepon."Jadi janda kamu, sebentar lagi! Siapa yang mau menikah denganmu setelah itu. Karena kamu pasti akan di cap buruk karena menjadi janda, padahal pernikahan baru seumur jagung!" Mbak Iza menunjukku dan bilang aku akan jadi janda."Aku tidak takut jadi Janda. Semoga saja apa yang kalian lakukan padaku akan berbalik pada keluarga kalian sendiri!" ujarku.Bisa kan suatu saat salah satu dari putri Ibu mertua mendapatkan perlakuan seperti aku. Karena telah menyakiti perasaanku. Aku diam tapi kesabaranku ada batasnya. Tidak sudi jika harus mengalah, karena aku di ajarkan berani oleh almarhum Bapak untuk melawan kedzaliman. Dan jangan mau di perdaya, aku harus membela diri. Karena Bapakku j
PoV 3Serena menyibakkan selimut. Dan memindahkan tangan suaminya, yang sedari tadi memeluk tubuhnya saat tidur. Ia terduduk dan memperhatikan wajah Irwan. Yang terlihat polos jika tidur. "Jika seseorang tiba-tiba berubah baik, pasti ada sesuatu yang di sembunyikan!" gumam Serena dan masih memperhatikan Irwan suaminya.Irwan memang tampan, dan Serena akui itu. Alis tebal, hidung mancung, tubuh tinggi. Tapi bukan itu saja yang membuat Serena jatuh cinta dan memutuskan untuk menikah. Dia menikah karena memang mencintai Irwan. Mereka berkenalan di sosial media, dan bertemu. Menjalin hubungan sebagai kekasih hanya 5 bulan saja, dan Irwan terlihat bersikap dewasa. Dan cara berpikirnya yang bijak, membuat Serena jatuh hati.Akan tetapi semua itu hanya kebohongan. Kenyataannya Irwan tak sesempurna itu."Mungkin, aku yang terburu-buru memutuskan untuk menikah. Dan tak mengenalnya terlalu jauh!" gumam Serena bermonolog.'Apa yang ia sembunyikan dariku ya. Apa Mas Irwan sudah dekat dengan Ta
PoV SerenaAku akhirnya membeli kebaya juga, walau awalnya hanya ingin jalan keluar bersama Anita. Agar menghindari berada di rumah mertua.Karena Mas Irwan juga memberiku uang. Selama menikah juga dia selalu memberikan aku nafkah, dan tidak pelit. Cuma yang aku herankan perubahannya, bahkan membelaku di depan keluarganya. Padahal awalnya suamiku mendukung mereka. Hampir saja terlintas rencana ingin bercerai darinya.Tapi kenapa ya, pasti ada alasan di balik perbuatannya padaku. Apalagi Mas Irwan memberiku uang, jarang eh bahkan baru kali ini memberi uang tambahan. Dia minta aku beli kebaya yang cukup mahal, dan berdandan cantik. Apa ini karena Tania akan hadir juga di acara Amira. Agar aku tak kalah saing dengan mantan pacarnya itu. Tania memang cantik, kulit putih mulus, bibir mungil, badan langsing. "Tapi aku tak kalah cantik kok!" gumamku.**Setelah menemani aku, yang berbelanja. Kini giliran aku yang menemani Anita untuk membeli parfum. Aku ikut melihat parfum di sana, mana
PoV SerenaMereka serempak menoleh padaku dengan tatapan sinis."Tania, kemarin kita ketemu loh. Kamu inget gak di store parfum! Aku lihat kamu!" ucapku.Mendadak raut wajah Tania pias. Apa dia syok dengan ucapanku barusan. "Aku kemarin kerja, gak ada beli parfum. Jangan sok akrab deh!" sahutnya sinis dan membuang pandangan ke arah lain."Masa sih, aku yakin loh itu kamu! Sama pria, pacarmu ya itu?" ucapku agar membuat Tania mati kutu."Apa sih, iparmu itu! Sok akrab banget. Aku gak mau bicara sama dia, suruh diem deh!" ucap Tania pada Amira.Gak mau bicara karena dia malu dan takut ketahuan. Gimana reaksi Amira jika melihat video mesra sahabat dan calon suaminya."Diam bisa gak, sok kenal. Kita aja gak mau bicara sama kamu, kenapa panas ya, karena kamu gak di ajak!" sinis Amira menarik sisi bibirnya sambil memutar bola mata.Ingin kutarik ujung bibir Amira yang nyinyir itu, gemas juga melihat ekspresinya."Amira, sopan kamu sama istri, Mas!" tegur Mas Irwan yang terlihat turut kesal
Inisial"Apa belum di bawa ya, masih belum masuk yang bawa?" batinku bertanya-tanya.Semua kerabat dari pihak calon suami Amira sudah masuk, tak ada lagi kotak yang di letakkan.Aku duduk tak jauh dari Ibu. Karena aku sengaja duduk di dekat ibu mertua dan para Kakak iparku, ada Tania juga.Walaupun mendapatkan sorot tak suka dari mereka, karena aku dekat-dekat. Aku tak peduli karena ingin menggoda ibu jika ucapan beliau tak sesuai dengan kenyataan. "Benar-benar di buat melongo, cuma itu seserahannya?" tanyaku dan menatap Ibu sekilas."Mana emas dan uang tunainya?" cicitku kembali dengan suara agak keras."Iya, kok cuma itu ya yang di bawa sama calon suami, Amira!" ujar Bik Fahma yang duduk di sebelahku. Dia adalah adik Ibu mertua."Apa cuma itu kali, Bik! Gak apalah, yang penting kan niat," ucapku mengulas senyum kembali melirik pada Ibu yang sudah melotot menatapku, seakan ingin menelan diriku bulat-bulat."Kamu gak usah banyak bicara, sadar posisimu di sini!" cetus Mbak Iza dengan
(Milik Amira)"Omong kosong! Ini pasti yang membuat seserahan keliru, emang bodoh gak periksa dulu!" cicit Amira.Terserah dia mau percaya atau tidak. Biarinlah dia terjebak dengan pria tukang selingkuh, jika aku memberitahu tentang Tania dan Rizki dari video ini, nanti yang ada dia tak semudah itu untuk percaya. Dan aku yang akan di serang.Orang yang sedang jatuh cinta akan sulit untuk di nasehati. Seperti Amira yang sangat mendambakan Rizki. Biar dia tahu dengan sendirinya. Apa yang telah di lakukan oleh calon suami dan sahabat yang sangat di sayangi itu.Aku berdiri dan melangkah untuk menuju kamar."Kamu mau nuduh Tania, gak masuk akal! Apa kamu cemburu sama dia!" Deg. Ucapan dari Amira mengentikan langkahku. Dia menganggap aku cemburu."Takut suamimu berpaling sama Tania, karena dia tadi cantik banget tambah di makeup-in. Aku lihat aja, Mas Irwan curi-curi pandang!" ujarnya kembali dan melirik suamiku."Kamu jangan mengarang cerita, aku tidak ada curi pandang ke Tania. Istriku